Perang ini adalah perang yang pertama
dilakukan umat Islam. Beberapa sejarahwan Muslim memasukkan perang ini sebagai
Perang Defensif atau perang yang dilaksanakan dalam rangka membela diri.
Sebagaimana kita ketahui permusuhan dan kebencian Musyrikin Mekah terhadap Islam
dari hari ke hari semakin memuncak. Hingga akhirnya umat Islam yang ketika
itu masih sedikit terpaksa meninggalkan Mekah, kota kelahiran mereka.
Termasuk Rasulullah sendiri. Mereka meninggalkan kota secara diam-diam hingga
tak secuilpun harta benda yang dapat dibawa.
Maka pada tahun kedua
Hijriyah, ketika Rasulullah mendengar kabar bahwa rombongan kafilah dagang Abu
Sufyan, pembesar Quraisy yang ketika itu amat memusuhi Islam, akan
melewati Madinah, beliaupun memerintahkan para sahabat untuk mencegatnya. Abu
Sufyan yang mendengar kabar tersebut kemudian mengirim utusan ke Mekah agar
segera melindunginya.
Namun Allah swt
berkehendak lain. Sebelum bala bantuan Quraisy datang, Abu Sufyan telah
berhasil meloloskan diri dan kembali ke Mekah, lengkap dengan kafilah
perniagaannya, secara utuh dan selamat. Sementara itu Abu Jahal, pemimpin
Quraisy yang kejam itu, meski telah dikabari bahwa Abu Sufyan dan rombongan
telah kembali dengan selamat, tetap berkeras memberangkatkan pasukannya. Tak
seoranpun pemimpin Quraisy yang mau tertinggal kecuali Abu Lahab. Mereka
membawa sekitar 1000 orang personil, lengkap dengan peralatan perang dan
perempuan-perempuannya. Adalah sudah menjadi tradisi orang Arab jahiliyah bahwa
ketika berperang mereka membawa sejumlah besar kaum perempuannya. Tujuannya tak
lain adalah sebagai penyemangat.
“Demi Allah, kami tidak akan pulang
sebelum tiba di Badr. Di sana kami akan tinggal selama tiga hari memotong
ternak, makan beramai-ramai dan minum arak sambil menyaksikan
perempuan-perempuan menyanyikan lagu-lagu hiburan. Biarlah seluruh orang Arab
mendengar tentang perjalanan kita semua dan biarlah mereka tetap gentar kepada
kita selama-lamanya.“ Demikian Abu Jahal dengan congkak
berujar.
Tampak disini bahwa
Allah menghendaki adanya perang. Karena perang adalah jauh lebih terhormat
daripada pencegatan atau perampokan, apapun alasannya.
Ibnu Ishaq
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw disertai 314 sahabat meninggalkan Madinah
dengan membawa 70 ekor unta. Setiap ekor unta ditunggangi secara bergantian
oleh dua atau tiga orang. Ini terjadi di suatu malam di bulan Ramadhan.
Pada suatu tempat di lembah Badr, Rasulullah kemudian
memerintahkan pasukannya untuk berhenti. Habbab bin Mundzir, salah satu sahabat
yang dikenal menguasai strategi dalam berperang kemudian bertanya : ”Ya
Rasulullah, apakah dalam memilih tempat ini anda menerima wahyu dari Allah swt,
yang tidak dapat diubah lagi? Ataukah berdasarkan tipu muslihat peperangan?”Rasulullah
saw menjawab: “Tempat ini kupilih berdasarkan
pendapatku pribadi”.
Mendengar itu Al-Habbab mengusulkan: “Ya
Rasulullah saw, jika demikian, ini bukan tempat yang tepat. Ajaklah pasukan
pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh, kita membuat kubu pertahanan
di sana dan menggali sumur-sumur di belakangnya. Kita membuat kubangan dan kita
isi dengan air hingga penuh. Dengan demikian kita akan berperang dalam keadaan
mempunyai persediaan air minum yang cukup, sedangkan musuh tidak akan
memperoleh air minum.“ berpikir Setelah berpikir sejenak kemudian
Rasulullah saw menjawab: “Pendapatmu sungguh baik.“
Singkat cerita, maka bertemulah kedua pasukan tersebut di lembah
Badr. Rasulullah memulai pertempuran tersebut dengan mengambil segenggam pasir
dan meniupkannya ke arah muka musuh seraya berkata : “Hancurlah
wajah-wajah mereka.“
Rasulullah kemudian
mengawasi pertempuran tersebut dari balik kemah yang didirikan tidak jauh dari
medan pertempuran. Pada Jum‘at 17-Ramadhan itu, dengan khusyu’ Rasulullah
terus berdoa. Memohon kepada Allah swt agar pasukan Muslim yang hanya
berjumlah 1/3 musuh dan tanpa perlengkapan senjata memadai itu dapat
memenangkan pertempuran. Diantara doa tersebut adalah sebagai berikut :
“Ya, Allah. Inilah kaum Quraisy yang datang dengan segala
kecongkakan dan kesombongan untuk memerangi Engkau dan mendustakan Rasul-Mu. Ya
Allah, tunaikanlah janji kemenangan yang telah Engkau berikan kepadaku. Ya,
Allah kalahkanlah mereka esok hari.“
Beliau terus memanjatkan do’a kepada Allah swt, dengan
merendahkan diri seraya menengadahkan kedua telapak tangannya ke atas. Air mata
menetes dari sudut kedua mata beliau hingga membasahi jenggot hingga Abu
Bakarpun trenyuh melihatnya. “ Ya Rasulullah, demi diriku yang
berada di tangan-Nya, bergembiralah. Sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi
janji yang telah diberikan kepadamu”.
Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa Rasulullah sempat pingsan
beberapa saat di dalam kemahnya. Namun begitu sadar kembali beliau berujar
kepada Abu Bakar: ” Hai, Abu Bakar, gembiralah,
pertolongan Allah swt telah datang kepadamu. Itulah Jibril memegang tali kekang
dan menuntun kudanya.“
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu,
lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan
kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”. Dan Allah tidak
menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan
agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS.Al-Anfal(8):9-10).
Allah swt mendukung kaum
Muslimin dengan mengirim bala bantuan tentara Malaikat yang tak terlihat oleh
mata biasa. Akhirnya peperangan dimenangkan oleh kaum Muslimin dengan suatu
kemenangan yang besar. Dari pihak kaum Musyrikin, terbunuh 70 orang dan yang
tertawan 70 orang. Abu Jahal, yang sering dijuluki sebagai Fir’aun oleh
Rasulullah, termasuk diantaranya. Sementara Abu Lahab, meninggal begitu
mendengar kekalahan tersebut. Ia diberitakan meninggal dalam keadaan
mengenaskan dengan penyebab yang tak jelas di kotanya sendiri, Mekah. Sedangkan
dari pihak Muslimin 14 orang syahid.
“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar,
padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah
kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan
kepada orang mu’min: “Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan
tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?”. Ya (cukup), jika kamu
bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu
juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai
tanda”.(QS.Ali Imran(3):123-125).
Tiba saatnya sekarang
bagi Rasulullah untuk memutuskan nasib para tawanan yang masih hidup dan
selamat. Rasulullah meminta pendapat para sahabatnya. Abu Bakar ra, mengusulkan
agar Rasulullah membebaskan para tawanan tersebut dengan syarat memakai
tebusan. Dengan harapan agar tebusan tersebut dapat menjadi pemasok kekuatan
material bagi kaum Muslimin yang memang masih lemah. Disamping itu juga
dimaksudkan agar para tawanan luluh hatinya hingga mau memeluk Islam.
Sebaliknya Umar Bin
Khathab ra, mengusulkan agar mereka dibunuh saja, karena mereka adalah tokoh
dan gembong kekafiran. Setelah mempertimbangkan kedua masukan tersebut akhirnya
Rasulullah memilih pendapat dan usulan Abu Bakar ra. Maka para tawananpun
dibebaskan. Tetapi beberapa saat kemudian turun ayat berikut :
“Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia
dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda
duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang
telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena
tebusan yang kamu ambil“. (QS Al-Anfal (8) : 67-68).
Imam Muslim meriwayatkan dari Umar bin Khathab ra, ia berkata :
“Aku masuk menemui Rasulullah saw, setelah beliau memutuskan penebusan tawanan.
Tiba-tiba aku dapati Rasulullah saw bersama Abu Bakar ra sedang menangis. Aku
bertanya, “Wahai Rasulullah saw ceritakanlah
kepadaku kenapakah anda dan sahabat anda menagis? Jika aku dapati alasan untuk
menangis maka aku akan menangis. Jika tidak ada alasan untuk menangis maka aku
akan memaksakan diri untuk menangis karena tangis anda berdua.” Jawab
Rasulullah saw: “Aku menangis karena usulan
pengambilan tebusan yang diajukan oleh sahabatmu kepadaku, padahal siksa mereka
telah diajukan kepadaku lebih dekat dari pohon ini(pohon di dekat
Nabi saw) .. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya :
“Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan
musuhnya di muka bumi..“, sampai firman Allah :“Maka makanlah dari sebagian
rampasan perang yang telah kamu ambil itu ….“
Artinya, Allah swt
sebenarnya tidak meridhoi keputusan Rasulullah membebaskan para tawanan dan
mengambil tebusan. Namun kemudian Allah memaafkan tindakan tersebut dengan
turunnya ayat 69 :
“Maka makanlah dari sebagian rampasan
perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan
bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. (QS Al-Anfal (8) : 69).
Sementara di luar sana
para sahabat berebut harta perang yang ditinggalkan musuh dan jumlahnya sangat
banyak. Ketika itu ayat tentang cara pembagian harta tersebut memang belum
turun. Ini adalah perang pertama bagi umat Islam. Merekapun akhirnya bertanya
kepada Rasulullah bagaimana cara pembagiannya. Maka turunlah ayat berikut :
“Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan
perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab
itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu,
dan ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang
beriman”. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal” (QS Al-Anfal (8) :1-2).
Itulah jawabnya. Allah
swt menyerahkan keputusan tentang hal ini kepada Rasulullah. Umat Islam
diperintahkan untuk lebih dahulu bertakwa kepada Allah swt dan memperbaiki
silaturahmi. Kemudian taat kepada keputusan Rasullullah.