Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya
dari Jabir ra, ia berkata: Selama 9 tahun tinggal di Madinah
Munawarah, Nabi saw belum melaksanakan Haji. Kemudian pada tahun ke 10 beliau
mengumumkan hendak melakukan haji. Maka berduyun-duyun orang datang ke Madinah,
semuanya ingin mengikuti Rasulullah saw dan mengamalkan ibadah Haji sebagaimana
amalan beliau.
Namun sebelum melaksanakan niat tersebut, Rasulullah bersabda :“Tetapi
orang-orang musyrik masih hadir melakukan thawaf dengan telanjang. Aku tidak
ingin melaksanakan ibadah haji sebelum hal itu dihapuskan“. Maka
beliaupun mengutus Abu Bakar ra yang disusul oleh Abu Thalib ra untuk
mengumumkan bahwa mulai tahun depan kaum Musrikin dilarang lagi melakukan
ibadah haji kecuali mereka mau memeluk Islam. Untuk itu mereka diberi waktu 4
bulan untuk berpikir. Setelah itu bila mereka tetap ingin melakukan ibadah haji
dengan mencontoh ritual nenek moyang mereka yang berhaji dengan bertelanjang
kaum Muslimin akan memerangi mereka.
“Aku Thawaf di Ka‘bah sebagaimana saat aku dilahirkan oleh
ibuku, tidak ada kotoran benda dunia yang melekat ditubuhku“, itulah alasan
jahiliyah yang dikemukan kaum Musrykin mengapa ketika berhaji mereka telanjang.
“Dan (inilah) suatu permakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada
umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya
berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin)
bertaubat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan
beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih”.(QS.At-Taubah(9):3).
Ibnu Sa‘ad
meriwayatkan bahwa ketika Nabi saw menunjuk Abu Bakar sebagai Amir Jama‘ah
haji, ia (Abu Bakar) berangkat bersama 300 orang dari penduduk Madinah dengan
membawa 20 ekor binatang qurban. Rombongan ini berangkat tak lama setelah kaum
Muslimin kembali dari Perang Tabuk.
Tahun berikutnya,
yaitu pada tanggal 25 Dzul Qaidah tahun 10 H, Rasulullah saw keluar dari
Madinah untuk melaksanakan haji. Ada perbedaan pendapat di kalangan para
perawi. Ahlul Madinah berpendapat bahwa Nabi saw melaksanakan haji ifrad,
sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa beliau melakukan haji Qiran.
Jabir berkata: Setelah onta yang membawanya sampai
di lapangan besar aku lihat sejauh pandangan mata lautan manusia mengitari
Rasulullah saw, di depan , belakang, sebelah kiri dan kanan beliau. Rasulullah
sendiri berada di hadapan kami dan di saat itu pula beliau menerima wahyu.
Maka pada hari Arafah,
tepat pada tanggal 10 Dzulhijjah itu, Rasulullah saw menyampaikan khutbah
terakhirnya. Khutbah ini disaksikan oleh 124 ribu ( ada yang mengatakan 144
ribu) kaum Muslimin yang saat itu sedang melaksanakan wuquf bersama
Rasulullah.
“Wahai manusia, dengarkanlah apa yang hendak kukatakan. Mungkin
sehabis tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini
untuk selama-lamanya…. Hai manusia, sesungguhnya darah dan harta benda kalian
adalah suci bagi kalian (yakni tidak boleh dinodai oleh siapapun juga) seperti
hari dan bulan suci sekarang ini di negeri kalian ini. Ketahuilah, sesungguhnya
segala bentuk perilaku dan tindakan jahiliyah tidak boleh berlaku lagi.
Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di
masa jahiliyah juga tidak boleh berlaku lagi. Tindak pembalasan jahiliyah
seperti itu pertama kali kunyatakan tidak berlaku ialah tindakan pembalasan
atas kematian Ibnu Rabi‘ bin al Harits”..
“Riba jahiliyah tidak berlaku, dan riba yang pertama kunyatakan
tidak berlaku adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya segala macam
riba tidak boleh berlaku lagi”.
“Hai manusia, di negeri kalian ini, setan sudah putus harapan
sama sekali untuk dapat disembah lagi. Akan tetapi masih menginginkan selain
itu. Ia akan merasa puas bila kalian melakukan perbuatan yang rendah. Karena
itu hendaklah kalian jaga baik-baik agama kalian!”
“Hai manusia, sesungguhnya menunda berlakunya bulan suci akan
menambah besarnya kekufuran. Dengan itulah orang-orang kafir menjadi tersesat.
Pada tahun yang satu mereka langgar dan pada tahun yang lain mereka sucikan untuk
disesuaikan dengan hitungan yang telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah.
Kemudian mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa
yang telah dihalalkan Allah”.
“Sesungguhnya jaman berputar seperti keadaannya pada waktu Allah
menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Empat bulan
diantaranya adalah bulan-bulan suci. Tiga bulan berturut-turut : Dzul Qa‘dah,
Dzul Hijjah, dan Muharram. Bulan Rajab adalah antara bulan Jumadil Akhir dan
bulan Sya‘ban”..
“Wahai manusia, takutlah Allah dalam memperlakukan kaum wanita,
karena kalian mengambil mereka sebagai amanat Allah dan kehormatan mereka
dihalalkan bagi kalian dengan nama Allah. Sesungguhnya kalian mempunyai hak
atas para istri kalian dan mereka pun mempunyai hak atas kalian. Hak kalian
atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang tidak
kalian sukai ke dalam rumah kalian. Jika mereka melakukan hal itu maka pukullah
mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Sedangkan hak mereka atas kalian
ialah kalian harus memberi nafkah dan pakaian kepada mereka secara baik”.
“Maka perhatikanlah perkataanku itu, wahai manusia, sesungguhnya
aku telah sampaikan. Aku tinggalkan sesuatu kepada kalian, yang jika kalian
pegang teguh, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan
Sunnah Nabi-Nya”.
“Wahai manusia, dengarkanlah taatlah sekalipun kalian diperintah
oleh seorang hamba sahaya dari Habasyah yang berhidung gruwung, selama ia
menjalankan Kitabullah kepada kalian”.
“Berlaku baiklah kepada para budak kalian….. berilah mereka
makan apa yang kalian makan dan berilah pakaian dari jenis pakaian yang sama
dengan kalian pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak bisa
kalian ma‘afkan maka juallah hambah-hamba Allah itu dan janganlah kalian
menyiksa mereka”.
“Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku dan perhatikanlah!
Kalian tahu bahwa setiap orang Muslim adalah saudara bagi orang-orang Muslim
yang lain, dan semua kaum Muslimin adalah saudara. Seseorang tidak dibenarkan
mengambil sesuatu dari saudaranya kecuali yang telah diberikan kepadanya dengan
senang hati, karena itu janganlah kalian menganiaya diri sendiri”.
“ Ya Allah sudahkah kusampaikan?”
“ Kalian akan menemui Allah maka janganlah kalian kembali
sesudahku menjadi sesat, sebagian kalian memukul tengkuk sebagian yang lain.
Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir,barangkali
sebagian orang yang menerima kabar (tidak langsung) lebih mengerti daripada
orang yang mendengarkannya (secara langsung). Kalian akan ditanya tentang aku
maka apakah yang hendak kalian katakan?”.
Mereka menjawab: “Kami bersaksi bahwa engkau telah
menyampaikan (risalah), telah menunaikan dan memberi nasehat.“ Kemudian
seraya menunjuk ke arah langit dengan jari telunjuknya, Nabi saw bersabda: “Ya
Allah, saksikanlah.” (tiga kali).
Setelah itu turunlah
ayat 3 surat Al-Maidah berikut :
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Subhanallah .. betapa
leganya hati Rasulullah saw. 22 tahun sudah beliau abdikan jiwa dan raganya
bagi memenuhi perintah Tuhannya. Beliau ridho ‘mengorbankan’ seluruh kesenangan
hidup duniawinya, keluarga dan harta bendanya demi mencari ridho dan kasih
sayang Sang Khalik. Penolakan, ejekan, cemoohan, hinaan hingga penyiksaan,
semua beliau lalui dengan sabar dan tawakal. Perjuangan demi perjuangan terus
beliau lalui dengan keyakinan pertolongan Allah pasti datang. Islam dengan
kalimat tauhidnya pasti akan berkibar memenuhi bumi-Nya. Dan inilah janji yang
dinantikan beliau.
Disaksikan 144 ribu
umat Islam yang memenuhi padang Arafah, Rasulullah menyampaikan apa yang harus
disampaikannya. Kemudian Allah swt pun menjawab pernyataan Rasul-Nya tersebut
dengan telah sempurnanya perintah-Nya. Berarti Allah Azza wa Jalla puas dan
telah menerima pertanggung-jawaban nabi saw. Ya, inilah puncak kebahagiaan
Rasulullah. Allahuakbar … Allahuakbar … Allahuakbar ..
Namun sebaliknya dengan Umar bin Al-Khaththab. Mendengar
firman Allah tersebut, ia malah meneteskan air mata. Ketika hal ini ditanyakan
kepadanya,“Umar! Mengapa engkau menangis? Bukankah engkau ini
jarang sekali menangis?”
“Karena aku tahu, selepas kesempurnaan hanya ada kekurangan,” jawab Umar.
Tampaknya ia telah merasakan suasana perpisahan (wada’) terakhir dengan
Rasulullah saw yang sangat dicintainya.
Nabi saw tetap tinggal
di Arafah hingga terbenam matahari. Pada saat terbenam matahari itu Nabi saw
berserta orang-orang yang menyertainya berangkat ke Muzdalifah. Seraya
memberikan isyarat dengan tangan kanannya beliau bersabda:
“Wahai manusia, harap tenang, harap tenang!“. Kemudian beliau
menjama‘ takhir shalat maghrib dan Isya‘ di Muzdalifah kemudian sebelum terbit
matahari beliau berangkat ke Mina, lalu melontar Jumratul Aqabah dengan tujuh
batu kecil seraya bertakbir di setiap lontaran. Setelah itu beliau pergi ke
tempat penyembelihan lalu menyembelih 63 binatang sembelihan (budnah). Kemudian
beliau menyerahkan kepada Ali untuk menyembelih sisanya sampai genap 100
sembelihan.
Setelah itu beliau naik kendaraannya berangkat ke Ka‘bah
(ifadhah) lalu shalat dhuhur di Mekkah, dan pergi mendatangi Banu Abdul Muthalib
yang sedang mengambil air Zamzam lalu bersabda: “Timbalah
wahai banu Abdul Muthalib, kalaulah tidak karena orang-orang berebut bersama
kalian, niscaya aku menimba bersama kalian.“ Kemudian mereka
memberikan setimba air kepadanya dan beliaupun minum darinya. Kemudian Nabi saw
berangkat kembali ke Madinah.
Sesampai di Madinah,
Rasulullah mengumpulkan kembali para sahabat. Rasulullah mengulang kembali ayat
3 surat Al-Maidah yang diturunkan di padang Arafah dan menceritakan apa yang
dikatakan malaikat Jibril as kepada beliau.
“Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan
urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah swt dan
demikian juga apa yang terlarang oleh-Nya. Oleh itu kamu kumpulkan para
sahabatmu dan beritahu kepada mereka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku
bertemu dengan kamu“.
Mendengar berita tersebut maka para sahabatpun berseru gembira ““Agama
kita telah sempurna. Agama kila telah sempuma”.
Sebaliknya dengan Abu
Bakar ra. Ia segera pulang ke rumah, mengunci pintu dan menangis kuat-kuat. Ia
begitu berduka menyadari bahwa kekasih Allah yang sejak kecil telah menjadi
sahabat terbaiknya ini akan segera meninggalkannya. Sementara itu para sahabat
lain merasa heran akan kesedihan Abu Bakar.
“Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat kamu menangis
sehingga begini sekali keadaanmu? Sepatutnya kamu berasa gembira sebab agama
kita telah sempuma.”
Abu Bakarpun menjawab :”Wahai para sahabatku, kamu semua
tidak tahu tentang musibah yang menimpa kamu. Tidakkah kamu menyadari
bahwa apabila suatu perkara itu telah sempuma maka akan terlihatlah
kekurangannya. Turunnya ayat tersebut, menunjukkan dekatnya perpisahan kita
dengan Rasulullah saw, Hasan dan Husin akan segera menjadi yatim dan para
isteri nabi menjadi janda”.
Mendengar jawaban Abu Bakar itu, serentak para sahabatpun ikut
menangis. Salah seorang yang melihat peristiwa tersebut kemudian melaporkannya
kepada Rasulullah. “Ya Rasulullah, kami baru pulang
dari rumah Abu Bakar dan kami mendapati banyak orang menangis dengan
suara yang kuat di hadapan rumah beliau”.
Maka berubahlah muka
Rasulullah. Dengan bergegas beliau menuju ke rumah Abu Bakar.
“Wahai para sahabatku, kenapakah kalian semua menangis?”, tanya Rasulullah
cemas.
“Ya Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa turunnya ayat 3 surat
Al-Maidah adalah menandakan bahwa waktu wafatmu telah dekat. Benarkah itu, ya
Rasulullah?”, tanya Ali bin Abu Thalib resah.
“ Semua yang dikatakan Abu Bakar itu benar adanya. Sesungguhnya
masa untuk aku meninggalkan kalian semua telah hampir dekat.”, begitu jawab
Rasulullah.
Kemudian satu demi
satu Rasulullullah saw menyalami para sahabat dan berwasiat kepada mereka. Maka
pecahlah tangis dimana-mana. Untuk beberapa lama suasana duka menyelimuti
sekitar rumah Abu Bakar. Selanjutnya ada beberapa pendapat tentang berapa
lamanya Rasulullah berada di antara para sahabat sejak turunnya ayat di padang
Arafah tersebut. Ada yang mengatakan 21 hari, ada pula yang mengatakan 35 hari.
Namun ada juga yang mengatakan Rasulullah masih ada di antara para sahabat
hingga 50 bahkan 81 hari setelahnya.