Kisah Kehidupan Abu Bakar Ash-Shiddiq (2)

 

Keutamaan Ibadah Abu Bakar.

Selain dikenal sebagai orang yang sangat dermawan Abu Bakar ra juga dikenal sebagai seorang yang tawakal.  Dalam sebuah kisah disebutkan bagaimana Umar bin Khattab ra.  terpaksa mengakui keunggulan sahabatnya itu.

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari Umar bin Khathab . Ia berkata, “Rasulullah memerintahkan kami untuk bersedekah. Pada saat itu aku memiliki harta. Lalu aku berkata, ‘Hari ini aku akan dapat mendahului Abu Bakar. Lalu aku datang membawa separuh dari hartaku. Rasulullah  bertanya, ‘Tidakkah kau sisakan untuk keluargamu?‘ Aku menjawab,’Aku telah menyisakan sebanyak ini.’ Lalu Abu Bakar datang dan membawa harta kekayaannya. Rasulullah  bertanya, ‘Apakah kamu sudah menyisakan untuk keluargamu?‘ Abu Bakar menjawab, ‘Aku telah menyisakan Allah dan Rasulullah  bagi mereka.’ Aku (Umar) berkata, “Demi Alloh, aku tidak bisa mengungguli Abu Bakar sedikitpun.“

Demikian pula dalam beramal ibadah, Abu Bakar selalu unggul. Suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya (kepada sahabat), “Siapakah di antara kalian yang pada hari ini berpuasa?” Abu Bakar berkata, “Aku”. Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengiringi jenazah?” Maka Abu Bakar berkata, “Aku”. Beliau kembali bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?” Maka Abu Bakar berkata, “Aku”. Lalu beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengunjungi orang sakit.” Abu Bakar kembali berkata, “Aku”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Tidaklah ciri-ciri itu terkumpul pada diri seseorang kecuali dia pasti akan masuk surga.” (HR.Muslim, no.1028).

Ketika Rasulullah sakit keras beliau saw meminta Aisyah menyampaikan pesan kepada ayahnya, Abu Bakar, agar menggantikan Rasulullah memjadi imam shalat selama beliau sakit. Beberapa hari kemudian, ketika Rasulullah merasa kondisinya membaik, dengan dibopong  Ali bin Abi Thalib dan al-Fadhl bin Abbas, menuju ke masjid untuk mengerjakan Shalat Shubuh. Mengira Rasulullah sudah sembuh, para sahabat menyambut dengan gembira.

Abu Bakar yang ketika itu sudah berada di posisi imam segera bersiap mundur untuk memberikan tempat pada Rasulullah. Namun Rasulullah menepukkan tangannya di pundak sahabatnya itu dan memintanya melanjutkan posisi sebagai imam. Ternyata shalat tersebut menjadi shalat terakhir Rasulullah bersama para sahabat.

Menjadi Khalifah.

Ketika Rasulullah saw meninggal dunia, para sahabat sangat berduka sekaligus kebingungan siapa yang paling pantas menggantikan Rasulullah untuk memimpin umat yang baru seumur jagung tersebut.        

“Wahai kaum Anshar, ingat kalian tahu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan Abu Bakar untuk memimpin shalat kaum Muslimin, siapakah di antara kalian yang rela untuk melangkahi Abu Bakar? Maka orang-orang Anshar pun menjawab: Kita berlindung kepada Allah dari melangkahi Abu Bakar”. (HR.Ahmad, 1:282)

Maka sejak itulah Abu Bakar ra dibaiat menjadi khalifah. Berkat pidatonya yang menyejukkan pada saat pelantikan Abu Bakar ia berhasil menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar yang sempat berselisih dalam hal penetuan pengganti Rasulullah. Berikut isi pidato tersebut,

Wahai saudara-saudara, sesungguhnya aku telah kalian percayakan untuk memangku jabatan khalifah, padahal aku bukanlah yang paling baik di antara kalian. Sebaliknya, kalau aku salah, luruskanlah langkahku. Kebenaran adalah kepercayaan, dan dusta adalah penghianatan. Orang yang lemah di kalangan kamu adalah kuat dalam pandanganku, sesudah hak-haknya aku aku berikan kepadanya. Sebaliknya, orang yang kuat di antara kalian aku anggap lemah setelah haknya aku ambil. Bila ada yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menghinakannya. Bila kejahatan itu sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana kepada mereka. Taatilah aku selama aku masih taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi selama aku tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya, gugurlah kesetiaan kalian kepadaku. Laksanakanlah shalat, Allah akan memberikanmu rahmat”.

Hal pertama yang dilakukan Abu Bakar begitu diangkat menjadi khalifah adalah melanjutkan pengiriman pasukan dibawah Usamah bin Zaid menuju Syam yang ketika itu berada dibawah dominasi Bizantium/Rumawi Timur. Ini dilakukan semata karena Abu Bakar tidak mau membatalkan apa yang diinginkan dan telah diniatkan Rasulullah saw, yaitu menunjukkan keberadaan dan kekuatan Islam. Rasulullahlah yang menunjuk langsung Usamah bin Zaid yang ketika itu baru berusia 19 tahun untuk memimpin pasukan ke Syam. Namun di perbatasan keluar Madinah Usamah mendapat kabar bahwa Rasulullah wafat. Usamahpun berhenti untuk menunggu perintah selanjutnya.    

Para sahabat sempat tidak menyetujui pengiriman tersebut karena begitu Rasulullah wafat terjadi berbagai kekacauan. Mulai dari kabilah-kabilah yang tidak mau membayar zakat, pemurtadan hingga munculnya nabi-nabi palsu. Mereka khawatir Madinah akan diserang dari dalam. Namun Abu Bakar tetap pada pendiriannya.

Demi Zat yang jiwa Abu Bakar berada di tangan-Nya! Sekiranya aku yakin ada binatang buas yang akan menerkamku, sungguh aku akan tetap melaksanakan pengiriman pasukan Usamah seperti yang diperintahkan Rasulullah SAW. Seandainya tidak tersisa di negeri ini selain diriku, sungguh aku tetap akan melaksanakan perintah itu”, demikian ia berpidato.

Abu Bakar bahkan melepas sendiri Usamah dengan berjalan kaki, sementara Usamah berada di atas punggung unta. Hal itu merupakan bentuk penghormatan kepada Rasulullah yang telah menunjuk Usamah sebagai panglima perang. Sebelum melepaskan Usamah dan pasukannya yang berkekuatan 3000 prajurit, Abu Bakar menyampaikan pidato yang sangat menarik, “Berperanglah dengan nama Allah dan di jalan Allah. Jangan berkhianat, jangan melanggar janji, jangan memotong-motong tubuh mayat. Jangan membunuh anak kecil, orang lanjut usia dan perempuan. Jangan menebang pohon, jangan merusak dan membakar pohon kurma. Jangan menyembelih kibas atau unta kecuali untuk dimakan. Kalian akan melewati suatu kaum yang berdiam di biara-biara, biarkan mereka. Perangi orang yang memerangi kalian dan berdamailah dengan orang yang berdamai dengan kalian”.

Selanjutnya untuk mengatasi pembrontakan yang terjadi, kebalikan dari Umar bin Khattab yang sebelum memeluk Islam keras sikapnya kemudian menjadi lembut setelah memeluk Islam. Maka  Abu Bakar yang sebelumnya dikenal sabar dan lembut, sebagai khalifah ia dengan tegas mengirimkan pasukannya untuk mengatasi berbagai permasalan yang timbul.  Orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat segera diperangi, hingga mereka mau melaksanakan kewajiban tersebut.

Sementara untuk memberantas kemurtadan yang dipimpin nabi palsu Musailamah al-Kadzab dari Yamamah dan Tulaihah bin Khuwailid dari Yaman, Abu Bakar mengirimkan pasukan dibawah panglima Khalid bin Walid untuk memerangi mereka. Hingga setelah kedua nabi palsu tersebut berhasil dikalahkan para pengikutnyapun kembali memeluk Islam.

Namun peperangan tersebut tak urung memakan korban yang sangat banyak.  Sebanyak 1.200 orang 39 diantaranya sahabat besar dan penghafal Al-Qur’an syahid. Hal inilah yang menjadi pemicu dihimpunkannya Al-Quran.

Aku khawatir di tempat-tempat lain akan bertambah banyak penghafal Al-Qur’an yang akan terbunuh sehingga Al-Qur’an akan banyak yang hilang, kecuali jika kita himpun. Aku ingin mengusulkan supaya Al-Qur’an dihimpun,” kata Umar bin Khattab kepada Abu Bakar.

Abu Bakar tidak langsung menyetujui sahabatnya tersebut. Ia berpikir bagaimana mungkin melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah saw. Namun setelah berdiskusi dengan para sahabat, akhirnya Abu Bakar sepakat dengan usulan tersebut. Lalu ia mengangkat Zaid bin Tsabit sebagai ketua pelaksana penghimpunan Al-Qur’an. Proses penghimpunan atau kodifikasi Al-Qur’an terus berlanjut pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab dan disempurnakan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan.

Abu Bakar menjadi khalifah memang hanya dalam waktu yang sangat singkat yaitu hanya dua tahun tiga bulan. Namun demikian ia berhasil menyebar-luaskan ajaran Islam hingga ke Persia dan sebagian Syam. Tanah Syam secara keseluruhan baru berhasil dibebaskan dari penyembahan kepada selain Allah Azza wa Jala pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Khalifah Abu Bakar menyiapkan rencana-rencana perluasan wilayah Islam setelah berhasil mengatasi persoalan-persoalan dalam negeri.

Wafatnya Sang Khalifah.

Abu Bakar wafat pada Senin malam, 21 Jumadil Akhir tahun ke-13 H (634 M). Ia meninggal di usia yang sama dengan Rasulullah saw  yaitu 63 tahun. Abu Bakar Sang Khalifah Pertama, menghembuskan nafasnya setelah mengalami demam beberapa hari. Ia dimakamkan pada malam hari itu juga disamping makam Rasulullah saw. Sebelum wafat, Abu Bakar berwasiat agar dikafani dengan pakaian yang biasa dipakainya sehari-hari dan dimandikan oleh istrinya, Asma binti Umais, dan anaknya, Abdur Rahman.

Adalah Aisyah yang mendampingi Abu Bakar di akhir-akhir hidupnya.   Abu Bakar meminta agar putrinya itu menyerahkan seorang hamba sahaya, seekor unta penyiram tanaman, seekor unta penghasil susu, sepotong kain dan wadah untuk mencelup makanan kepada Umar bin Khattab ketika dirinya wafat. Segera Aisyahpun menjalankan amanat tersebut begitu ayahandanya tercinta wafat.   

Di akhir hayatnya demi masa depan umat Islam, Abu Bakar masih sempat memikirkan siapa yang paling pantas menggantikan dirinya. Maka setelah berdiskusi dengan sahabat-sahabat besar, Abu Bakar berwasiat bahwa Umar bin Khattab adalah orang yang paling tepat. Abu Bakar juga sempat berwasiat agar uang yang diterimanya selama menjabat sebagai khalifah dikembalikan ke Baitul Maal.

Alangkah indah dan mulianya perjalanan hidup Abu Bakar sang khalifah sang kekasih. Sungguh amat sangat pantas mengapa Rasulullah menyebutnya sebagai satu dari  sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Semoga umat Islam terutama para pemimpinnya mampu menjadikannya contoh keteladan, aamiin yaa robbal ‘aalamiin …

Wallahu’alam bish shawwab.

Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama