Ibnu Ishaq berkata, “ Setelah orang-orang berkumpul di sekitarnya, nabi saw
sambil memegang kedua penyangga pintu Ka’bah mengucapkan khutbah kepada mereka,
“ Tiada Ilah kecuali Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya.
Dialah ( Allah) yang menepati janji-Nya, memenangkan hamba-Nya ( Muhammad) dan
mengalahkan musuh-musuh sendirian. Sesungguhnya segala macam balas dendam,
harta dan darah semuanya berada di bawah kedua kakiku ini kecuali penjaga
Ka’bah dan pemberi air minum kepada jamaah haji. Wahai kaum Quraisy!
Sesungguhnya, Allah telah mencabut dari kalian kesombongan jahiliyah dan
mengagungkan dengan keturunan. Semua orang berasal dari Adam dan Adam itu
berasal dari tanah”.
Rasulullah meneruskan
sabdanya :
“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”.(QS.Al-Hujurat(49):13).
Selanjutnya nabi saw bertanya: “ Wahai kaum Quraisy! Menurut
pendapat kalian, tindakan apakah yang hendak kuambil terhadap kalian?”
“ Tentu yang baik baik! Hai saudara yang mulia dan putra saudara
yang mulia”,jawab mereka.
Rasulullah lalu bersabda,: “ Pergilah kalian semua, kalian
bebas !”
Begitu pula sebagian
orang yang mulanya telah dipastikan harus dibunuh pada awal penaklukkan Mekah.
Sebagian lain terlanjur dibunuh dalam perlawanan dengan Khalid. Mereka yang
bebas adalah Ikrimah bin Abu Jahal, Habbar bin al-Aswad, Abdullah bin Sa’ad bin
Abu Sarah dan Hindun binti Uthbah, perempuan istri Abu Sufyan yang
mengaduk-ngaduk isi perut Hamzah, paman Rasulullah. Padahal ketika itu
Rasulullah begitu sedih dan marah mengetahui paman tercinta itu dianiaya dan
bersumpah akan membalas perbuatan biadab tersebut. Di kemudian hari,
orang-orang yang telah dibebaskan tersebut membuktikan bahwa mereka bisa
menjadi Muslim yang baik.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Syuraih al-Adwi bahwa
Nabi saw bersabda di dalam khutbahnya pada waktu fat-hu Makkah: “Sesungguhnya
Makkah telah diharamkan oleh Allah, bukan manusia yang mengharamkannya, tidak
boleh bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menumpahkan darah dan
mencabut pohon di Makkah. Seandainya ada orang yang berdalih bahwa Rasulullah
saw pernah melakukan peperangan di Makkah, maka katakanlah kepadanya:
“Sesungguhnya Allah mengijinkan bagi Rasul-Nya tetapi tidak mengijinkan
kepadanya (Nabi saw) hanya sebentar. Sekarang “keharaman“ telah kembali lagi
sebagaimana sebelumnya. Hendaklah yang menyaksikan menyampaikan kepada yang
tidak hadir“.
Kemudian Rasulullah
membaiat kaum lelaki agar senantiasa mendengar dan taat kepada Allah dan
Rasul-Nya.
“Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah
menta`ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami
tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”. (QS.An-Nisa(4):80).
Setelah itu giliran
kaum perempuan yang berbaiat. Rasulullah bersabda :
“Hendaklah kalian berbai‘at kepadaku untuk tidak mempersekutukan
Allah dengan sesuatu apapun. Tidak akan mencuri, tidak akan berzina
dan tidak akan membunuh anak-anak kalian. Juga tidak berbohong untuk
menutup-nutupi apa yang ada di depan atau di belakang kalian:“
Kemudian Rasulullah saw berkata kepada Umar ra: “Bai‘atlah
mereka”.
Bukhari meriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: Adalah Nabi saw
membai‘at kaum wanita secara lisan (saja) dengan ayat ini:
“Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.“ Selanjutnya
Aisyah ra menjelaskan: “Tangan Rasulullah saw tidak
menyentuh tangan wanita sama sekali kecuali wanita yang telah halal baginya“. Muslim
meriwayatkan hadits yang serupa dengan ini dari Aisyah ra.
Peristiwa pembaitan
kaum perempuan diatas inilah yang kemudian menjadi dasar tidak perlunya jabat
tangan antara kaum lelaki dan kaum perempuan kecuali muhrimnya. Banyak
peristiwa menarik di seputar penaklukkan Mekah yang dapat dijadikan acuan dan
dasar pertimbangan dalam Islam. Jabat tangan sebagaimana kasus diatas,
pelarangan pertumpahan darah dan penebangan pohon di kota Mekah, pelarangan
gambar dan berhala di masjid adalah diantaranya.
Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa Fadhalah bin Umair al-Laitsi
bermaksud ingin membunuh Nabi saw pada saat beliau sedang thawaf di Ka‘bah di
hari Fat-hu Makkah. Ketika Fadhalah mendekat tiba-tiba Rasulullah saw
mengatakan: “Apakah ini Fadhalah?“ Ia menjawab: “Ya,
saya Fadhalah wahai Rasulullah saw.“ Nabi saw bertanya: “Apa
yang sedangkau pikirkan?“ Ia menjawab: “Tidak
memikirkan apa-apa, aku sedang teringat Allah kok.“ Sambil
tersenyum Rasulullah saw berkata: “Mohonlah ampun kepada Allah …“
Kemudian Nabi saw meletakkan tangannya di atas dadanya sehingga hatinya menjadi
tenang. Fadhalah berkata: “Begitu beliau melepaskan tangan
dari dadaku, aku merasa tak seorang pun yang lebih aku cintai daripada beliau.“
Begitulah Mekah, kota
kelahiran Rasulullah dimana rumah suci tertua didunia berdiri, akhirnya kembali
ke pelukan Islam, setelah berabad-abad lamanya diselewengkan. Tidak itu saja.
Rasulullah Muhammad saw, atas izin Sang Pemilik, tidak hanya berhasil
mengembalikan kedudukan kota yang tinggi namun juga berhasil mengajak seluruh
penduduknya agar kembali menyembah hanya kepada Allah swt, Allah Azza wa Jalla,
Tuhan Yang Satu. Rasulullah berada di Mekkah selama 19 hari. Setelah itu
beserta pasukannya beliau kembali ke Madinah.