“Sesungguhnya Allah akan
membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya
(yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah
dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang
kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan
Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat. )”.(QS.Al-Fath(48):27).
Berdasarkan mimpi
bahwa Rasulullah akan memasuki Masjidil Haram, maka pada suatu hari di bulan
Dzulqa’idah tahun ke 6 H, Rasulullah mengumumkan keinginan beliau untuk
menunaikan ibadah umrah. Pengumuman ini langsung disambut antusias oleh sekitar
1400 sahabat Anshar dan Muhajirin. Dengan mengenakan kain ihram serta
membawa sejumlah binatang kurban ( al-hadyu) maka berangkatlah rombongan besar
ini menuju Mekah yang ketika itu masih berada dibawah kekuasaan kaum Musryik
Quraisy.
Setiba di Dzul
Hulaifah, Rasulullah saw mengutus seseorang untuk mengintai keadaan kota Mekah.
Rasulullah juga mengutus Ustman bin Affan ra pergi ke kota tersebut untuk
mengabarkan kedatangan rombongan kepada kaum Muslimin yang ada di Mekah. Semula
Rasulullah menginginkan Umar bin Khattab ra yang melakukan tugas
tersebut. Namun karena Umar mempunyai hubungan yang kurang baik dengan keluarga
besarnya akhirnya Ustman yang diutus.
Sementara itu
Rasulullah dan rombongan terus berjalan perlahan meneruskan perjalanan. Hingga
di suatu tempat utusan pengintai tadi kembali dan melaporkan bahwa orang-orang
Quraisy telah menyiapkan bala tentara untuk memerangi dan mencegah kaum
Muslimin memasuki Mekah dan thawaf di Baitullah.
“ Bagaimana pendapat kalian”, tanya Rasulullah
begitu menerima laporan tersebut.
“ Wahai Rasulullah, engkau keluar untuk maksud ziarah ke
Baitullah bukan untuk membunuh atau memerangi seseorang. Berangkatlah terus !
Jika ada orang yang menghalangi, kita akan memeranginya”, jawab Abu Bakar ra.
“ Berangkatlah dengan nama Allah”, sambut
Rasulullah.
Lalu Rasulullah dan
rombonganpun melanjutkan perjalanan. Namun untuk menghalangi hal-hal yang tidak
diinginkan Rasulullah menunjuk salah seorang sahabat yang menguasai jalan
pintas yang tidak biasa digunakan umum agar memimpin didepan.
Maka jadilah rombongan ini menyusuri jalan terjal, naik-turun
lereng-lereng berbatu tajam. Hingga di suatu tempat di sebuah jalan ke arah
Hudaibiyah, unta Rasulullah tiba-tiba berhenti dan tidak mau berjalan. Para
sahabat terperanjat. “ Si Qushwa mogok”, seru
mereka.
Rasulullah saw menyahut, “ Ia tidak mogok. Ia tidak berwatak
demikian. Ia dihentikan oleh Allah swt seperti dahulu Allah menghentikan
pasukan gajah. Demi Allah jika mereka memintaku suatu langkah (persyaratan)
yang akan menghormati Tanah Haram, pasti akan aku kabulkan”.
Selanjutnya Rasulullah
mengarahkan untanya untuk mundur dan berhenti di ujung Hudaibiyah. Para sahabat
kemudian turun dan minum serta berwudhu di sebuah parit yang tidak begitu
banyak airnya hingga akhirnya kering sama sekali. Dalam sebuah hadits
diceritakan bahwa setelah mendengar pengaduan para sahabat bahwa mereka
kehabisan air, Rasulullah kemudian menancapkan sebatang anak panah di parit
tersebut. Maka tak lama kemudian paritpun terisi air kembali. Para sahabat lalu
berebutan menggunakan sumber air tersebut untuk berbagai keperluan.
Dalam suasana demikian inilah tiba-tiba datang seorang utusan
Quraisy. Ia menyatakan bahwa pasukan Quraisy sedang dalam perjalanan untuk
mengusir Rasulullah dan rombongan. Dengan tenang Rasulullah menjawab, “
Kami datang hanya untuk melaksanakan umrah. Sekalipun orang-orang Quraisy telah
memutuskan untuk berperang, tetapi jika mereka suka, aku minta untuk
menangguhkannya. Jika mereka enggan, demi Allah, aku siap memerangi mereka
sampai orang-orang yang ada di belakangku tinggal sendirian. Dan Allah pasti
akan menyelesaikan urusan-Nya”.
Utusan tersebut
kemudian kembali ke kaumnya dan melaporkan apa yang dikatakan Rasulullah.
Sementara itu Ustman bin Affan yang sebelumnya diutus ke Mekah tidak juga
kunjung kembali. Berita yang sampai ke telinga Rasulullah, Ustman telah dibunuh
oleh Quraisy !.
Maka Rasulpun bersabda “ Kami tidak akan tinggal diam
hingga kami berhasil menumpas kaum Quraisy”.
Kemudian Rasulullah segera mengumpulkan para sahabat dan
mengajak mereka berbaiat. Berbait kepada Rasulullah untuk tidak lari
meninggalkan medan perang. Baiat ini berlangsung di bawah sebuah pohon dan
kemudian dikenal sebagai Baiat Ridwan. Dalam kesempatan itu, Rasulullah
mengambil tangan para sahabat satu bersatu sambil berkata : «
Pembai’atan ini untuk Ustman ».
Namun tak berapa lama
kemudian ternyata Ustman kembali dalam keadaan aman. Rupanya beberapa orang
Quraisy sempat menahannya beberapa hari tetapi kemudian melepaskannya kembali.
Betapa leganya Rasulullah mengetahui hal tersebut.
Selanjutnya dengan
utusan Quraisy yang melaporkan hasil pertemuannya dengan Rasulullah. Setelah
berembug, mereka kembali mengutus seseorang untuk menemui Rasulullah. Di tempat
ini, Urwah bin Mas’ud, utusan kedua Quraisy, mendapati betapa para sahabat
menghormati sang pimpinan, Rasulullah Muhammad saw.
“ Wahai kaum. Demi Allah, aku pernah menjadi tamu para
raja, kaisar, kisra dan najasi. Akan tetapi, demi Allah, aku tidak pernah
melihat seorang raja yang diagungkan oleh pengikutnya sebagaimana penghormatan
yang dilakukan oleh para pengikut Muhammad. Sesungguhnya, dia telah
menawarkan suatu langkah yang baik buat kalian. Karena itu, terimalah!”, demikian ucap
Urwah, melaporkan hasil pertemuannya dengan Rasulullah kepada para pembesar
Quraisy.
Langkah selanjutnya,
para pemuka Quraisy memutuskan mengutus Suhail bin Amr sebagai wakil mereka
untuk membuat perjanjian dengan kaum Muslimin. Sementara Rasulullah menunjuk
Ali bin Abu Thalib ra sebagai juri tulis perjanijian yang di kemudian hari
dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah ini.
“ Silahkan”, kata Suhail, “ Tuliskan
suatu perjanjian antara kami dan kalian”.
“ Tulislah Bismilahir rahmanir rahim”, sabda Rasulullah
kepada Ali.
“ Demi Allah, kami tidak tahu apa itu ‘ar-Rahman’. Tulislah Bismikallahumma »,
tukas Suhail.
« Demi Allah, kami tidak mau menulis kecuali
Bismilahir rahmanir rahim”, kaum Muslimin berkata.
«Tulislah Bismikallahumma. Ini adalah perjanjian yang dibuat
oleh Muhammad Rasul Allah »,
sabda Rasul lagi.
Mendengar ini Suhail sontak menolak, «
Demi Allah, seandainya kami mengakui bahwa engkau adalah Rasul Allah, niscaya
kami tidak menahanmu untuk datang ke Baitullah dan memerangimu. Tulislah
Muhammad bin Abdullah ».
Rasul kembali mengalah, « Demi Allah, aku adalah Rasul
Allah sekalipun kalian mendustakanku ! Tulislah Muhammad
bin Abdullah ».
Di dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa nabi saw
memerintahkan Ali agar menghapuskannya lalu Ali berkata, «
Demi Allah, aku tidak akan menghapusnya». Rasulullah lalu bersabda,
« Tunjukkan kepadaku mana tempatnya ». Ali
lalu menunjukkan dan Rasulullahpun menghapusnya sendiri.
Selanjutnya Rasulullah bersabda kepada Suhail, «
Kalian harus membiarkan kami melaksanakan thawaf di Baitullah ».
Namun Suhail menjawab, « Demi Allah supaya
orang-orang tidak mengatakan bahwa kami mendapat tekanan dari kalian … engkau
boleh thawaf tahun depan namun tidak boleh membawa senjata kecuali pedang dalam
sarungnya ».
Selanjutnya utusan
Quraisy tersebut juga mensyaratkan bahwa jika ada anggota keluarga Quraisy yang
masuk Islam kemudian lari dan meminta perlindungan Madinah, mereka harus
dikembalikan kepada kaumnya. Sebaliknya bila ada kaum Muslimin yang lari dari
Madinah dan meminta perlindungan Makkah, mereka tidak harus dikembalikan.
« Subhanallah, bagaimana mungkin seseorang yang telah
beriman akan dikembalikan kepada kaum Musyrikin ? », protes para
sahabat. « Apakah kita akan menulis butir ini,
wahai Rasulullah ? »
« Ya, sesungguhnya siapa saja diantara kita yang pergi
kepada mereka maka semoga Allah menjauhkannya dan barangsiapa diantara mereka
datang kepada kita maka Allah akan memberikan jalan keluar baginya », jawab Rasulullah
saw.
Itulah sebagian dari
isi perjanjian perdamaian Hudaibiyah. Perjanjian ini berlaku untuk 10 tahun.
Selama itu tidak boleh terjadi peperangan antara ke dua belah pihak.
Masing-masing pihak boleh memilih dan mempunyai sekutu. Maka suku Khuza’ahpun
mengumumkan persekutuannya dengan kaum Muslimin. Sedangkan bani Bakar memilih
bersekutu dengan kaum Quraisy.
Bahkan disebutkan
ketika kaum Muslimin berthawaf tahun depan nanti, kaum Musyrikin tidak
diperbolehkan mengganggu. Mereka akan pergi ke lereng-lereng gunung,menyaksikan
dari kejauhan.
Namun demikian,
sebagian besar sahabat tetap merasa kecewa terhadap isi perjanjian yang
dianggap merendahkan umat Islam yang dirasa mulai menguat itu. Umar bin Khattab
ra adalah satu diantaranya.
“ Bukankah engkau Nabi Allah?” tanya Umar.
“ Ya, benar”, jawab Rasul.
“ Bukankah orang-orang kita yang terbunuh akan masuk surga dan
orang-orang yang mereka bunuh akan masuk neraka?” tanya Umar lagi.
“ Ya, benar”, jawab Rasul tenang.
« Lalu, mengapa kita menyetujui agama kita direndahkan ? », tanya
Umar bertambah penasaran.
“Sesungguhnya aku adalah Rasul Allah. Aku tidak akan
menyalahi perintah-Nya dan Dia pasti akan membelaku”, jawab Rasul
sabar.
« Bukankah engkau telah menjanjikan bahwa kita akan datang
ke Baitullah untuk melakukan thawaf ? », cecar Umar.
« Ya, benar. Tetapi apakah aku mengatakan bahwa engkau akan
datang ke sana tahun ini ? Engkau pasti akan datang dan thawaf di
Baitullah », tegas Rasul.
Umar tetap bimbang.
Maka iapun mendatangi Abu Bakar ra. Namun Abu Bakar menjawab pertanyaan Umar
persis seperti apa yang dikatakan Rasulullah.
“ Rasulullah tidak akan menyalahi
perintah Rabbnya dan Allahpun tidak akan membiarkannya”,
jawab Abu Bakar.
Tak lama kemudian
Rasulullah memanggil Umar dan membacakan ayat yang baru saja diturunkan-Nya.
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang
nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu
dan yang akan datang serta menyempurnakan ni`mat-Nya atasmu dan memimpin kamu
kepada jalan yang lurus dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang
kuat (banyak)”.(QS.Al-Fath(48):1-3).
Ya, perjanjian
Hudaibiyah sebenarnya adalah sebuah kemenangan besar bagi umat Islam. Ini
adalah pengakuan pertama Quraisy terhadap keberadaan kaum Muslimin. Allah, Yang
Maha Cerdas dan Maha Teliti yang menuntun Rasulullah agar bertindak
demikian. Ini adalah cara Allah mempersiapkan pembukaan pintu Mekah agar Islam
dapat masuk tanpa perang ; secara damai dan merasuk ke dalam hati sanubari
semua penduduk Mekah yang lama dalam keadaan kesyirikannya.
Di kemudian hari Umar berkata, “ Aku
terus berpuasa, shalat, bersedekah dan membebaskan budak ( sebagai karafat)
dari apa yang pernah aku lakukan karena takut akan ucapan yang pernah aku
lontarkan pada hari itu”.
Namun demikian
kekecewaan sebagian besar sahabat yang belum dapat menerima bahwa perjanjiian
tersebut sebenarnya adalah kemenangan tetap masih terlihat. Karena ketika
Rasulullah memerintahkan agar mereka bercukur dan menyembelih hewan kurban yang
mereka bawa sebagai tanda selesainya umrah, tidak mereka indahkan.
Akhirnya Rasulullah, atas usul Ummu Salamah, umirul Mukminin
yang ketika itu menyertai Rasulullah, tanpa banyak kata, langsung
bercukur dan menyembelih kurban yang dibawanya. Maka para sahabatpun, tanpa
kecuali, langsung mengikuti apa yang diperbuat Rasulullah.
Setahun kemudian yaitu
pada bulan Dzulqai’dah tahun ke 7 H, Allah swt memenuhi janji-Nya. Rasulullah
beserta 2000 umat Islam memasuki Mekah dan melaksanakan umrah. Seluruh
sahabat yang ikut dalam perjanjian Hudaibiyah tak satupun yang tertinggal
kecuali yang wafat dalam perang Khaibar sekembali dari perjanjian tersebut.
” Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada orang yang hari ini
menyaksikan kekuatan yang datang dari hadirat-Nya”, begitu bunyi doa
Rasulullah ketika tawaf sambil mengangkat tangan kanannya. Kemudian
mencium hajar aswad lalu berjalan cepat sambil mengelilingi Ka’bah.
Sebelumnya Rasulullah
dan para sahabat memang sempat khawatir bahwa kedatangan mereka kali inipun
akan tetap dihalangi orang-orang Quraisy. Namun Allah swt segera menurunkan
ayat-ayat yang isinya mengizinkan Rasulullah memerangi orang-orang
tersebut meski di tanah Mekah sekalipun. Karena menghalangi seseorang
menjalankan ibadah sama dengan menyebar fitnah.
” Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan
usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu
lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di
Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka
memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi
orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang“.(QS.Al-Baqarah(2):191-192).
Dan atas tekad kuat
kaum Muslimin, Allah swt memberikan ridho-Nya hingga Rasulullah dan para
sahabat dapat menjalankan ibadah tersebut tanpa hambatan. Tampak bahwa Allah
telah memasukkan rasa gentar dan takut kepada orang-orang Quraisy untuk
mengganggu kedatangan kaum Muslimin.