“Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin
dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah
ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi
mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS.At-Taubah(9):100).
“Dan orang-orang
yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah (
Muhajirin), dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi
pertolongan ( Anshor kepada orang-orang Muhajirin), mereka itulah
orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki
(ni`mat) yang mulia”.(QS.Al-Anfal(8):74).
Orang-orang muhajirin adalah orang-orang yang hijrah
dari Mekah ke Madinah pada masa kerasulan saw 14 abad silam. Mereka adalah
sahabat-sahabat sejati Rasulullah, diantaranya para cikal bakal khalifah yaitu
Ustman bin Affan ra, Umar bin Khattab ra, Abu Bakar ra dan Ali bin Abu Thalib
ra.
Sementara orang-orang anshar adalah penduduk Madinah
yang pada masa kerasulan ridho menerima kedatangan orang-orang muhajirin yang
terpaksa meninggalkan kota kelahiran mereka tercinta yaitu Mekah untuk menuju
Madinah. Orang-orang anshar terdiri atas 2 suku yaitu suku Aus dan suku Khazraj
yang sebelum kedatangan Islam selalu bertikai. Mereka berbondong-bondong mulai
memeluk Islam berkat adanya Bai’at ( sumpah setia atau ikrar) Aqabah. Bai’at
inilah yang menjadi perintis jalannya hijrah.
Bai’ait Aqabah terjadi pada tahun ke dua belas
kerasulan (621M). Ketika itu 12 orang dari Madinah yang waktu itu masih
bernama Yatsrib datang menemui Rasul untuk bertanya tentang ajaran yang dibawa
beliau.. Tak lama kemudian merekapun berbai’at kepada Sang Rasul saw bahwa
mereka tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, melaksanakan apapun
yang diperintahkan dan meninggalkan apapun yang dilarang Sang Khalik, Azza wa
Jalla.
Dengan suka cita Rasulullah langsung mengutus Mush’ab
bin Umair dan Amr bin Ummi Maktum untuk segera pergi ke Madinah mendampingi ke
12 tamu dari Madinah tadi untuk mengajarkan Islam, termasuk membaca Al-Quran,
shalat dsbnya.
Tahun berikutnya Mush’aib kembali ke Mekah dengan
membawa 70 orang lelaki dan 2 orang perempuan dari Madinah. Kedua perempuan
tersebut adalah Nusaibah bintu Ka’ab dan Asma’ bintu ‘Amr bin ‘Adiy. Mereka
menghadap Rasulullah untuk menyatakan keislaman mereka. Di Aqabah, tempat di
antara Mekah dan Mina, tidak jauh dari jumrah Aqabah sekarang inilah terjadi
perjanjian Aqabah yang disebut Aqabah ke 2. Dengan disaksikan paman Rasulullah,
‘Abbas bin ‘Abdil Muthallib yang ketika itu belum memeluk Islam, mereka
bersumpah setia untuk mendukung Rasulullah saw.
Berikut isi Bai’at Aqabah 2 :
- Untuk mendengar dan taat, baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang mereka benci.
- Untuk berinfak baik dalam keadaan sempit maupun lapang.
- Untuk beramar ma’ruf nahi munkar.
- Agar mereka tidak terpengaruh celaan orang-orang yang mencela di jalan Allah.
- Agar mereka melindungi Muhammad saw sebagaimana mereka melindungi perempuan-perempuan dan anak-anak mereka sendiri.
Itu sebabnya ketika tekanan, penganiayaan dan
penyiksaan orang-orang Quraisy terhadap kaum Muslimin Mekah generasi awal yang
dikenal dengan sebutan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk
Islam). makin meningkat, Rasulullah memilih Madinah sebagai tempat hijrah.
Ketika itu para sahabat mulai mengeluh dan memohon kepada Rasulullah agar
mereka diizinkan berhijrah, kemanapun, yang penting keluar dari Mekah, agar
mereka dapat menjalankan ajaran dengan sebaik mungkin. Meski harus kehilangan
sanak keluarga, harta benda serta pekerjaan di kota kelahiran mereka tercinta.
“ Sesungguhnya akupun telah diberi tahu bahwa tempat
kalian adalah Yatsrib. Barangsiapa ingin keluar maka hendaklah keluar ke
Yatsrib”, demikian Rasulullah menanggapi permohonan para sahabat.
“Maka
Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku
tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik
laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian
yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung
halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh,
pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan
mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di
sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.” (QS.Ali Imran(3):195).
Hijrah yang dilakukan para sahabat ke Madinah tersebut
sebenarnya bukanlah hijrah pertama. Karena para sahabat sebelumnya pernah
hijrah ke Habasyah ( Ethiopia). Hijrah yang terjadi pada tahun ke 5 kerasulan
ini dilakukan oleh 11 lelaki dan 4 perempuan. Ustman bin Affan beserta
istrinya, Ruqayah, putri Rasulullah,adalah termasuk orang-orang yang hijrah
pada hijrah ini.
Hijrah ke Habasyah kedua terjadi 2 tahun kemudian,
yaitu pada tahun ke 7 kerasulan. Pada tahun tersebut berangkatlah rombongan
dengan jumlah yang lebih besar, yaitu 101 orang. Rombongan ini terdiri dari 83
orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Hijrah ini dipimpin oleh Ja’far bin Abu
Thalib.
Rasulullah mengizinkan para sahabat hijrah hingga 2
kali ke negri ini karena mendengar bahwa raja Habasyah ketika itu yaitu Najasyi
( Negus) adalah seorang pemeluk Nasrani yang alim, yang mau melindungi
orang-orang yang dalam kesulitan. Pada peristiwa tersebut raja ini dikabarkan
rela memeluk Islam andai saja berkesempatan bertemu dan mendengar dakwah
Rasulullah. Ini berkat surat Maryam yang dibacakan Ja’far bin Abu Thalib di
hadapan sang raja. Dengan air mata haru ia mengatakan bahwa kitabnya memang
menceritakan bakal datangnya seorang rasul akhir zaman yang ternyata sesuai
dengan apa yang digambarkan para sahabat yang berhijrah itu.
Pada hijrah selanjutnya yaitu ke Madinah, Abu Salamah
bin ‘Abdil Asad, Mush’ab bin ‘Umair, ‘Amr bin Ummi Maktum disusul oleh Bilal
bin Rabah, Sa’ad bin Abi Waqqash, Ammar bin Yasir, dan Umar bin Khatthab
tercatat sebagai sebagian sahabat yang mula-mula berhijrah. Jumlah mereka
ketika itu sekitar 20 orang. Mereka berhijrah ada yang secara diam-diam di
malam hari ada yang terang-terangan di siang hari seperti yang dilakukan Umar
bin Khattab.
“Barangsiapa
ingin ibunya kehilangan anaknya, ingin istrinya menjadi janda atau ingin
anaknya menjadi yatim piatu hendaklah ia menghadangku di balik lembah ini ! “, tantang calon khalifah ke 2 yang dikenal amat
ditakuti musuh itu sambil mengangkat pedang, busur, panah dan tongkatnya
tinggi-tinggi.
Rasulullah saw dikawal Abu Bakar ra menyusul kemudian.
Setelah itu menyusul pula Ali bin Abi Thalib dan beberapa sahabat
lain. Sementara itu sebagian besar penduduk Madinah yang ketika itu sudah
memeluk Islam, benar-benar menepati ikrar mereka. Dengan suka cita mereka
menyambut dan menerima saudara-saudara baru mereka seiman.
“Dan
orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar)
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah
kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap
apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan
(apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”.(QS.Al-Hasyr(59):9).
Berkaitan
dengan ayat di atas, terdapat sebuah kisah sangat masyhur yang melatar
belakangi turunnya ayat tersebut. Abu Hurairah ra menceritakan: Ada seseorang
yang mendatangi Rasulullah saw (dalam keadaan lapar), lalu beliau mengirim
utusan ke para istri beliau. Para istri Rasulullah saw menjawab: “Kami
tidak memiliki apapun kecuali air”. Rasulullah saw bersabda:“Siapakah
di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum
Anshar berseru: “Saya“, lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi
ke rumah istrinya, (dan) ia berkata: “Muliakanlah tamu Rasulullah“.
Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali jatah makanan
untuk anak-anak”.
Orang
Anshar itu berkata: “Siapkanlah makananmu itu. Nyalakanlah lampu, dan
tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam.” Kemudian,
wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan
anak-anaknya. Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan
memadamkannya. Kedua suami istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan.
Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokan harinya, sang suami
datang menghadap Rasulullah saw, Beliau bersabda: “Malam ini Allah
tertawa atau ta’jub dengan perilaku kalian berdua”. Lalu Allah Ta’ala
menurunkan ayat-Nya, (yang artinya): dan mereka mengutamakan (orang-orang
Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang
mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka
itulah orang-orang yang beruntung”.QS. Al-Hasyr/59 ayat 9. (HR Imam Bukhari).
“Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman
lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati
kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang”.(QS.Al-Hasyr(59:10).
Itu hanya salah satu contoh bagaimana orang-orang
Anshar rela berkorban demi saudaranya yang kesulitan. Mereka dapat memahami
bagaimana sulitnya harus meninggalkan tanah kelahiran dimana sanak saudara
berkumpul, dimana lahan pekerjaan menanti. Tanah dimana mereka mengumpulkan
harta benda sekaligus menikmati setiap tetes keringat jerih payah mereka.
Uniknya, itu semua demi menegakkan ajaran yang baru mereka terima, yaitu Islam.