Dalam
“Arriyadh Annadhirah Fi Manaqibil Asyarah“ tertulis, dari sahabat Abu
Dzar ra, bahwa Rasulullah masuk ke rumah Aisyah ra dan bersabda: “Wahai
Aisyah, inginkah engkau mendengar kabar gembira?” Aisyah menjawab : “Tentu, ya
Rasulullah.” Lalu Nabi saw bersabda, ”Ada sepuluh orang yang mendapat kabar
gembira masuk surga, yaitu : Ayahmu masuk surga dan kawannya
adalah Ibrahim; Umar masuk surga dan kawannya Nuh; Utsman masuk
surga dan kawannya adalah aku; Ali masuk surga dan kawannya
adalah Yahya bin Zakariya; Thalhah masuk surga dan kawannya
adalah Daud; Azzubair masuk surga dan kawannya adalah
Ismail; Sa’ad masuk surga dan kawannya adalah Sulaiman; Said
bin Zaid masuk surga dan kawannya adalah Musa bin Imran; Abdurrahman
bin Auf masuk surga dan kawannya adalah Isa bin Maryam; Abu
Ubaidah ibnul Jarrah masuk surga dan kawannya adalah Idris
Alaihissalam.”
“Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang
muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah
kemenangan yang besar”. (QS.At-Taubah(9):100).
Itulah janji Sang Khalik terhadap para sahabat yang
selama hidup sejak mereka memeluk Islam hingga akhir hayat senantiasa membela
Rasulullah dengan taruhan seluruh jiwa raga, mengorbankan harta dan rela
berperang demi menegakkan ajaran Islam. Sebuah ganjaran yang amat pantas.
Sebaliknya, sungguh tak pantas bila kemudian ada orang yang meragukan keimanan
para sahabat tersebut.
Namun nyatanya itulah yang terjadi. Sejumlah sahabat
dekat seperti Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra dan Ustman bin Affan ra
difitnah telah murtad tak lama setelah Rasulullah wafat. Khalifah ke 3, Ustman
bin Affan ra bahkan dianggap telah memanipulasi dan merekayasa isi ayat-ayat
Al-Quran hingga sesuai dengan keinginan beliau dan kelompoknya, yaitu suku
Quraisy. Sesuatu yang benar-benar tidak masuk akal. Lupakah mereka bahwa justru
orang-orang Quraisy, penentang terbesar Rasulullah pada masa awal keislaman,
inilah penyebab hijrahnya kaum Muhajirin ? Dan bukankah Allah swt sendiri yang
menjamin pemeliharaan kitab suci umat Islam ini?
“ Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya”.(QS. AL Hijr (15):9).
Ironisnya, penyebar fitnah tersebut adalah orang-orang
yang mengaku Islam !
Adalah kaum Khawarij, mereka adalah kaum yang pertama
kali tercatat sebagai penyebar fitnah dalam tubuh Islam. Mereka adalah kaum
yang memberontak terhadap pemerintahan Ustman bin Affan ra hingga menyebabkan
terbunuhnya sang khalifah. Kaum yang mulanya membela kubu Ali bin Thalib ra,
pengganti khalifah terbunuh, akhirnyapun membelot. Mereka mulai
mengkafirkan Ali dan sahabat-sahabat lain.
Parahnya lagi, hingga detik ini, fitnah keji
tersebut dipercaya dan diterima oleh sejumlah kelompok yang juga mengaku
Islam. Diantaranya yaitu cendekiawan Muslim yang belajar dan menimba ilmu
keagamaan Islam di Barat. Barat yang notabene Kristen dan memandang Islam
sebagai ancaman, melihat jelas perpecahan di dalam tubuh Islam ini. Alhasil,
dengan cepat merekapun memanfaatkan kesempatan tersebut dengan terus mengipasi
umat Islam.
Kata “kritis” adalah kunci dasar pemikiran Barat. Maka
dengan penuh percaya diri, para “cendekiawan” yang menamakan kelompoknya
sebagai kelompok pembaharu itu, mulai nekad meng-“kritis”-i ( baca meragukan)
ayat-ayat suci Al-Quranul Karim. JIL ( Jaringan Islam Liberal) adalah hanya
satu diantara beberapa kelompok yang memiliki paham sesat tersebut.
Sementara kelompok Syiah, aliran Islam tertua yang
berkembang pesat di Iran dan memiliki banyak pengikut di negri para mullah ini,
terang-terangan mengajarkan ritual untuk mengutuk dan menghujat para sahabat.
Bahkan dua istri Rasulullah, ibu umat Islam, yaitu Aisyah ra, putri Abu Bakar
ra dan Hafsah ra, putri Umar bin Khattab, tak luput pula dari fitnah keji
yang mereka lemparkan. Yaitu, selain sebagai pelacur, na’udzubillah min dzalik,
juga dituduh sebagai penyebab wafatnya Rasulullah saw, yaitu dengan cara
meracuni Rasulullah !
( Untuk catatan, Syiah masuk kedalam kelompok aliran
sesat diantaranya karena memiliki beberapa kitab suci disamping Al-Quran,
diantaranya yaitu mushab Fatimah. Kitab ini, menurut mereka, berisikan firman
Allah swt yang khusus diturunkan kepada Fatimah ra, putri Rasulullah dan
ditulis oleh Ali bin Abu Thalib ra, menantu Rasulullah.)
“Nabi
itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri
dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka….
“.(QS.Al-Ahzab(33):6).
« Sesungguhnya
orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan
melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa
yang menghinakan.(QS.Al-Ahzab(33) :57).
Bila Rasulullah saw masih ada, tak dapat dibayangkan
betapa akan sakit hatinya beliau mendengar fitnah yang menimpa orang-orang yang
beliau sayangi tersebut.
Adanya ritual keji ini diakui sendiri oleh pengikut
Syiah yang tampaknya masih mempunyai hati nurani. Karena betapapun buruknya
sebuah ajaran, mengutuk dan menghujat sesama manusia bukanlah hal yang terpuji.
Rasulullah saw tidak pernah mengajarkan hal seperti itu.
Penyebab awal kebencian Syiah, sejatinya adalah
tentang hak kepemimpinan. Menurut kelompok ini hanya garis keturunan Husein bin
Ali bin Thalib sebagai cucu Rasulullah saw, yang berhak meneruskan kepemimpinan
pasca wafatnya Rasulullah. Itu sebabnya mereka tidak mengakui kekhalifahan Abu
Bakar, Umar bin Khattab maupun Ustman bin Affan. Dengan teganya, Abu Lu’lua,
yang membunuh Umar ketika khalifah ke dua ini sedang shalat Subuh, bahkan
mereka elu-elukan sebagai pahlawan. Selanjutnya, hadits-hadits yang bukan
berasal dari Ali bin Abu Thalib dan dianggap tidak memihak kepentingan mereka,
tidak mereka jadikan pegangan.
Keyakinan tersebut berdasarkan keyakinan kepada apa
yang dikatakan Rasulullah pada suatu hari yang kelak mereka namakan Idul
Ghadir, yang mereka rayakan setiap tahun, tak terkecuali di Republik tercinta
ini. Ketika itu mereka mendengar bahwa Rasulullah telah menunjuk Ali bin Abu
Thalib sebagai pengganti Rasulullah bila wafat nanti. Peristiwa itu terjadi
pada perjalanan pulang Rasulullah dari Haji Wa’da dimana berkumpul ratusan ribu
kaum Muslimin dari segala penjuru. Kalau memang Rasulullah menghendaki
Ali sebagai pengganti beliau saw, tentu akan beliau ungkapkan pada Haji Wa’da
bukan sepulangnya, ketika sebagian besar kaum Muslimin telah berpencar pulang
ke rumah masing-masing.
Ucapan Rasulullah itu sejatinya ditujukan untuk
pasukan Ali ra yang tidak mau menuruti perintah menantu Rasulullah tersebut.
Ketika itu Ali mengadu kepada Rasulullah bahwa pasukannya itu tidak mau
mentaati Ali yang saat itu sedang menjalankan amanat Rasulullah di
negri Yaman.
Apapun pendapat kelompok-kelompok yang membenci para
sahabat, yang notabene adalah orang-orang Muhajirin dan Anshar, Allah telah
ridho terhadap mereka dan telah memaafkan segala kesalahan mereka, yang tentu
saja sangat manusiawi.
“Sesungguhnya Allah
telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan
orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan,
setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima
taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
mereka, “(QS.At-Taubah(9):117).
Menjadi catatan penting, menghujat apalagi
meng-kafirkan para sahabat yang terbukti mendapat ampunan dan pujian dari Allah
swt adalah bukan hal sepele. Ini adalah awal bencana. Karena para sahabat
adalah saksi turunnya ayat-ayat suci Al-Quran kepada Rasulullah. Merekalah yang
mengetahui kapan, bagaimana Rasulullah dan masyarakat menanggapi ayat-ayat
tersebut.
Jangan lupa, ayat-ayat Al-Quran turun dalam bentuk
lisan bukan tulisan seperti yang kita saksikan sekarang ini. Urutan turunnyapun
tidak sama dengan apa yang kita baca hari ini. Para sahabatlah yang menuliskan
ayat-ayat tersebut, dengan urutan sesuai petunjuk Rasulullah saw. Dengan kata
lain, menghujat dan mengkafirkan para sahabat bisa beresiko pada hilangnya
kepercayaan terhadap ayat-ayat suci itu sendiri.
Sejarah mencatat, betapa tingginya keimanan para
sahabat. Abu Bakar adalah seorang yang dikenal sangat jujur. Ia telah menjadi
sahabat Rasulullah jauh sebelum kerasulan. Ia termasuk orang yang pertama
memeluk Islam. Ia tidak pernah meragukan apapun yang dikatakan sahabatnya itu.
Itu sebabnya ia mendapat julukan Ash-shiddiq. ( yang selalu membenarkan). Tak
heran bila Rasulullah suatu ketika pernah mengatakan bahwa Abu Bakar adalah
orang yang paling beliau cintai. Ini pula yang menjadi salah satu sebab mengapa
Rasulullah menikahi putrinya, Aisyah ra. Allah swt mengabadikan ketinggian
keimanan Abu Bakar ra yang pernah memerdekakan 7 budak agar mereka dapat
mengenal Islam dengan ayat-ayat berikut:
“Dan
kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan
hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seorangpun
memberikan suatu ni’mat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan
itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak
dia benar-benar mendapat kepuasan”. (QS.Al-Lail(92):17-21).
Sementara dengan Umar bin Khattab ra, sebelum memeluk
Islam, Rasulullah pernah bersabda:
“Ya
Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau
cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”.
Allah swt juga beberapa kali menurunkan ayat-ayat
Al-Quran berkenaan dengan sikap Umar. . Diantaranya adalah ayat 67 surat
Al-anfal. Ayat ini diturunkan ketika Rasulullah meminta pendapat para sahabat
tentang apa yang harus diperbuat terhadap tawanan perang Badar. Abu Bakar
berpendapat bahwa sebaiknya tawanan dibebaskan dengan tebusan. Sementara Umar
berpendapat sebaiknya mereka dibunuh. Awalnya Rasulullah setuju dengan Abu
Bakar. Namun ternyata kemudian turun ayat 67 diatas yang isinya sesuai dengan
anjuran Umar.
Namun
demikian ini bukan berarti bahwa Umar adalah seorang yang sadis. Suatu ketika pada
masa Umar menjadi khalifah, beliau pernah berujar : “Janganlah kamu
mengira sifat kerasku tetap bercokol. Sejak awal ketika aku bersama Rasulullah
saw, aku selalu menjaga keamanan dan ketentraman negri ( mentri dalam negri).
Di masa Abu Bakarpun tetap demikian. Tetapi kini setelah urusan diserahkan
kepadaku, akulah orang yang paling lemah dihadapan yang haq”.
Ini dibuktikannya dengan berbagai tindakannya yang
sangat berpihak kepada rakyat kecil. Diantaranya yaitu dengan menyamar sebagai
orang biasa dan berkeliling melihat keadaan rakyatnya.
Abbas
ra berkata bahwa Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya aku memiliki dua
penasehat dari ahli langit dan dua penasehat dari ahli bumi. Yang dari langit
ialah malaikat Jibril dan Mikail sedangkan yang dari bumi adalah Abu Bakar dan
Umar. Merekalah pendengaran dan penglihatanku”. (HR. Alhaakim, Ibnu
Asaakir dan Abu Na’Ãm dalam Fadhailus Sohabah).
Selanjutnya adalah Ustman bin Affan ra, sahabat
sekaligus menantu Rasulullah yang di kemudian hari menjadi khalfah ke 3 dan mendapat
julukan Dzunnur’ain (seorang. yang memiliki dua cahaya) karena
menikahi dua putri Rasulullah. Ustman menikahi Ruqayah, putri ke 2
Rasulullah sebelum datangnya Islam. Kemudian setelah istrinya tercinta ini
wafat, Rasulullah menikahkan beliau dengan adik Ruqayah yaitu Ummu Kaltsum.
Diriwayatkan
oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Abu
Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu
Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan
tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa
?’ Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat
saja malu kepadanya ?”
Ustman adalah seorang kaya raya namun amat dermawan.
Suatu ketika di Madinah, kaum Muslimin sedang menghadapi kesulitan air.
Sebenarnya ada sebuah sumur yang diharapkan dapat memecahkan masalah
tersebut. Namun air sumur milik Yahudi tersebut diperjual belikan padahal
kaum Muslimin tidak cukup memiliki uang. Maka datanglah Ustman membeli sumur
tersebut dengan harga 20 ribu dirham, harga yang sangat tinggi. Hebatnya, sumur
tersebut diberikan airnya kepada kaum Muslimin secara cuma-cuma.
Selain
Ustman, sahabat kaya raya yang juga dikenal banyak menginfakkan hartanya untuk
membantu saudara-saudaranya yang kesusahan adalah Abdul Rahman bin Auf. Juga
Arqam bin Abi Arqam yang merelakan rumahnya dijadikan pusat dakwah Rasulullah.
Rasulullah saw memuji Amr bin Ash dengan sabdanya: “Manusia sekedar
masuk Islam, tapi Amr Bin Ash masuk Islam dengan iman”. (Hadits Shahih
riwayat Ahmad dan Tirmidzi).
Akan halnya Ali bin Abu Thalib, tak satupun orang
meragukan ketakwaan menantu Rasulullah yang sejak kecil telah menjadi bagian
dari keluarga Rasulullah saw ini. Ali ditunjuk Rasulullah untuk tidur di atas
tempat tidur beliau ketika orang-orang Quraisy bersekongkol membunuh
Rasulullah. Dan Ali rela melakukan tugas mulia tersebut.
Dalam perang Khandaq, dengan agak memaksa Ali memohon
agar Rasulullah mengizinkan beliau melayani tantangan Amru bin Wudd, seorang
pimpinan pasukan berkuda Quraisy yang dikenal sangat kuat dan gagah perkasa.
“”Aku
mengajak kamu ke jalan Allah, ke jalan Rasulullah dan kepada Islam“, seru
Ali .
“Aku
tidak memerlukan itu semua“, jawab Amru congkak.
“Kalau
begitu, aku mengajak kamu bertempur“,
tanggap Ali lagi.
“Mengapa
hai anak saudaraku, demi berhala Allata aku tidak ingin membunuhmu“, jawab Amru lagi.
“Tapi
demi Allah, aku ingin membunuhmu“,
tantang Ali lantang.
Akhirnya terjadilah pertempuran yang mengakibatkan
jatuhnya Amru dan usailah perang dimana Madinah bertahan dengan sistim paritnya
yang diprakasai Salman Alfaritsi itu.
Dari pihak Anshar juga tak kalah hebatnya. Ada seorang
rabbi di Madinah yang cerdik-pandai, yaitu Abdullah bin Sallam. Setelah
berkonsultasi dengan Rasulullah iapun lalu memeluk Islam dan mengajak
pula keluarganya untuk mengikuti jejaknya. Lalu merekapun bersama-sama
mengikuti cahaya Islam. Sementara pada suatu peristiwa penting, yang dikenal
dengan nama Baitur Ridwan ( perjanjian di bawah pohon), para sahabat
Anshar membuktikan ketakwaan mereka .
( Tentang baitur Ridwan, click :
“
Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika
mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon,
maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan
atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat
(waktunya).”(QS.Al-Fath(48):18).
“
Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu:
Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang
saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS.An-Nisa (4): 69-70).
Menurut
Masruq, kedua ayat ini diturunkan berkenaan dengan para sahabat yang suatu
ketika berkata kepada Rasulullah, “ Wahai Rasulullah, kami tidak mau
berpisah denganmu. Sesungguhnya jika engkau mendahului kami, engkau pasti akan
mendapatkan tempat yang lebih tinggi bersama para nabi lain sehingga kami tidak
akan dapat melihatmu”. (HR. Ibnu Abi Hatim).
Sungguh orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar
adalah orang-orang yang dikasihi Allah swt dan patut menjadi panutan.
Wallahua’lam bish shawwab.