Berikut peperangan yang terjadi antara
tahun ke 4 H dan ke 6 H, yaitu sebelum adanya Perjanjian Perdamaian
Hudaibiyah.
1. Perang Dzatur Riqa’
Perang ini terjadi
sebagai akibat dibunuhnya 70 orang dai oleh kabilah Najd. Padahal para dai
tersebut datang atas permintaan pimpinan kabilah mereka sendiri untuk
mengajarkan Islam. Sebagai balasannya, dengan mengendarai unta secara
bergantian, 1 unta untuk 6 orang, Rasulullah mendatangi perkampungan mereka.
Abi Musa al Asy’ari
meriwayatkan bahwa dalam perjalanan mengarungi padang pasir nan panas membara
itu banyak sahabat yang telapak kakinya pecah-pecah dan kukunya terlepas.
Kemudian mereka membalutnya dengan sobekan kain atau Dzatur Riqa’. Itu
sebabnya kemudian perang ini dinamakan Perang Dzatur Riqa’ walaupun
sebenarnya pertempuran tidak pernah terjadi.
Ada beberapa peristiwa
penting yang patut dicatat pada perang ini. Yang pertama, Allah swt telah
memasukkan rasa takut kepada orang-orang yang telah berbuat zalim tersebut.
Tanpa sebab yang pasti, mereka melarikan diri dari kawasan Gathafan, kawasan
yang telah disetujui sebagai tempat pertempuran. Padahal jumlah mereka
sebenarnya amat sangat banyak bila dibanding pasukan Muslim.
Di tempat inilah
kemudian Rasulullah memimpin shalat khauf. Rasulullah mengimami satu kelompok
sementara kelompok satu lagi berjaga-jaga menghadap arah lawan. Kemudian pada
rakaat berikutnya Rasulullah tetap berdiri sambil menanti makmum menyelesaikan
shalat. Selanjutnya Rasulullah menyempurnakan shalat bersama kelompok yang tadi
berjaga-jaga. Sementara pasukan yang telah shalat ganti berjaga-jaga menghadap
musuh.
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu)
lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah
segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata,
kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka`at),
maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan
hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka
denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. …”.(QS.An-Nisa(4):102).
Di tempat ini pula
kisah seorang Badui yang datang secara tiba-tiba dan langsung mengancam
Rasulullah terjadi. Ketika itu Rasulullah dan para sahabat karena lelah
maka jatuh tertidur. Para sahabat terbangun karena panggilan Rasulullah. Mereka
melihat ada seorang Arab gunung yang tidak mereka kenal sedang duduk
terpekur di samping Rasulullah. Rasulullah kemudian bercerita,
“ Orang ini telah menyambar pedangku pada waktu aku tidur.
Seraya menghunus pedang tersebut ia mengancamku “ Siapa yang dapat menyelamatkanmu
dari pedangku ini?”. Lalu aku jawab, “ Allah Subhanallahu wa Ta’ala”.
2. Perang Bani
Musthaliq.
Perang ini terjadi
pada tahun ke 5 H. Adalah Harits bin Dhirar, pemimpin bani Musthaliq. Ia
merencanakan menyerang Madinah. Namun Rasulullah segera menyambutnya di suatu
tempat diluar Madinah, yaitu di telaga Muraisi’. Maka terjadilah pertempuran
sengit hingga Allah swt memenangkan pasukan Islam.
Tidak seperti
biasanya, kali ini sejumlah besar kaum Munafik banyak yang ikut serta. Hal ini
dikarenakan mereka menyaksikan sendiri betapa pasukan Muslim sering memenangkan
pertempuran dan berhasil membawa rampasan perang ( ghanimah) yang melimpah.
Termasuk kaum perempuan yang menjadi tawanan dan kemudian dibagi-bagikan.
Dalam perang ini, usai perang Rasulullah memberi pilihan kepada
Juwairiyah binti al-Harits, untuk menerima lamaran beliau atau dibebaskan.
Ternyata putri pimpinan musuh yang dikalahkan ini memilih menerima lamaran
Rasulullah. Maka jadilah ia sebagai salah satu Umirul Mukminin. “
Mereka kini menjadi keluarga Rasulullah”, kemudian seluruh bani
Musthaliqpun dibebaskan.
Sayangnya, sepulang
pasukan yang disambut gembira oleh penduduk Madinah, terjadi peristiwa fitnah
terhadap diri Aisyah ra. Beliau dituduh berbuat tidak senonoh gara-gara kembali
ke Madinah terlambat dan tidak bersama rombongan. Melainkan berdua, bersama
salah seorang pasukan yang sama-sama tertinggal rombongan.
Abdulllah bin Ubay, si
tokoh Munafikun Madinah itulah yang pertama kali menghembus-hembuskan fitnah.
Padahal sebelumnya, di sekitar telaga dimana kedua pasukan bertempur, ia juga
telah melemparkan kata hasutan. Ketika itu ia geram melihat pertengkaran yang
terjadi antara seorang Anshar dan seorang Muhajirin.
“ Apakah mereka ( Muhajirin) telah melakukannya? Mereka telah
menyaingi dan mengungguli jumlah kita di negri sendiri. Demi Allah, antara kita
dan orang-orang Quraisy ini ( kaum Muslimin Quraisy) tak ubahnya seperti apa
yang dikatakan orang. “ Gemukkan anjingmu agar menerkammu”. Demi Allah, jika
kita telah sampai di Madinah, orang yang mulia pasti akan mengusir kaum yang
hina( Muhajirin)”.
Zaid bin Arqam, salah
satu orang yang mendengar ucapan tersebut kemudian melaporkan ucapan ini kepada
Rasulullah. Namun Rasulullah tidak berkata apa-apa. Allah swt memang melarang
menghakimi orang Munafik. Karena hanya Sang Khalik sajalah yang mengetahui isi
hati manusia dan berhak menghakimi mereka. Hingga akhirnya turun ayat berikut :
“Mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke
Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah
daripadanya”. Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi
orang-orang mu’min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.”(QS.Al-Munafikun(63):8).
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan
yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang
penolongpun bagi mereka”.(QS.An-Nisa(4):145).
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda :
“Tanda-tanda orang munafik itu tiga ; bila berkata ia bohong, bila
berjanji ia mengingkari dan bila ia dipercaya ia mengkhianati”.
Sementara Aisyah
sendiri terbebas dari fitnah melalui ayat yang diturunkan Allah azza wa jalla
sebulan kemudian.
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah
dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi
kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat
balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil
bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang
besar … ( sampai dengan ayat 21)”. (QS.An-Nur(24):11-21).
Namun selama satu
bulan itu fitnah benar-benar telah membuat gundah hati Rasulullah. Beliau tidak
memiliki saksi seorangpun hingga hanya dapat membela sang istri tercinta dengan
kata-kata yang diucapkan secara hati-hati :
“ Aku tidak mengetahui Aisyah kecuali sebagai orang baik-baik”.
Sebulan kemudian
setelah berusaha mencari tahu dan meminta pendapat para sahabat, Rasulullah
berujar :
« Hai Aisyah, aku telah mendengar apa yang digunjingkan
orang tentang dirimu. Jika engkau tidak bersalah Allah pasti akan membebaskan
dirimu. Sebaliknya jika engkau telah melakukan dosa mintalah ampunan kepada
Allah ».
Aisyah ra mengisahkan bahwa ucapan pertama yang dikeluarkan
Rasulullah begitu ayat pembelaan tersebut turun adalah “
Bergembiralah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah telah membebaskan kamu”. Ibukupun
kemudian berkata kepadaku : “Berdirilah ( berterima-kasihlah)
kepadanya ( Rasulullah saw)”. Aku jawab: “
Tidak! Demi Allah, aku tidak akan berdiri ( berterima-kasih) kepadanya (
Rasulullah ) dan aku tidak akan memuji kecuali Allah. Karena Dialah yang telah
menurunkan pembebasanku”.