III.2. Menjaga hubungan antar sesama manusia.

 

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS.Al-Hujurat(49):13).

Manusia adalah mahluk sosial; yang selalu membutuhkan perhatian, teman dan kasih sayang dari sesamanya. Setiap diri terikat dengan berbagai bentuk ikatan dan hubungan, diantaranya hubungan emosional, sosial, ekonomi dan hubungan kemanusiaan lainnya. Maka demi mencapai kebutuhan tersebut adalah fitrah untuk selalu berusaha berbuat baik terhadap sesamanya. Islam sangat memahami hal tersebut, oleh sebab itu silaturahmi harus dilaksanakan dengan baik. Silaturahmi dijalankannya antara lain dengan saling mengunjungi yang sakit, saling membantu, tidak berbuat fitnah dan juga saling menghormati.

Rasulullah bersabda: “Orang yang bangkrut ialah mereka yang datang di hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat tetapi sekaligus membawa (dosa) mencaci orang, memfitnah dan menganiaya serta menyiksa sesama semasa hidupnya” .

Dengan adanya hubungan dan silaturahmi yang baik antar manusia ini, maka ia akan mengantarkan manusia kepada kemudahan, ketenangan dan kedamaian di dunia.

“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu”. (QS.An-Nisa’(4):86).

“Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambungkanlah tali silaturahmi dan dirikanlah shalat pada malam hari ketika manusia tertidur niscaya kamu masuk surga dengan selamat.”(HR Bukhari – Muslim).

Allah SWT sangat murka melihat seorang yang tidak mau melaksanakan silaturahmi, apalagi bila orang itu memiliki kekuasaan.

“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan…… dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dila`nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka”.(QS.Muhammad(47):22-23).

Bahkan Allah SWT mengingatkan bahwa membunuh satu orang manusia dengan tanpa alasan yang dapat dibenarkan agama adalah sama dengan membunuh seluruh manusia.

“……barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya……”.(QS.Al-Maidah(5):32).

Kebaikan sesungguhnya adalah sifat dasar (fitrah) manusia. Namun karena berbagai hal dan penyebab, fitrah tersebut dapat hilang. Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak”.

Setiap manusia adalah pemimpin, minimal bagi dirinya sendiri. Dan seorang laki-laki yang telah memutuskan menikah maka ia adalah pemimpin bagi keluarganya. Sebagai kepala keluarga ia wajib menafkahi, memperhatikan, menyayangi serta mengayomi anak dan istrinya. Seorang istri wajib mendidik dan memberikan kasih-sayang, perhatian dan kelembutannya kepada anak-anaknya, menjaga harta dan kesuciannya serta menyayangi sekaligus menghormati suaminya. Sedangkan bagi seorang anak, wajib baginya menghormati dan menyayangi kedua orang-tuanya. Masing-masing anggota keluarga memiliki tugas dan tanggung-jawabnya masing-masing.

“…… hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kalijanganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Danrendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS.Al-Isra’a(17):23-24).

Melalui perut seorang ibulah manusia dilahirkan. Dari Bahaz bin Hakim dari ayahnya dari neneknya ra, ia berkata, aku bertanya : “Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus baik?”. Beliau bersabda:”Ibumu”. Aku bertanya lagi: ”Kemudian siapa?. Beliau bersabda: ”Ibumu”. Aku bertanya lagi :”Kemudian siapa?”. Beliau bersabda: ”Ibumu”. Aku bertanya lagi : ”Kemudian siapa?”.Beliau bersabda : “Ayahmu, kemudian yang lebih dekat”. (HR Abu Dawud dan Tarmidzi).

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu”. (QS.Luqman(31): 14).

Namun demikian, bentuk ketaatan kepada kedua orang-tua ini sebatas mereka tidak memerintahkan untuk mempersekutukan-Nya walaupun bila ini terjadi harus tetap dijalankan dengan cara yang baik.

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan)”.(QS.Luqman(31):15).

Itu pula sebabnya mengapa Allah SWT melarang seseorang untuk mengangkat (adopsi) seorang anak dengan alasan apapun.

“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; …… dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. …… Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS.Al-Ahzab(33):4-5).

Islam memang sangat menganjurkan seorang Muslim memelihara anak yatim, dalam arti menyantuni dan memberikan perhatian dan kasih sayang kepada mereka. Anas bin Malik ra berkata: “Sebaik-baik rumahadalah rumah yang didalamnya ada anak yatim yang diperlakukan secara baik dan sejelek-jelek rumah adalah rumah yang didalamnya ada anak yatim yang disia-siakan. Hamba Allah yang paling dicintai Allah adalah orang yang memperlakukan anak yatim dan janda dengan baik”.

Namun tetap harus menghargai kedua orang tua kandung mereka, yaitu dengan cara tetap menggunakan nama ayah mereka. Hal ini menunjukkan betapa hubungan antara anak dan kedua orang-tua kandung sangat penting. Disamping tentu banyak pertimbangan lain yang juga cukup penting, diantaranya adalah berkenaan dengan masalah perkawinan dan ahli waris. Dan hal ini juga berlaku atas diri Rasulullah SAW. Zaid bin Haritsah adalah bekas budak yang diangkat sebagai anak angkat oleh beliau. Sebelum turun ayat diatas Rasulullah memberinya nama Zaid bin Muhammad. Namun segera begitu turun ayat yang melarang hal tersebut, maka Zaid kembali menggunakan nama ayahnya yaitu, Zaid bin Haritsah.

Demikian pula kerabat, sanak saudara dan keluarga dekat yang dalam keadaan kekurangan, orang-orang miskin, orang yang dalam perjalanan (kemudian menemui kesulitan) Allah SWT menghendaki agar mereka itu dibantu. Namun sebaliknya Allah juga tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. Dialah, Al Azis, Al-Hakim, Ar-Rizik yang berkuasa mengatur dan Maha Mengetahui segala kebutuhan manusia.

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.(QS.Al-Isra’a(17):26-27).

Demi menjaga silaturahmi pulalah maka Allah SWT melarang seseorang berbuat curang, yaitu orang-orang yang gemar mengurangi takaran dan timbangan demi kepentingan dirinya.

“… Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya,……”. (QS.Al-’raf(7):85).

Disamping itu, manusia seharusnya juga memperhatikan pergaulannya. Saat ini dapat kita lihat pergaulan antara lelaki dan perempuan, antar sesama lelaki dan antar sesama perempuan yang begitu bebas. Bukankah Allah SWT telah dengan jelas memberikan batasan-batasannya? Akibatnya bermuncullah berbagai masalah, seperti AIDS, kelahiran anak diluar nikah dengan segala dampaknya dan sebagainya.

Allah SWT juga mengharamkan riba yaitu, kelebihan atau penambahan pada modal uang yang dipinjamkan dan harus diterima oleh yang berpiutang sesuai dengan jangka waktu peminjaman dan persentase yang ditetapkan sebelumnya.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.(QS.Ali Imraan(3):130).

“…… Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya” . (QS.Al-Baqarah(2):275).

Karena riba pada dasarnya adalah pemerasan dan penganiayaan dari golongan ekonomi kuat terhadap golongan ekonomi lemah. Dan dimanapun segala bentuk pemerasan dan penganiayaan adalah termasuk kejahatan dan dapat merusak hubungan antar sesama manusia.. Bahkan sesungguhnya Allah SWT menganjurkan agar kita menolong seseorang yang sedang dalam kesulitan, misalnya sedang terbelit hutang untuk membebaskannya dari hutang tersebut.

“Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui..”. (QS.Al-Baqarah(2):280).

Perbedaan dimata Allah SWT hanyalah berdasarkan ketakwaan. Masing-masing berlomba berbuat baik, saling nasehat-menasehati dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran.

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta`atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu`, laki-laki dan perempuan yangbersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.(QS.Al-Ahzab(33):35).

Berbuat baik kepada sesama manusia memang tidak mudah. Bahkan Allah SWT mengumpamakannya sebagai jalan yang mendaki lagi sukar. Namun itulah jalan bagi orang-orang golongan kanan, yaitu golongan orang-orang yang disayangi-Nya.

“Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat atau orang miskin yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan”.(QS.Al-Balaad(90):12-18).

Rasulullah ditanya; apa yang paling banyak mengantarkan manusia ke surga. Rasulullah menjawab :“Akhlak yang baik.”. Rasulullah ditanya; apa yang paling banyak mengantarkan manusia ke neraka.Rasulullah menjawab:” Mulut dan kemaluan”. (HR Tirmidzi).

Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama