Pada tahun ke 3 hijriyah, beberapa utusan
dari kabilah ‘Udal dan Qarah mendatangi Rasulullah saw. Mereka mengabarkan
bahwa mereka telah mendengar tentang Islam . Untuk itu mereka meminta
Rasulullah agar mengirim utusan supaya mereka bisa mempelajari Islam dengan
lebih baik lagi.
Maka Rasulullahpun mengutus 10 sahabat untuk memenuhi
permintaan tersebut. Rasulullah menunjuk Ashim bin Tsabit sebagai amir
mereka. Namun di suatu tempat di antara ‘Usfan dan Mekkah, kelompok kecil
ini diintai oleh sekitar 100 pemanah dari bani Lihyan. Mengetahui hal
tersebut, Ashim segera memerintahkan teman-temannya agar segera berlindung ke
sebuah bukit kecil di sekitar daerah tersebut.
Sebenarnya Ashim dan kawan-kawan berhasil mengelabui
pasukan pemanah Musryik tersebut. Namun Allah swt berkehendak lain. Biji-biji
kurma Madinah, bekal yang mereka bawa dari Madinah dan tercecer di
sepanjang perjalanan, memberi petunjuk keberadaan rombongan Ashim. Akhirnya ke
sepuluh sahabat itupun terkejar.
“
Kami berjanji tidak akan membunuh seorangpun diantara kalian jika kalian
menyerah”, teriak salah seorang Musyr
ik yang mengepung mereka.
“
Kami tidak akan menerima perlindungan orang kafir. Ya Allah, sampaikan berita
kami kepada Nabi-Mu”, balas Ashim tegar.
Maka rombongan Musyrik itupun menyerang dan berhasil
membunuh Ashim dan 6 sahabat lain hingga tinggallah Khubaib bin Adi, Zaid bin
Datsinah dan seorang sahabat. Orang-orang musyrik itu kemudian menangkap dan
mengikat ketiganya.
Namun
sahabat yang tidak diketahui namanya itu kemudian memberontak sambil berteriak
: “ Ini adalah pengkhianatan pertama !” serunya sambil
berusaha melawan. Maka syahidlah ia. Selanjutnya Khubaib dan Zaid dibawa ke
Mekah dan dijual sebagai budak.
Sementara itu, bani al-Harits yang selama ini
menyimpan dendam kesumat terhadap Khubaib mendengar berita tertangkapnya
Khubaib. Rupanya nama Khubaib telah mereka hafal luar kepala karena
Khubaiblah yang membunuh Harits bin Amir, seorang pemuka Mekah, pada
perang Badar. Maka dengan penuh antusias Khubaibpun mereka beli.
Maka jadilah Khubaib bulan-bulanan seluruh anggota
al-Harits. Setiap hari sahabat Anshar yang dikenal bersifat bersih,
pemaaf, teguh keimanan dan taat beribadah ini harus menerima siksaan. Hingga
suatu hari salah seorang putri keluarga tersebut berteriak terkejut ,
memberitakan bahwa budak sekaligus tawanan mereka sedang santai dan
tenang-tenang memakan buah anggur. Padahal buah tersebut sedang tidak musim di
Mekah dan Khubaibpun diikat tangannya dengan rantai besi!
“
… … … . Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati
makanan di sisinya. Zakaria berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh
(makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya
Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab”.(QS.Ali
Imran(3):37).
Ya itulah yang terjadi pada diri Khubaib, hamba Allah
yang senantiasa bertasbih pagi dan petang, mendirikan shalat di malam hari dan
berpuasa di setiap siangnya. Khubaib tidak pernah putus asa dari mengharap
pertolongan dan perlindungan Sang Khalik.
Mengetahui hal ini, dengan tujuan untuk
menakuti-nakuti, keluarga al-Harits segera menceritakan bahwa saudara sekaligus
sahabat Khubaib, Zaid yang juga dibeli keluarga Mekah lainnya, telah
dieksekusi. Ia telah dibunuh dengan cara ditusuk tombak dari lubang dubur
hingga tembus ke dadanya ! Astaghfirullah halladzim ..
Namun berita kejam nan sadis ini ternyata tidak
berhasil membuat hati Khubaib ketakutan apalagi berpaling dari keimanannya.
Sebaliknya hal ini justru membuat dirinya lebih pasrah terhadap
ketentuan-Nya. Akhirnya keluarga al-Haritspun putus asa. Mereka memutuskan
untuk segera mengeksekusi tawanannya yang tegar itu.
Namun
sebelum eksekusi dijalankan, Khubaib memohon agar diperbolehkan melakukan
shalat terlebih dahulu. Maka shalatlah Khubaib 2 rakaat. Usai shalat, Khubaib
menoleh kepada para algojo yang mengawasinya sambil berkata : “Seandainya
bukan karena dikira takut mati, maka aku akan menambah jumlah rakaat shalatku”. Inilah
shalat sunnah pertama yang dilakukan seorang Muslim ketika akan menghadapi
kematian.
Kemudian Khubaib melantunkan sebuah puisi :
Mati bagiku tak menjadi masalah
Asalkan ada dalam ridla dan rahmat Allah
Dengan jalan apapun kematian itu terjadi
Asalkankerinduan kepada-Nya terpenuhi
Kuberserah menyerah kepada-Nya
Sesuai dengan taqdir dan kehendak-Nya
Setelah
itu Khubaibpun disalib pada sebuah tiang. Lalu tanpa sedikitpun rasa belas
kasih pasukan pemanah menghujaninya dengan anak panah. Dalam keadaan
demikian, seorang pemuka Quraisy menghampirinya dan berkata : “
Sukakah engkau bila Muhammad menggantikanmu sementara kau sehat walafiat
bersama keluargamu?” .
“
Demi Allah, tak sudi aku bersama anak istriku selamat menikmati kesenangan
dunia sementara Rasulullah terkena musibah walau oleh sepotong duri !”, jawabnya sontak, seolah tersengat aliran listrik
ribuan watt. Sebuah jawaban yang persis dikatakan Zaid menjelang
kematiannya.
“
Demi Allah, belum pernah aku melihat manusia lain, seperti halnya
sahabat-sahabat Muhammad terhadap Muhammad “, itu yang dikatakan Abu Sufyan suatu hari
mengenai para sahabat.
Maka tanpa ampun lagi, pedang sang algojopun
menghabisi Khubaib. Namun sebelumnya, Khubaib sempat berucap kepada
Tuhannya: “
“Ya
Allah kami telah menyampaikan tugas dari Rasul-Mu, maka mohon disampaikan pula
kepadanya esok, tindakan orang-orang itu terhadap kami “.
Setelah itu orang-orang Musryik meninggalkan
tubuh Khubaib dalam keadaan tetap tersalib di tiangnya. Sementara
burung-burung buas pemangsa yang sejak tadi telah berputar-putar menanti
mangsanya tiba-tiba juga meninggalkannya. Rupanya Sang Khalik tidak ridho
hamba-Nya yang taat itu menjadi mangsa burung-burung.
Demikian pula doa yang dipanjatkan seorang hamba
kepada Sang Pemilik dalam keadaan pasrah dan ridho pada ketetapan-Nya. Tampak
jelas bahwa Sang Khalik tidak tega menolaknya. Itu sebabnya, Rasulullah yang
ketika itu berada di Madinah secara mendadak mengutus Miqdad bin Amar dan
Zubair bin Awwam untuk segera menyusul ke tempat Khubaib disalib.
Padahal ketika itu tak seorangpun orang Madinah yang mengetahui peristiwa nahas
tersebut. Allahuakbar ..
Setiba di tempat yang dimaksud, Khubaib telah tiada.
Senyum kedamaian tergurat di wajahnya. Dengan menahan kedukaan yang mendalam
kedua utusan tadi kemudian melepaskan sang mujahid dari tiang salib kemudian
membawa dan memakamkannya di suatu tempat yang hingga detik ini tak seorangpun
mengetahuinya. Sebuah fenomena yang mirip pada apa yang terjadi pada diri
nabi Isa as 14 abad sebelumnya. Tak ada sesuatupun yang mustahil bagi-Nya.
“
(Ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai `Isa, sesungguhnya Aku akan
menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta
membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang
mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian
hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal
yang selalu kamu berselisih padanya“.
(QS.Ali Imran(3):55).
Itulah cara Sang Khalik mengabulkan doa hamba-Nya yang
takwa agar dijauhkan dari tangan orang kafir. Karena sebenarnya pemuka kaum Musyrik
Mekah telah menyuruh utusan agar mereka dikirimi bagian tubuh Khubaib sebagai
bukti bahwa Khubaib telah di-eksekusi ! Allahu Akbar ..
“
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya
mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya”.(QS.Ali Imran(3):54).
Salam sejahtera wahai mujahid sejati !
Wallahu’alam
bish shawwab.