Saad bin Abi Waqqash adalah 1 dari 10
sahabat yang dijamin surga. Ia lahir dari keluarga bangsawan Quraisy yang kaya
raya. Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin Abdi Manaf adalah paman Rasulullah
SAW meski usianya jauh lebih muda, ia lahir di Mekkah pada tahun 595 M. Wuhaib
adalah kakek Sa’ad sekaligus paman dari Aminah binti Wahab, ibunda
Rasulullah.
“Aku
adalah orang ketiga yang paling dulu masuk Islam, dan aku adalah orang yang
pertama kali memanah musuh di jalan Allah”, demikianlah Sa’ad yang sejak
muda belia hobby memanah memperkenalkan dirinya dengan bangga. Hobby yang mampu
mengajarkan bahwa hidup harus mempunyai target dan tujuan yang jelas. Dengan
tepat Sa’ad mampu melepas 8 anak panah sekaligus ke 8 sasaran yang berbeda. Tak
salah bila ia dikenal sebagai pemuda yang serius, cerdas dan tenang. Sungguh
benar apa yang dikatakan Rasulullah saw,
Rasulullah
SAW bersabda, “Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang, dan
memanah”. (HR Bukhari dan Muslim). Sementara, dalam kesempatan lain,
Rasullullah bersabda, “Lemparkanlah (panah) dan tunggangilah (kuda).”(HR
Muslim).
Karakternya inilah yang berhasil membukakan pintu
Islam baginya. Disamping tentunya karena ia telah mengenal pamannya yang
dikenal jujur dan amanah. Sa’ad sudah sering bertemu Rasulullah sebelum beliau
diutus menjadi nabi. Abu Bakar yang memperkenalkan Islam padanya. Ia langsung
menerima ajakan sahabat nabi tersebut. Padahal ketika itu ia baru berusia 17
tahun, usia dimana jiwa sering memberontak demi menunjukkan jati dirinya. Sa’ad
menyatakan keislamannya bersama beberapa orang sahabat lainnya yaitu Utsman bin
Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam yang ketika itu berusia 16 tahun
serta Thalhah bin Ubaidillah di usia 14 tahun.
Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat
kepada ibu yang sangat ia cintai dan hormati. Dan ibunya, seorang pemeluk setia
agama nenek moyangnya yang menjadikan berhala sebagai sesembahan, tahu benar
hal tersebut. Itu sebabnya ketika mengetahui Sa’ad memeluk Islam ia mogok
makan dengan harapan putranya luluh dan mau membatalkan keislamannya demi
sang ibu tercinta.
Namun
apa yg dikatakan Saad?
“Wahai
Ibu, demi Allah, andai engkau memiliki tujuh puluh nyawa yang keluar satu
demi satu, maka aku tetap tidak akan meninggalkan agamaku untuk
selama-lamanya.”
Mendengar keteguhannya, akhirnya ibunyapun pasrah. Tak
salah bila kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Sa’ad sebagai orang
yang menyebabkan turunnya ayat 15 surat Lukman sbb:
“Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”
Setelah
memeluk Islam, dengan kekuatan fisiknya Saad berjuang gigih membela ajarannya.
Ditambah dengan akal yang selalu diasah mengantarkannya ke puncak karirnya,
dengan izin Allah swt tentunya. Rasulullah SAW sangat bangga atas
keberanian, kekuatan serta ketulusan iman keponakannya tersebut. Tak jarang
nabi bersabda, “Ini adalah pamanku, perlihatkan kepadaku paman kalian!”
“Lepaskanlah panahmu, wahai Sa’ad! Tebusanmu adalah ayah dan ibuku!” kata
Rasulullah saat Perang Uhud.
Sa’ad bin Abi Waqqash juga dikenal sebagai seorang
sahabat yang doanya senantiasa dikabulkan Allah SWT. Qais meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw pernah bersabda, “Ya Allah, kabulkanlah Sa’ad jika dia berdoa.”
“Ya Allah, tepatkanlah lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya,”. Abdurrahman
bin Auf menjuluki Sa’ad bin Abi Waqqash dengan singa yang menyembunyikan
kukunya.
Meski demikian, Sa’ad adalah orang yang sering
menangis karena takut kepada Allah. Setiap kali mendengar Rasulullah memberi
nasihat dan berkhutbah di hadapan para sahabat, maka air matanya selalu
berlinang.
Ia
tergolong ke dalam orang-orang yang pertama masuk Islam atau Assabiqunal
Awwalun. Suatu hari di hadapan para sahabat, Rasulullah berujar, “ Sesaat
lagi akan datang kepada kalian seorang laki-laki penduduk surga,” tutur
Rasulullah.
Tak lama, muncul Sa’ad bin Abi Waqqash bergabung
dengan para sahabat. Abdullah bin Amr bin ‘Ash suatu hari meminta Sa’ad agar
mau menunjukkan ibadah dan amalan istimewa apa yang kira-kira dapat menyebabkan
Rasulullah menyebutnya sebagai penghuni surga.
“Tidak
lebih dari amal ibadah yang biasa kita lakukan. Namun, aku tidak pernah
menyimpan dendam maupun niat jahat kepada siapapun,” kata Sa’ad.
Sa’ad pernah menjabat sebagai penglima perang bersama
Khalid bin Walid ra dalam penaklukan Persia dan membebaskan ibu kotanya, Kisra.
Ia juga pernah menjadi amir (gubernur) di Kufah Persia. Pada tahun 651M,
khalifah Ustman bin Affan ra mempercayakan Sa’ad sebagai duta negara untuk
tanah Tiongkok. Ia menjalankan tugas tersebut dengan sangat baik hingga ajaran
Islampun mampu menyebar di negri tirai bambu tersebut. Sa’ad diterima kaisar
Gaozong, penguasa Dinasti Tang saat itu dengan tangan terbuka.
Lui Tschih seorang penulis Muslim China yang hidup
pada abad 18 , dalam karyanya Chee Chea Sheehuzoo (Perihal Kehidupan Nabi)
menuliskan bahwa Islam dibawa ke China oleh rombongan yang dipimpin Saad bin
Abi Waqqas.
Catatan lain menyebutkan, Islam pertama kali datang ke
China dibawa oleh Sa’ad bin Abi Waqqas yang datang dari Abyssinia (sekarang
Etiopia), bersama 3 sahabat lainnya pada 616 M. Sa’ad kemudian kembali lagi ke
China 21 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Utsman bin Affan. Ia datang
dengan membawa salinan Alquran.
Utsman pada masa kekhalifahannya memang menyalin
Alquran dan menyebarkannya ke berbagai tempat, demi menjaga kemurnian kitab
suci tersebut. Pada kedatangannya yang kedua tersebut, Sa’ad berlayar melalui
Samudera Hindia ke Laut China menuju pelabuhan laut di Guangzhou. Dari sana
kemudian ia berlayar ke Xi’an melalui rute yang kemudian dikenal sebagai Jalur
Sutera.
Sa’ad datang dengan membawa hadiah dan diterima dengan
hangat oleh kaisar Dinasti Tang, Gaozong (650-683). Namun Islam sebagai agama
tidak langsung diterima oleh sang kaisar. Setelah melalui proses penyelidikan,
sang kaisar kemudian memberikan izin bagi pengembangan Islam yang dirasanya
cocok dengan ajaran Konfusius.
Namun sang kaisar merasa bahwa kewajiban shalat lima
kali sehari dan puasa sebulan penuh terlalu keras baginya hingga akhirnya ia
tidak jadi memeluk Islam. Meski demikian, ia mengizinkan Sa’ad bin Abi Waqqas
dan para sahabat untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat di Guangzhou.
Sa’ad kemudian menetap di Guangzhou dan ia mendirikan
Masjid Huaisheng yang menjadi salah satu tonggak sejarah Islam paling berharga
di China. Masjid ini menjadi masjid tertua yang ada di daratan China dan
usianya sudah melebihi 1300 tahun. Masjid ini terus bertahan melewati berbagai
momen sejarah China dan saat ini masih berdiri tegak dan masih seindah dahulu
setelah diperbaiki dan direstorasi.
Masjid Huaisheng ini kemudian dijadikan Masjid Raya
Guangzhou Remember the Sage, atau masjid untuk mengenang Nabi Muhammad SAW.
Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Guangta, karena masjid dengan menara
elok ini letaknya di jalan Guangta.
Sejarah mencatat, hari-hari terakhir Sa’ad bin Abi
Waqqash adalah ketika ia memasuki usia 80 tahun. Dalam keadaan sakit, Sa’ad
berpesan kepada para sahabatnya agar ia dikafani dengan jubah yang digunakannya
dalam Perang Badar, perang kemenangan pertama untuk kaum Muslimin.
Sa’ad menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 55
H di Madinah, dengan meninggalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia
dimakamkan di pemakaman Baqi’, makamnya para syuhada. Namun pendapat lain
mengatakan bahwa Saad meninggal di Guangzhou, China dimana ia menghabiskan sisa
hidupnya, Sebuah pusara di kota tersebut diyakini sebagai makamnya.
Meski tidak diketahui secara pasti dimana Saad bin Abi
Waqqas meninggal dan dimakamkan dimana, namun dipastikan ia memiliki peranan
penting terhadap perkembangan Islam di China. Hikmah yang dapat kita ambil dari
keberhasilan dakwah Sa’ad, yaitu pentingnya menguasai Bahasa dan adat kebiasaan
penduduk negara yang dituju. Tak pelak lagi, Sa’ad bin Abi Waqqash ra selain
seorang panglima besar juga adalah seorang diplomat ulung sejati.
Wallahu’alam
bish shawwab.