Umar dan Surga
Diriwayatkan
dari Sa’id bin Zain bin Amr bin Nufail, Rasulullah saw bersabda, “Ada sepuluh
orang dari kaum Quraisy yang akan berada di surga. Aku di surga, Abu Bakar di
surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, az-Zubair di surga,
Thalhah di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Sa’d bin Abi Waqash di surga,”
Sa’id pun berhenti sejenak, hingga para sahabat yang menyimak bertanya, “Siapa
yang kesepuluhnya?” Sa’id pun menjawab, “Aku.”
Diriwayatkan dari Said bin al-Musayyib bahwa Abu
Hurairah berkata, ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda,
“Sewaktu
tidur aku bermimpi seolah-olah aku sedang berada di surga. Kemudian aku melihat
seorang wanita sedang berwudhu di sebuah istana (surga), maka aku pun bertanya,
‘Milik siapakah istana ini?’ Wanita-wanita yang ada di sana menjawab, ‘Milik
Umar.’ Lalu aku teringat dengan kecemburuan Umar, aku pun menjauh (tidak
memasuki) istana itu.” Umar radhiallahu ‘anhu menangis dan berkata, “Mana
mungkin aku akan cemburu kepadamu wahai Rasulullah.”
Meski telah dijamin masuk surga tidak berarti Umar
lengah dan bersantai-santai dengan perbuatannya. Bukti-bukti begitu banyak akan
keseriusan Umar dalam hal tersebut. Salah satu mengapa ia begitu serius dalam
menjalankan pemerintahan tak lepas dari hadist berikut,
“Dari
Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW, ia bersabda, ‘Ada tujuh kelompok orang
yang dinaungi oleh Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya,
yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang mengisi hari-harinya dengan
ibadah, seseorang yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang yang saling
mencintai karena Allah di mana keduanya bertemu dan berpisah karena Allah,
seorang yang dibujuk berzina oleh lawan jenis yang berpangkat dan rupawan lalu
menjawab, ‘Aku takut kepada Allah,’ seseorang yang bersedekah diam-diam
sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan tangan kanannya,
dan seseorang yang berzikir di kesunyian dengan menitikkan air mata,’” (HR
Bukhari dan Muslim).
Juga kisah betapa sang khalifah mencari Uwais
Al-Qarni, seorang pemuda biasa, demi mendapatkan doa darinya. Hal ini dilakukan
karena Umar pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Apabila kalian bertemu
dengan Uwais Al-Qarni, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit,
bukan bumi. Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia perhatikanlah ia mempunyai
tanda putih di tengah telapak tangannya.”
Dikisahkan dari hadis Riwayat Muslim dari Ishak bin
Ibrahim, Uwais Al-Qarni adalah seorang pemuda fakir dan yatim, yang tinggal di
negeri Yaman. Ia hidup pada zaman Rasulullah, bersama ibunya yang lumpuh dan
buta. Sedangkan Uwais sendiri mempunyai penyakit sopak, penyakit semacam
kekurangan pigmen yang membuat kulit sekujur tubuhnya belang-belang.
Uwais bekerja sebagai penggembala domba dengan hasil
usaha yang hanya cukup untuk makan ibunya sehari-hari. Namun demikian Uwais
dikenal seorang yang taat beribadah dan sangat patuh pada ibunya. Bahkan demi
memenuhi keinginan ibunya berhaji ia rela membopong ibunya dari Yaman ke Mekah.
Selanjutnya sepulang haji Allah swt memberi kesembuhan penyakit sopaknya. Yang
tertinggal hanya tanda putih di telapak tangannya.
Namun ada satu hal yang sangat didambakannya
yaitu bertemu Rasulullah yang amat dicintainya. Yang saking cintanya ketika
mendengar gigi Rasulullah patah karena dilempari batu oleh kaum Thaif yang
enggan diajak dalam dakwahnya, Uwaispun segera mematahkan giginya dengan
batu.
Hingga suatu hari karena rindu yang tak tertahankan,
ia mendekati ibunya, memohon izin agar diperkenankan pergi menemui Rasulullah
di Madinah. Ibunyapun mengizinkannya. Sayang ketika Uwais tiba di Madinah,
Rasulullah sedang bepergian dan hanya bertemu umirul mukminin Aisyah ra. Ia
sangat ingin menunggu namun teringat pesan ibunya agar tidak berlama-lama
meninggalkannya dan cepat kembali ke Yaman. Akhirnya, karena ketaatannya kepada
ibunya, Uwais memutuskan untuk pulang dan mengubur keinginan menggebunya
berjumpa Rasulullah.
Sementara itu Umar tidak pernah melupakan pesan
Rasulullah tentang Uwais. Setiap datang rombongan kafilah dagang dari Yaman
Umar selalu menanyakan keberadaan Uwais. Umar baru menemukan Uwais
setelah beberapa waktu menjadi khalifah. Dan berkat tanda di tapak tangan yang
disisakan Allah swt, Umar dapat mengenalinya dan memohonnya agar mau mendoakan
dan mintakan ampunan Allah untuk dirinya. Umar tidak pernah merasa lebih baik
dari pemuda biasa.
Syahidnya Umar.
Umar wafat pada bulan Muharram tahun 644 M setelah 10
tahun berkuasa. Ia ditikam menjelang siap mengimami shalat Subuh di masjid
tempat ia biasa shalat, di Madinah. Pembunuhnya adalah Abu Lukluk, orang Persia
yang dibawa ke Madinah paska penaklukkan Persia. Padahal selama itu Umar
memperlakukannya dengan sangat baik meski ia seorang budak. Abu Lukluk
melarikan diri setelah menikam Umar sambil menikam siapa saja yang
menghalanginya, hingga mengenai 13 jamaah, 7 diantaranya meninggal. Ada sumber
yang mengatakan setelah itu ia bunuh diri dengan cara menikamkan belati beracun
yang sama ke tubuhnya sendiri.
Pembunuhan tersebut dilatar-belakangi rasa sakit hati
atas kekalahan Persia yang kala itu merupakan negara adidaya. Namun sebagian
sumber menyatakan pembunuhan tersebut adalah konspirasi yang dirancang
musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi dan Persia. Diantaranya adalah Hormuzan,
mantan panglima Persia yang masuk Islam di hadapan khalifah Umar paska
kekalahan pasukannya, kemudian ia menetap di Madinah.
Ubaidillah putra Umar kemudian membunuhnya sebagai
balas kematian ayahnya. Namun ternyata tidak semua sahabat menyetujui perbuatan
Ubaidillah, termasuk Ali bin Abi Thalib. Meski sebenarnya kesaksian dari
Abdur-Rahman bin Abu Bakar dan Abdur-Rahman bin Auf cukup untuk membela
perbuatan Ubaidillah. Anehnya lagi, pemeluk Syiah, hingga detik ini, malah
menjadikan si pembunuh sebagai pahlawan.
Peristiwa pembunuhan Umar telah diprediksi Rasulullah
dalam hadist berikut: “Nabi saw naik ke Uhud bersamanya Abu Bakar, Umar dan
Utsman. Tiba-tiba gunung berguncang. “Tenanglah Uhud!”, lalu nabi menghentakkan
kakinya, “Tidaklah di atasmu melainkan seorang Nabi, As-Siddiq dan dua orang
syahid.” (HR Bukhari).
Dua orang syahid tersebut adalah Umar bin Khattab dan
Ustman bin Affan, khalifah pengganti Umar. Umar sendiri pernah berdoa memohon
agar ia mati syahid di tanah Arab.
Umar dikebumikan disamping makam Rasulullah dan Abu
Bakar di Raudhah setelah mendapatkan izin dari umirul Mukminin Aisyah ra, yang
sebenarnya menginginkan tempat terhormat tersebut untuk dirinya sendiri.
Umar meninggalkan wasiat agar kekhalifahan diambil
dari hasil musyawarah 6 sahabat pilihan yaitu Ustman bin Affan, Ali bin Thalib,
Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurahman bin Auf serta Saad bin
Waqqash. Dan ternyata musyawarah memutuskan Ustman bin Affan sebagai
khalifah ke 3, menggantikan Umar. Dunia Islam sungguh berduka atas kehilangan
khalifah yang amat dicintai dan dihormati seluruh rakyatnya itu.
Diriwayatkan dari Ibnu Mulaikah, dia pernah mendengar
Abdullah bin Abbas berkata, “Umar radhiallahu ‘anhu ditidurkan di atas kasurnya
(menjelang wafatnya), dan orang-orang yang berkumpul di sekitarnya mendoakan
sebelum dipindahkan, ketika itu aku hadir di tengah orang-orang tersebut. Aku
terkejut tatkala seseorang memegang kedua pundakku dan ternyata ia adalah Ali
bin Abi Thalib. Kemudian Ali berkata (memuji dan mendoakan Umar seperti
orang-orang lainnya), “Engkau tidak pernah meninggalkan seseorang yang dapat
menyamai dirimu dan apa yang telah engkau lakukan. Aku berharap bisa menjadi
sepertimu tatkala menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demi Allah, aku sangat
yakin bahwa Allah akan mengumpulkanmu bersama dua orang sahabatmu (Rasulullah
dan Abu Bakar)”.
Wallahu’alam
bish shawwab.