Keutamaan Ibadah Abu Bakar.
Selain dikenal sebagai orang yang sangat dermawan Abu
Bakar ra juga dikenal sebagai seorang yang tawakal. Dalam sebuah kisah
disebutkan bagaimana Umar bin Khattab ra. terpaksa mengakui keunggulan
sahabatnya itu.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari Umar bin
Khathab . Ia berkata, “Rasulullah memerintahkan kami untuk bersedekah. Pada
saat itu aku memiliki harta. Lalu aku berkata, ‘Hari ini aku akan dapat
mendahului Abu Bakar. Lalu aku datang membawa separuh dari hartaku.
Rasulullah bertanya, ‘Tidakkah kau sisakan untuk keluargamu?‘ Aku
menjawab,’Aku telah menyisakan sebanyak ini.’ Lalu Abu Bakar datang dan membawa
harta kekayaannya. Rasulullah bertanya, ‘Apakah kamu sudah menyisakan
untuk keluargamu?‘ Abu Bakar menjawab, ‘Aku telah menyisakan Allah dan
Rasulullah bagi mereka.’ Aku (Umar) berkata, “Demi Alloh, aku tidak bisa
mengungguli Abu Bakar sedikitpun.“
Demikian pula dalam beramal ibadah, Abu Bakar selalu unggul.
Suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya (kepada sahabat),
“Siapakah di antara kalian yang pada hari ini berpuasa?” Abu Bakar berkata,
“Aku”. Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah
mengiringi jenazah?” Maka Abu Bakar berkata, “Aku”. Beliau kembali bertanya,
“Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?” Maka Abu
Bakar berkata, “Aku”. Lalu beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian
yang hari ini sudah mengunjungi orang sakit.” Abu Bakar kembali berkata, “Aku”.
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Tidaklah ciri-ciri
itu terkumpul pada diri seseorang kecuali dia pasti akan masuk surga.”
(HR.Muslim, no.1028).
Ketika Rasulullah sakit keras beliau saw meminta
Aisyah menyampaikan pesan kepada ayahnya, Abu Bakar, agar menggantikan
Rasulullah memjadi imam shalat selama beliau sakit. Beberapa hari kemudian,
ketika Rasulullah merasa kondisinya membaik, dengan dibopong Ali bin Abi
Thalib dan al-Fadhl bin Abbas, menuju ke masjid untuk mengerjakan Shalat
Shubuh. Mengira Rasulullah sudah sembuh, para sahabat menyambut dengan gembira.
Abu Bakar yang ketika itu sudah berada di posisi imam
segera bersiap mundur untuk memberikan tempat pada Rasulullah. Namun Rasulullah
menepukkan tangannya di pundak sahabatnya itu dan memintanya melanjutkan posisi
sebagai imam. Ternyata shalat tersebut menjadi shalat terakhir Rasulullah
bersama para sahabat.
Menjadi Khalifah.
Ketika Rasulullah saw meninggal dunia, para sahabat
sangat berduka sekaligus kebingungan siapa yang paling pantas menggantikan
Rasulullah untuk memimpin umat yang baru seumur jagung tersebut.
“Wahai
kaum Anshar, ingat kalian tahu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang memerintahkan Abu Bakar untuk memimpin shalat kaum Muslimin, siapakah di
antara kalian yang rela untuk melangkahi Abu Bakar? Maka orang-orang Anshar pun
menjawab: Kita berlindung kepada Allah dari melangkahi Abu Bakar”. (HR.Ahmad, 1:282)
Maka sejak itulah Abu Bakar ra dibaiat menjadi
khalifah. Berkat pidatonya yang menyejukkan pada saat pelantikan Abu Bakar ia
berhasil menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar yang sempat berselisih dalam hal
penetuan pengganti Rasulullah. Berikut isi pidato tersebut,
“Wahai
saudara-saudara, sesungguhnya aku telah kalian percayakan untuk memangku
jabatan khalifah, padahal aku bukanlah yang paling baik di antara kalian.
Sebaliknya, kalau aku salah, luruskanlah langkahku. Kebenaran adalah
kepercayaan, dan dusta adalah penghianatan. Orang yang lemah di kalangan kamu
adalah kuat dalam pandanganku, sesudah hak-haknya aku aku berikan kepadanya.
Sebaliknya, orang yang kuat di antara kalian aku anggap lemah setelah haknya
aku ambil. Bila ada yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah
akan menghinakannya. Bila kejahatan itu sudah meluas pada suatu golongan, maka
Allah akan menyebarkan bencana kepada mereka. Taatilah aku selama aku masih
taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tetapi selama aku tidak taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, gugurlah kesetiaan kalian kepadaku. Laksanakanlah shalat, Allah akan
memberikanmu rahmat”.
Hal pertama yang dilakukan Abu Bakar begitu diangkat
menjadi khalifah adalah melanjutkan pengiriman pasukan dibawah Usamah bin Zaid
menuju Syam yang ketika itu berada dibawah dominasi Bizantium/Rumawi Timur. Ini
dilakukan semata karena Abu Bakar tidak mau membatalkan apa yang diinginkan dan
telah diniatkan Rasulullah saw, yaitu menunjukkan keberadaan dan kekuatan
Islam. Rasulullahlah yang menunjuk langsung Usamah bin Zaid yang ketika itu
baru berusia 19 tahun untuk memimpin pasukan ke Syam. Namun di perbatasan
keluar Madinah Usamah mendapat kabar bahwa Rasulullah wafat. Usamahpun berhenti
untuk menunggu perintah selanjutnya.
Para sahabat sempat tidak menyetujui pengiriman
tersebut karena begitu Rasulullah wafat terjadi berbagai kekacauan. Mulai dari
kabilah-kabilah yang tidak mau membayar zakat, pemurtadan hingga munculnya
nabi-nabi palsu. Mereka khawatir Madinah akan diserang dari dalam. Namun Abu
Bakar tetap pada pendiriannya.
“Demi
Zat yang jiwa Abu Bakar berada di tangan-Nya! Sekiranya aku yakin ada binatang
buas yang akan menerkamku, sungguh aku akan tetap melaksanakan pengiriman
pasukan Usamah seperti yang diperintahkan Rasulullah SAW. Seandainya tidak
tersisa di negeri ini selain diriku, sungguh aku tetap akan melaksanakan
perintah itu”, demikian ia berpidato.
Abu
Bakar bahkan melepas sendiri Usamah dengan berjalan kaki, sementara Usamah
berada di atas punggung unta. Hal itu merupakan bentuk penghormatan kepada
Rasulullah yang telah menunjuk Usamah sebagai panglima perang. Sebelum
melepaskan Usamah dan pasukannya yang berkekuatan 3000 prajurit, Abu Bakar
menyampaikan pidato yang sangat menarik, “Berperanglah dengan nama Allah dan
di jalan Allah. Jangan berkhianat, jangan melanggar janji, jangan
memotong-motong tubuh mayat. Jangan membunuh anak kecil, orang lanjut usia dan
perempuan. Jangan menebang pohon, jangan merusak dan membakar pohon kurma.
Jangan menyembelih kibas atau unta kecuali untuk dimakan. Kalian akan melewati
suatu kaum yang berdiam di biara-biara, biarkan mereka. Perangi orang yang memerangi
kalian dan berdamailah dengan orang yang berdamai dengan kalian”.
Selanjutnya untuk mengatasi pembrontakan yang terjadi,
kebalikan dari Umar bin Khattab yang sebelum memeluk Islam keras sikapnya
kemudian menjadi lembut setelah memeluk Islam. Maka Abu Bakar yang
sebelumnya dikenal sabar dan lembut, sebagai khalifah ia dengan tegas
mengirimkan pasukannya untuk mengatasi berbagai permasalan yang timbul.
Orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat segera diperangi, hingga mereka mau
melaksanakan kewajiban tersebut.
Sementara untuk memberantas kemurtadan yang dipimpin
nabi palsu Musailamah al-Kadzab dari Yamamah dan Tulaihah bin Khuwailid dari
Yaman, Abu Bakar mengirimkan pasukan dibawah panglima Khalid bin Walid untuk
memerangi mereka. Hingga setelah kedua nabi palsu tersebut berhasil dikalahkan
para pengikutnyapun kembali memeluk Islam.
Namun peperangan tersebut tak urung memakan korban
yang sangat banyak. Sebanyak 1.200 orang 39 diantaranya sahabat besar dan
penghafal Al-Qur’an syahid. Hal inilah yang menjadi pemicu dihimpunkannya
Al-Quran.
“Aku
khawatir di tempat-tempat lain akan bertambah banyak penghafal Al-Qur’an yang
akan terbunuh sehingga Al-Qur’an akan banyak yang hilang, kecuali jika kita
himpun. Aku ingin mengusulkan supaya Al-Qur’an dihimpun,” kata Umar bin
Khattab kepada Abu Bakar.
Abu Bakar tidak langsung menyetujui sahabatnya
tersebut. Ia berpikir bagaimana mungkin melakukan sesuatu yang tidak pernah
dilakukan Rasulullah saw. Namun setelah berdiskusi dengan para sahabat,
akhirnya Abu Bakar sepakat dengan usulan tersebut. Lalu ia mengangkat Zaid bin
Tsabit sebagai ketua pelaksana penghimpunan Al-Qur’an. Proses penghimpunan atau
kodifikasi Al-Qur’an terus berlanjut pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab
dan disempurnakan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan.
Abu Bakar menjadi khalifah memang hanya dalam waktu
yang sangat singkat yaitu hanya dua tahun tiga bulan. Namun demikian ia
berhasil menyebar-luaskan ajaran Islam hingga ke Persia dan sebagian Syam.
Tanah Syam secara keseluruhan baru berhasil dibebaskan dari penyembahan kepada
selain Allah Azza wa Jala pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Khalifah Abu
Bakar menyiapkan rencana-rencana perluasan wilayah Islam setelah berhasil
mengatasi persoalan-persoalan dalam negeri.
Wafatnya Sang Khalifah.
Abu Bakar wafat pada Senin malam, 21 Jumadil Akhir
tahun ke-13 H (634 M). Ia meninggal di usia yang sama dengan Rasulullah saw
yaitu 63 tahun. Abu Bakar Sang Khalifah Pertama, menghembuskan nafasnya
setelah mengalami demam beberapa hari. Ia dimakamkan pada malam hari itu juga
disamping makam Rasulullah saw. Sebelum wafat, Abu Bakar berwasiat agar
dikafani dengan pakaian yang biasa dipakainya sehari-hari dan dimandikan oleh
istrinya, Asma binti Umais, dan anaknya, Abdur Rahman.
Adalah Aisyah yang mendampingi Abu Bakar di
akhir-akhir hidupnya. Abu Bakar meminta agar putrinya itu
menyerahkan seorang hamba sahaya, seekor unta penyiram tanaman, seekor unta
penghasil susu, sepotong kain dan wadah untuk mencelup makanan kepada Umar bin
Khattab ketika dirinya wafat. Segera Aisyahpun menjalankan amanat tersebut
begitu ayahandanya tercinta wafat.
Di akhir hayatnya demi masa depan umat Islam, Abu
Bakar masih sempat memikirkan siapa yang paling pantas menggantikan dirinya.
Maka setelah berdiskusi dengan sahabat-sahabat besar, Abu Bakar berwasiat bahwa
Umar bin Khattab adalah orang yang paling tepat. Abu Bakar juga sempat
berwasiat agar uang yang diterimanya selama menjabat sebagai khalifah
dikembalikan ke Baitul Maal.
Alangkah indah dan mulianya perjalanan hidup Abu Bakar
sang khalifah sang kekasih. Sungguh amat sangat pantas mengapa Rasulullah
menyebutnya sebagai satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.
Semoga umat Islam terutama para pemimpinnya mampu menjadikannya contoh
keteladan, aamiin yaa robbal ‘aalamiin …
Wallahu’alam
bish shawwab.