Perasaan lega setelah
3 tahun lamanya di boikot secara ekonomi dan sosial tampaknya hanya berlangsung
sekejap saja. Karena pada tahun ke 10 kenabian Khadijah ra, istri tercinta yang
selama ini selalu setia mendukung, menyemangati, membesarkan dan menghibur
Rasulullah dalam menjalankan tugas maha berat itu jatuh sakit. Dan tak lama
kemudian Allah swtpun memanggil perempuan yang selama 25 tahun itu telah
menemani Rasulullah, sebagai istri satu-satunya, sebagai ibu dari 4 anak
perempuan dan 2 anak lelaki dari Rasulullah.
Betapa berdukanya Rasulullah saw. Bagaimanapun beliau adalah
manusia biasa yang membutuhkan pendukung, pendamping, penyemangat dan penghibur
dari orang yang dicintai dan mencintainya. Tugas yang diembannya adalah tugas
yang maha berat. Mengajak orang menuju kebenaran bukanlah hal ringan.
Orang-orang Quraisy terlalu keras kepala. Mereka suka berdebat namun dengan
tujuan hanya ingin mentertawakan dan melecehkan Rasulullah.
“Dan tatkala putra Maryam (Isa) dijadikan perumpamaan tiba-tiba
kaummu (Quraisy) bersorak karenanya. Dan mereka berkata: “Manakah yang lebih
baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)? Mereka tidak memberikan perumpamaan itu
kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum
yang suka bertengkar”.(QS.Az-Zukhruf(43):57-58).
Kedua ayat diatas menceritakan kembali kejadian ketika
Rasulullah di hadapan orang-orang, membacakan ayat 98 surat Al-Anbiya yang
mengatakan bahwa“Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu
sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya”.
Sontak, salah satu orang Quraisy itu menanyakan tentang nasib Isa as yang
disembah orang Nasrani, akankah ia menjadi kayu bakar neraka jahanam seperti
berhala sesembahan mereka.
Rasulullah terdiam dan orang-orang Quraisy itupun
menertawakannya. Padahal ayat diatas sebenarnya hanya ditujukan kepada
sesembahan mereka bukan Isa as. Selanjutnya mereka kembali bertanya mana lebih
baik, sesembahan mereka atau Isa Al-Masih. Maka dengan turunnya ayat 57 dan 58
diatas, Rasulullahpun menjadi faham bahwa pertanyaan mereka tidak perlu ditanggapi.
Menjadi utusan Allah memang perlu kesabaran extra. Hanya dengan
pertolongan-Nya saja para utusan ini dapat menyelesaikan misinya. Nabi Adam,
nabi Nuh, nabi Yunus, nabi Ibrahim, nabi Daud, nabi Musa dan juga nabi-nabi
lain suatu saat pernah berbuat ‘kesalahan’ di dalam pandangan-Nya. Begitupun
nabi Muhammad saw. Sebagaimana seorang utusan Allah yang memiliki tanggung
jawab tinggi, beliau begitu menginginkan agar dakwahnya mendapat sambutan.
Suatu hari ketika beliau sedang berdakwah di hadapan para pembesar
Quraisy tiba-tiba datang seorang sahabat dan langsung menanyakan sesuatu. Tentu
saja kehadiran sahabat tersebut mengganggu jalannya pertemuan. Maka
Rasulullahpun tidak menanggapinya dan tanpa sengaja air mukanya agak berubah.
Namun ternyata Allah swt tidak ridho terhadap reaksi beliau dan langsung
menegurnya.
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan
berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali
ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). atau dia (ingin) mendapatkan
pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfa’at kepadanya? Adapun orang yang
merasa dirinya serba cukup maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan)
atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang
datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran) sedang ia takut
kepada (Allah) maka kamu mengabaikannya“. (QS.Abasa(80):1-10).
Betapa menyesalnya
Rasulullah. Ini bukanlah kebiasaan dan sifatnya. Beliaupun segera bertaubat.
Menghadapi hal-hal seperti ini biasanya beliau tumpahkan isi hatinya kepada
istrinya tercinta yang selalu bisa menghiburnya. Ini yang membuat beliau merasa
begitu kehilangan.
Apalagi ketika
beberapa bulan kemudian, Abu Thalib, paman yang selama ini selalu melindunginya
juga wafat. Rasulullah tak dapat membayangkan apa yang bakal diperbuat
orang-orang Quraisy terhadap dirinya tanpa perlindungan Abu Thalib. Namun yang
juga membuat diri Rasulullah gundah adalah sikap Abu Thalib. Pamannya ini
walapun selalu melindungi beliau namun ia sendiri sebenarnya tidak pernah mengucap
syahadat.
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada
orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang
dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk”. (QS.Al-Qashash (28):56).
Abu Hurairah ( dan Sa’id bin Musayyab ) menerangkan bahwa
ayat diatas diturunkan berkenaan dengan Abu Thalib ketika mendekati
ajalnya. Ia didatangi Rasulullah. Di sisinya ada Abu Jahal dan Abdillah bin Abu
Umayah. Rasul bersabda : “ Wahai paman, ucapkanlah La ilaha
illallah . Kalimat ini akan kujadikan argument di akhirat kelak bahwa kau
adalah orang beriman”. Namun Abu Jahal dan Abdillah
menentang. “ Hai Abu Thalib, apa kau akan
meninggalkan agama Abdul Muththalib?”. Hal ini terjadi
berulang kali hingga pada hembusan nafas terakhirnya, Abu Thalib bersaksi tetap
pada agama Abdul Muththalib. Rasul sungguh sedih dan berkata :
“ Aku akan terus meminta ampunan untukmu paman sebelum Allah melarang hal ini”.
( HR Bukhari, Muslim dan Tirmidzi).
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman
memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang
musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya
orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam”.
(QS.At-Taubah(9):113
Ketika itu ayat di
atas memang belum turun. Itu sebabnya Rasulullah berani berkata demikian. Di
kemudian hari tahun dimana Khadijah dan Abu Thalib wafat dinamakan Tahun Duka
Cita atau ‘Amul Huzni.
Kekhawatiran dan dugaan
Rasulullah tidak salah. Begitu keduanya wafat, kebencian dan permusuhan
orang-orang Quraisy terhadap Islam makin menjadi. Berbagai penghinaan dan
kekerasan makin meningkat. Niat untuk menyingkirkan Rasulullah yag dulu pernah
terhalang karena perlindungan Abu Thalib kini makin tampak nyata. Berbagai cara
mereka coba, diantaranya dengan kekuatan tenung dan hipnotis.
“ Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir
menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al
Qur’an dan mereka berkata: “Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang
gila”. (QS.Al-Qalam (68):51).
Orang-orang Arab pada
masa lalu adalah masyaratat jahiliyah. Ketika mereka merasa tidak senang atau
membenci sesuatu mereka terbiasa menggunakan kekuatan pandangan mata atau apa
yang sekarang biasa di sebut Hipnotis untuk mengalahkan lawannya. Ini yang
hendak mereka lakukan terhadap Rasulullah. Namun melalui ayat 67 surat
Al-Maidah Allah menjanjikan bahwa kekuatan tersebut tidak akan mempan terhadap
diri Rasulullah. Oleh karenanya Rasulullah yang semula selalu didampingi para
sahabat ketika berdakwah menyuruh para sahabat untuk membiarkannya seorang diri
tanpa kawalan ketat.
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari
Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti)
kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan)
manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir”.(QS. Al Maidah(5):67).
“ Bahkan mereka mengatakan: “Dia adalah seorang penyair yang
kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya”.(QS.At-Thur (52):30).
Ibnu Abbas menegaskan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
kaum Quraisy yang berkumpul di Darun Nadwah sambil membicarakan Rasulullah.
Salah satu dari mereka berkata : “ Ikat dan penjarakan saja ia hingga
mati seperti para ahli syair yang juga temannya terdahulu, Zuhair dan
an-Nabighah”.( HR Ibnu Jarir).
Sungguh betapa
pedihnya hati Rasulullah. Kemana beliau harus mencari perlindungan? Namun
dengan turunnya ayat berikut hati Rasulullah agak lega. Karena paling tidak
bukan diri dan pribadinyalah yang dimusuhi melainkan tugasnya sebagai Rasul
Allah, seperti juga rasul-rasul lain yang selalu didustakan. Tugas para rasul
hanyalah menyampaikan, Allah yang menentukan siapa yang mau mengikuti petunjuk
dan mempercayai peringatan-Nya.
“ Sesungguhnya, Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka
katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka
sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu
mengingkari ayat-ayat Allah. Dan sesungguhnya telah didustakan (pula)
rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan
penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami
kepada mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat
(janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari
berita rasul-rasul itu.Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat
bagimu, maka jika kamu dapat membuat lobang di bumi atau tangga ke langit lalu
kamu dapat mendatangkan mu`jizat kepada mereka, (maka buatlah). Kalau Allah
menghendaki tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu
janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil”.(QS.Al-An’am(6):33-35).
Namun demikian
Rasulullah menyadari bahwa dakwah harus dijalankan secara maksimal. Manusia
harus berusaha mencari jalan bagaimana mengajak kepada kebaikan. Situasi dan
kondisi kota Mekah tanpa adanya perlindungan dari seseorang yang memiliki
wibawa dan pengaruh kuat terhadap masyarakat akan sangat sulit.
Rasulullah akhirnya
memutuskan menuju Tha’if, kota peristirahatan sejuk di lembah pegunungan Asir
dimana sebagian pembesar Mekah melewatkan waktu santainya. Di kota berjulukan
‘Qoryatul Muluk’ atau desa para raja yang berjarak 70 km ( sumber lain
mengatakan hingga 120 km lebih) dari Mekah inilah Rasulullah akan mencari
perlindungan dan dukungan dari bani Tsaqif. Siapa tahu dalam keadaan santai
hati mereka bisa lebih lunak dan lembut sehingga ayat-ayat Allah bisa lebih
mengena, begitu pikir Rasulullah. Maka berangkatlah beliau dengan ditemani Zaid
bin Haritsah. Sepuluh hari lamanya mereka menetap di Tha’if.
Tetapi apa yang
terjadi sungguh menyakitkan. Selama sepuluh hari itu tak satu orangpun mau
mendengarkan ajakan beliau. Para pembesar itu tidak hanya menolak ajakan
Rasulullah dengan kasar namun bahkan memerintahkan para preman dan budak untuk
melempari beliau dengan batu hingga mengakibatkan luka-luka di kedua kaki
beliau. Zaid berusaha melindungi tetapi kewalahan dan malah terluka di
kepalanya.
Orang-orang biadab
tersebut terus mengejar Rasulullah hingga mereka berdua sampai di sebuah kebun
anggur milik Uqbah bin Rabi’ah. Ditempat ini barulah mereka berhenti dan
membiarkan Rasulullah berlindung. Betapa sedih dan kecewanya Rasulullah hingga
beliau akhirnya berdoa, mengadukan perasaan dan kegundahan hati beliau sebagai
berikut ini :
Ya Allah… Kepadamu aku
mengadukan kelemahan kekuatanku,
Dan sedikitnya
kemampuanku,
Serta kehinaanku dihadapan manusia.
Wahai Sebaik-baik
pemberi kasih sayang,
Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Engkau adalah
Tuhanku.
Kepada siapakah Engkau
serahkan diriku,
Kepada orang yang jauh
yang menggangguku,
Atau kepada musuh yang akan menguasai urusanku,
Asalkan Engkau tidak
marah padaku maka tiadalah keberatan bagiku,
Akan tetapi
kemurahan-Mu jauh lebih luas bagiku.
Aku berlindung dengan Cahaya Wajahmu yang akan menerangi
seluruh kegelapan,
Dan yang akan
memberikan kebaikan segala urusan dunia dan akhirat,
Untuk melepaskan aku
dari Marah-Mu,
Atau menghilangkan Murka-Mu dariku.
Hanya pada-Mu aku
merintih berharap mendapatkan Keridloan-Mu,
Dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Mu.
Begitu khusuknya
beliau berdoa hingga tidak menyadari bahwa ternyata dua anak Rabi’ah
memperhatikan apa yang dilakukan Rasulullah. Tampak jelas bahwa Sang Khalik
sangat tersentuh dengan doa khusuk hamba-Nya yang sedang berduka tersebut
hingga Ia kemudian berkenan menggerakkan hati si pemilik kebun untuk menyuruh
pelayannya yang bernama Addas, seorang pemeluk Nasrani yang taat, agar
mengambilkan buah anggur untuk diberikan kepada Rasulullah dan Zaid.
Rasulullahpun mengulurkan tangannya seraya mengucapkan : “Bismillahirohmanirohim”.
Mendengar itu Addas bertanya: “ Demi
Allah, kata-kata itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk daerah ini”. Maka
terjadilah percakapan antara Rasulullah dengan Addas. Akhirnya Rasulullah
menerangkan bahwa beliau adalah utusan Allah, sama dengan utusan-utusan yang
dulu pernah dikirim-Nya. Seketika itu juga Addas berlutut di hadapan
Rasulullah, lalu mencium kepala, kedua tangan dan kedua kaki Rasulullah hingga
Rasulullah terharu dibuatnya.
Beliau teringat pada
janji Allah bahwa Ia akan selalu melindunginya. Tetapi bentuk perlindungan itu
bukan berarti beliau bakal bebas dari hinaan dan cacian sebagaimana juga
rasul-rasul lain. Namun perlindungan itu dari segala bentuk kejahatan
seperti pengaruh hipnotis, makar dan pembunuhan yang beresiko menggagalkan
perkembangan Islam. Hinaan dan cacian memang membuat beliau sedih namun Allah
swt telah memberinya jalan untuk mengatasi hal tersebut,yaitu dengan shalat dan
doa.
“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi
sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan maka bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat) dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)”.(QS.Al-Hijr(15):97-99).
Namun demikian Allah swt ternyata tetap mengutus malaikat Jibril
untuk menemui beliau, “ Sesungguhnya Allah mendengar
perkataan kaummu terhadapmu dan Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung
untuk engkau perintahkan sesukamu”.
Kemudian malaikat gunungpun datang dan berseru : “
Wahai Muhammad ! Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabbmu telah mengutusku
kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu. Jika engkau suka, aku bisa
membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka”.
“Aku bahkan menginginkan semoga Allah
berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah
semata, tidak menyekutukannya dengan sesuatupun”, itulah
jawaban Rasulullah. Betapa mulianya beliau. Tak tampak kebencian dan keinginan
balas dendam terhadap kaum yang telah berbuat keji kepada beliau.
Selanjutnya dalam
perjalanan menuju Mekah, Rasulullah mampir terlebih dahulu disuatu tempat.
Ditempat ini beliau mendirikan shalat dan membaca Al-Quranul Karim. Ketika
itulah sekumpulan jin mendengar ayat-ayat Allah dan kemudian merekapun beriman.
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan
serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Qur’an, maka tatkala mereka
menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: “Diamlah kamu (untuk
mendengarkannya)”. Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya
(untuk) memberi peringatan “.(QS.Al-Ahqaf(46):29).
Rasulullah sempat
mengalami kesulitan untuk masuk kembali ke Mekah. Baru setelah mendapat jaminan
perlindungan dari Muth’am bin Adi, Rasulullah dapat memasuki kembali kota
dimana beliau dilahirkan dan dibesarkan itu dengan aman.
Tiba di Mekah, tanpa
mengenal lelah Rasulullah kembali berdakwah mengajak kaum Quraisy untuk
menyembah hanya kepada Allah. Namun mereka menjawab bahwa bila mereka
mengikuti Rasullah mereka khawatir akan diusir dari Mekah.
“ Dan mereka berkata: “Jika kami mengikuti petunjuk bersama
kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami”. Dan apakah Kami tidak
meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang
didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk
menjadi rezki (bagimu) dari sisi Kami?. Tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui”.(QS.Al-Qashash(28):57).
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta`atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.(QS.Ali
Imran(3):31-32).