Mu’tah adalah sebuah desa yang terletak di
perbatasan Syam. Desa tersebut sekarang ini bernama Kirk. Disinilah perang
antara kaum Muslimin dan pasukan Syurabil bin Amr al-Ghassani, penguasa Bushra
berlangsung.
Perang ini dilakukan
sebagai balasan atas dibunuhnya seorang utusan Muslimin. Ketika itu
Rasulullah mengutus Harits bin Umair al-Adzi bin Amr agar menyampaikan
surat yang isinya mengajak memeluk Islam kepada pemimpin Bushra tersebut.
Seperti juga peraturan
dunia politik saat ini, sejak dahulupun telah ada aturan bahwa seorang utusan
negri lain tidak boleh dibunuh tanpa sebab yang jelas. Itu sebabnya Rasulullah
sebagai pemimpin tertinggi Islam kemudian mengirim pasukan ke Bushra. Itupun
setelah Rasulullah menunggu beberapa waktu. Dalam kesempatan tersebut beliau
menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai panglima perang yang membawahi pasukan
berjumlah 3.000 orang.
Rasulullah SAW bersabda, “Jika ia mati syahid dalam
peperangan, maka Ja’far bin Abi Thalib menggantinya sebagai pemimpin pasukan.
Jika ia juga mati syahid, maka penlimpin pasukan digantikan oleh Abdullah bin
Rawahah. Jika ia juga mati syahid, maka terserah kaum muslim untuk memilih
siapa pemimpinnya”.
Sementara itu
Syurabilpun menyiapkan 100.000 pasukannya. Ini masih dibantu dengan pasukan
Heraklius, raja Romawi, yang mengirimkan 100.000 tentaranya. Pasukan Islam
tampak ragu melihat besarnya kekuatan musuh yang lebih dari 60 kali lipat itu.
Selama dua malam mereka berhenti di suatu daerah untuk merundingkan apa yang
seharusnya mereka lakukan.
Beberapa orang diantara mereka berpendapat “
Sebaiknya kita menulis surat kepada Rasulullah guna melaporkan kekuatan musuh.
Mungkin beliau akan menambah kekuatan kita dengan pasukan yang lebih besar atau
memerintahkan sesuatu yang harus kita lakukan?”. Akan tetapi
Abdullah bin Rawahah tidak sependapat. Ia berkomentar,
“Hai saudara-saudaraku, mengapa kalian tidak menyukai mati
syahid yang menjadi tujuan kita berangkat ke medan perang ini ! Kita berperang
tidak mengandalkan banyaknya jumlah pasukan atau besarnya kekuatan tetapi
semata berdasarkan agama yang dikaruniakan Allah kepada kita. Karena itulah,
marilah kita maju ! Tidak ada pilihan lain kecuali salah satu dari dua
kebajikan : menang atau mati syahid”.
Dengan segera
musnahlah rasa takut pasukan Islam dan terjadilah pertempuran sengit antara
kedua pasukan tersebut. Dengan gagah berani pasukan Islam terus bertempur
hingga akhirnya Zaid bin Haritsah harus syahid. Segera Ja’far bin Abi Thalib
yang waktu itu baru berusia 30 tahun maju menggantikan Haritsah.
“ Alangkah dekatnya surga ! Harumnya semerbak dan segarnya
minuman.
Kita hunjamkan siksa ke atas orang-orang Romawi yang kafir nun
jauh nasabnya
Pastilah aku yang memeranginya”.
Namun iapun harus
syahid setelah tangan kanannya disusul tangan kirinya yang memegang panji
pimpinan ditebas musuh. Mujahid gagah berani ini ditebas tubuhnya hingga
terbelah dua dari belakang dalam keadaan sedang mengepit panji kepemimpinan
dengan sisa kedua tangannya yang tersisa. ! Subhanallah ..
Selanjutnya majulah
Abdullah bin Rawahah menggantikan kedudukan Ja’far. Semula ia agak kecut
melihat kedua sahabatnya telah tewas sementara tubuhnya sendiri telah penuh
luka. Ia juga mendengar kabar bahwa Syurabil telah menyelamatkan diri.
Sementara Heraklius menambah lagi 200.000 pasukannya. Namun ketinggian imannya
berkata lain. Sambil menerjunkan diri ke kancah pertempuran sengit ia
melantunkan syair hingga iapun syahid.
“Wahai hati, kamu harus turun meskipun dengan senang hati
ataupun dengan berat hati. Kamu telah hidup dengan ketenangan beberapa
lama. Berpikirlah, pada hakikatnya, kamu berasal dari setetes air mani.
Lihatlah orang-orang kafir telah menyerang orang-orang Islam. Apakah kamu tidak
menyukai surga jika kamu tidak mati sekarang suatu saat nanti, akhirnya kamu
akan mati juga”.
Setelah syahidnya
ketiga panglima perang yang sebelumnya telah ditunjuk Rasulullah kaum Muslimin
kemudian menyepakati Khalid bin Walid menjadi panglima perang.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas ra bahwa sebelum kaum
Muslimin ( di Madinah) mendengar berita gugurnya tiga orang panglima mereka,
Rasulullah saw bersabda “ Zaid memegang panji kemudian
gugur. Panji diambil oleh Ja’far dan ia gugur. Panji itu diambil oleh Ibnu
Rawahah dan iapun gugur …”. Saat itu, beliau meneteskan air mata seraya
melanjutkan sabdanya , “ .. Akhirnya panji diambil oleh ‘Pedang Allah ( Khalid
bin Walid ) dan akhirnya Allah mengaruniakan kemenangan bagi mereka ( kaum
Muslimin)”.
Dibawah pimpinan
Khalid, bekas panglima perang Quraisy yang dikenal sebagai ahli strategi nan
tak terkalahkan ini, pasukan Muslim berhasil merubah keadaan. Begitu mendapat
tanda bahwa ia ditunjuk sebagai panglima, Khalid langsung menyerbu pasukan
musuh dengan gagah berani. Ia berhasil mengobarkan kembali semangat pasukannya
hingga membuat musuh kocar kacir.
Namun begitu malam
tiba dan pertempuran dihentikan ( ini adalah peraturan umum perang yang berlaku
ketika itu ) Khalid langsung menyusun strategi baru. Dengan strateginya ia
berhasil membuat pasukan musuh mundur. Ia mengubah posisi pasukan, yang tadinya
di sayap kanan dipindahkan ke sayap kiri dan sebaliknya. Sementara pasukan yang
di depan diputar sedemikian rupa dengan pasukan yang dibelakang.
Perubahan posisi yang
menyerupai gelombang ini membuat pasukan musuh mengira bahwa pasukan Muslim
mendapat tambahan pasukan. Mereka menjadi khawatir, bila dengan kekuatan yang
jauh di bawah kekuatan mereka saja pasukan Muslim sulit untuk dikalahkan
apalagi dengan adanya tambahan. Karena rasa takutnya itu akhirnya mereka
memutuskan untuk mundur teratur tanpa menyadari bahwa sang panglima lebih
senang lagi. Pasukan Khalid bin Walid tidak mengejar musuh yang mundur karena
menyadari bahwa kekuatan mereka saat itu memang tidak mencukupi.
Maka pasukan Muslimpun
kembali ke Madinah dengan membawa pampasan yang ditinggalkan musuh begitu
saja. Menjelang masuk kota, pasukan ini disambut oleh Rasulullah dan anak-anak
yang berhamburan menjemput mereka.
“ Ambillah anak-anak dan gendonglah mereka. Berikanlah kepadaku
anak Ja’far!”,sabda Rasulullah.
Kemudian terdengar orang-orang meneriaki pasukan Khalid, “
Wahai orang-orang yang lari! Kalian lari dari jalan Allah”.
Akan tetapi Rasulullah segera menimpali “ Mereka
tidak lari ( dari medan perang) tetapi mundur untuk menyerang balik, insya
Allah”.