Menunda Pembagian Warisan

 

Pada dasarnya, pembagian warisan dianjurkan untuk segera dilakukan, karena bagaimana pun hal tersebut adalah hak para ahli waris. Penyerahan harta waris kepada yang berhak dapat dianalogikan sebagaimana amanat yang harus segera ditunaikan kepada pemiliknya sebagaimana firman Allah swt dalam surah an-Nisa (4) ayat 58,

إِنَّ ٱللهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا [النسآء، 4: 58].

Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat [Q.S. an-Nisa (4) ayat 58].

Bahkan jika ada anggota keluarga yang menghalangi atau tidak setuju jika harta warisan segera dibagikan, KHI (Kompilasi Hukum Islam) Pasal 188 melindungi hak ahli waris untuk meminta pembagian harta warisan dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 188.

Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada di antara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta warisan.

Terlepas dari hak menerima warisan tersebut, adat istiadat (urf) yang ada dalam masyarakat juga perlu dijadikan sebagai pertimbangan hukum. Dalam hal ini, di Indonesia sudah menjadi kebiasaan bahwa warisan akan dibagikan ketika kedua orang tua sudah meninggal.

Pembagian warisan memang ada baiknya untuk dirundingkan secara kekeluargaan mengenai kapan akan dibagikan dan berapa jumlah bagian masing-masing. Penundaan pembagian warisan atau pembagian warisan segera dilakukan, sebaiknya menjadi keputusan dan kesepakatan bersama antar keluarga ahli waris. Jika secara kekeluargaan tidak bisa dirundingkan atau menemui jalan buntu, barulah menggunakan ayat-ayat kewarisan sebagai solusi akhir, bahkan jika terpaksa harus melalui jalur hukum di pengadilan.

Perlu menjadi perhatian pula bahwa penundaan pembagian warisan ini tidak boleh sampai berlarut-larut. Hal ini sebagaimana kaidah bahwa hal yang bersifat darurat itu diperbolehkan sekedarnya saja.

الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ المحْظُوْرَات

Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang.”

Dalil Kaedah

Allah Ta’ala berfirman,

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ

Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.” (QS. Al Baqarah: 173).

Sebagai kesimpulan singkat, bahwa pembagian warisan ini sebaiknya dirundingkan secara kekeluargaan antar ahli waris. Meskipun dianjurkan untuk segera dibagikan, pembagian harta warisan ini boleh untuk ditunda dengan syarat kerelaan atau persetujuan dari para ahli waris untuk kemaslahatn. Selain itu, penundaan ini juga tidak boleh berlarut-larut.

Semakin lama dilakukan penundaan dalam pembagian harta waris, maka akan semakin besar potensi pertikaian antar saudara.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda berkaitan dengan hak waris :

 

أَلْحِقُوْاْ الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا

“Serahkanlah bagian kepada para pemiliknya” [HR Bukhari dan Muslim]

Wallahu a‘lam bish–shawab.

Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama