“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. (Terjemah
QS.Al-Ahzab(33):21).
Sungguh beruntung kita, kaum Muslimin, karena Allah
SWT telah menganugerahkan kita suatu buku petunjuk, yaitu Kitabullah,
Al-Quranul-Karim. Kitab ini adalah kumpulan wahyu yang diturunkan Allah SWT
dengan perantaraan malaikat Jibril selama kurang dari 23 tahun kepada nabi-Nya
yang ummi, Muhammad SAW. Rasulullah ummi yaitu tidak mengenal dan tidak pernah
belajar membaca dan menulis karena memang kondisi saat itu tidak begitu
memerlukan kepandaian baca-tulis.
Namun demikian beliau adalah seorang yang amat bijaksana.
Beliau adalah seorang yang dikenal luas sebagai seorang yang ber-akhlak mulia
sejak jauh sebelum era kerasulan. Beliau adalah seorang yang amat bersahaja
juga rendah hati. Sejak muda masyarakat sekitarnya telah sering menitipkan
amanah kepada beliau karena mereka amat mempercayainya.
Menurut Ibnu Hisyam, salah seorang penulis
kitab-klasik Shirah Nabawiyah ternama yang termasuk orang pertama yang menulis
sejarah kehidupan Rasulullah yang hidup pada sekitar tahun 1100 M, Ka’bah
sebelum zaman Islam telah mengalami pemugaran selama 4 kali. Pemugaran ke 4
terjadi ketika Rasulullah berusia 35 tahun. Ketika itu beliau belum diangkat
menjadi rasul. Pada mulanya pemugaran berjalan lancar, masing-masing kelompok
kabilah bekerja menurut pembagian tugas yang telah disepakati bersama. Demikian
pula Rasulullah, beliau turut bekerja membantu paman beliau, Al Abbas bin
Abdul–Mutthalib.
Namun setelah pemugaran sampai pada tahap peletakkan
kembali batu Hajar Aswad terjadi perselisihan. Masing-masing kabilah merasa
lebih berhak untuk melasanakan pekerjaan tersebut. Perselisihan berkembang
menjadi pertikaian hingga nyaris terjadi pertumpahan darah. Hal ini terus
memanas hingga berhari-hari. Beruntung akhirnya suasana mendingin setelah semua
pihak mau berkumpul dan berembug. Diputuskan bahwa siapapun yang pertama kali
memasuki pintu Ka’bah, ia berhak memutuskan perkara.
Tak
lama kemudian, dalam suasana tegang tampak Rasulullah berjalan menuju pintu
Ka’bah. Serentak merekapun berucap : “Nah, dialah Al-Amin (orang yang
terpercaya), kita rela dan puas menerima keputusannya.!”. Kemudian
setelah Rasulullah mengetahui duduk perkaranya, maka beliaupun meminta selembar
kain, lalu setelah kain dihamparkan beliau meletakkan Hajar-Aswad
ditengah-tengah kain tersebut. Kemudian beliau berujar :” Setiap kabilah
hendaknya memegang pinggiran kain, lalu angkatlah bersama-sama!”. Setelah
kain didekatkan ketempat penyimpanan Hajar-Aswad kemudian beliau mengangkat
benda tersebut dan meletakkannya pada tempatnya. Dengan cara itu maka berakhirlah
perselisihan dan semua pihak merasa puas.
Sifat amanah ini pula yang menjadi daya tarik utama
bagi Siti Khadijah ra, istri sekaligus orang pertama yang mengakui ke-rasulan
Nabi Muhammad SAW. Ketika itu Siti Khadijah ra sebagai seorang saudagar sedang memerlukan
seseorang yang dapat dipercaya membawa barang dagangan untuk dibawa ke negeri
Syam. Beliau memang telah lama mendengar bahwa ada seorang pemuda Mekah yang
dijuluki Al-Amin.
Demikian pula halnya dengan Abu Bakar Sidik ra, sang
Khulafaul Rashidin I. Sejak kecil Abu Bakar telah menjalin persahabatan dengan
Muhammad kecil. Ia mengenalnya dengan amat baik. Itu sebabnya ketika sebagian
besar orang Quraisy menyangsingkan kebenaran berita Rasulullah mengenai
Isra’nya ke Yerusalem sekaligus Miraj’nya ke langit, Abu Bakar ra hanya
berkomentar : “Bahkan yang lebih dasyat dari itupun aku pasti mempercayainya“.
Ini merupakan sebuah tanda bahwa sejak kecil Muhammad SAW tidak pernah
berbohong. Keimanan yang demikian tinggi ini pula yang menyebabkan Abu Bakar mendapat
kedudukan yang tinggi, baik disisi Allah SWT maupun disisi Muhammad SAW.
Rasulullah bersabda bahwa Abu Bakar adalah satu diantara sepuluh sahabat yang
dijanjikan surga oleh Allah SWT.
Akhlak mulia tersebut tidak berubah sedikitpun
walaupun beliau kemudian menjadi seorang pemimpin agung yang memiliki pengikut
amat banyak dari berbagai kalangan dan lapisan. Anas bin Malik ra
berkata: “Para sahabat yang akan berdiri menyambut kedatangan
Rasululllah, tidak jadi berdiri ketika tahu bahwa Rasulullah tidak mau
dihormati seperti itu”. Padahal bila beliau menghendaki apapun dapat
beliau dapatkan.
“Demi Allah, wahai paman! sekiranya mereka
letakkan matahari di sebelah kananku dan bulan disebelah kiriku dengan
maksud agar aku tinggalkan pekerjaan ini (menyeru mereka kepada agama Allah)
sehingga ia tersiar (dimuka bumi) atau aku akan binasa karenanya, namun aku
tidak akan menghentikan pekerjaan ini”.
Itu yang diucapkan Muhammad Rasulullah ketika Abu
Thalib, sang paman yang selama itu senantiasa melindunginya, menganjurkan agar
beliau mau menghentikan syi’ar karena sang paman merasa tak mampu terus menerus
melindungi keponakan tercinta karena ia sendiri terus ditekan para pemuka
Quraisy. Hal ini menunjukkan betapa kuat dan kokohnya pendirian dan ketakwaan
beliau demi terus melanjutkan perintah Allah swt.
Beliau juga adalah seorang yang mudah berkomunikasi
dengan siapapun, senantiasa berlaku sopan, lemah-lembut, sabar dan tidak pernah
marah walau disakiti. Namun wajah beliau akan berubah merah padam bila melihat
atau mendengar kemungkaran atau hak-hak Allah diinjak-injak dan dihina. Ali bin
Abi Thalib RA berkata: “Rasulullah tidak pernah marah untuk hal
duniawi. Beliau marah karena kebenaran. Tidak seorangpun yang mengetahui
kemarahannya. Kemarahannya terhadap sesuatu pasti mendatangkan kemenangan
baginya.”
Beliau juga suka dan mau mendengar dan menghargai
pendapat orang lain walaupun pendapat itu datang dari bawahannya. Apalagi bila
pendapat itu benar dan lebih baik dari pendapat beliau sendiri, beliau bersedia
merubah dan mengikuti pendapat tersebut. Rasulullah memang selalu bermusyawarah
dalam memutuskan suatu masalah. Beliau tidak suka memaksakan kehendak. Sebagai
contoh, ketika dalam perang Uhud sesungguhnya Rasulullah lebih suka menanti
musuh di dalam kota (Madinah) namun berhubung sebagian besar sahabat lebih
menginginkan menyambut musuh diluar kota maka Rasulullahpun mengurungkan
keinginannya tersebut.
Aisyah
RA berujar : “Ahlak beliau (Rasulullah) adalah Al-Quran” (HR
Abu Dawud dan Muslim).
Yang juga tak kalah pentingnya adalah kecintaan
Rasulullah yang begitu besar terhadap umatnya. Pada tahun ke 10 kenabian,
Rasulullah pergi berdakwah menuju kota Thaif, sebuah kota di atas bukit tidak
berapa jauh dari Mekah. Namun dakwah beliau tidak disambut dengan baik. Beliau bahkan
dilempari batu sehingga Rasulullah terpaksa meninggalkan kota tersebut dengan
rasa sedih yang amat sangat dan bersembunyi di suatu tempat di Qarn Al-Manazil,
kurang lebih 10 km dari Mekah. Ketika itu datanglah malaikat Jibril dan
mengabarkan bahwa Allah SWT telah mengutus malaikat gunung guna mengabulkan apa
yang dikehendaki Rasulullah.
“Wahai
Muhammad, katakan apa yang kau mau. Jika engkau mau, akan aku timpakan kepada
mereka Al-Akhsyabain (yakni gunung Abu Qubais dan gunung Qu’ayqa’an)”. Namun
apa jawab Rasulullah ? “Aku justru berharap semoga Allah mengeluarkan
dari tulang sulbi mereka anak keturunan mereka yang menyembah Allah dan tidak
menyekutukan-Nya dengan apapun”.
Demikian
pula ketika Rasulullah SAW tengah menghadapi sakratul maut 12 tahun kemudian.
Beliau sempat bergumam: “Ummahku … ummahku … ingatlah yang menyebabkan
durhakanya umat Yahudi adalah kaum perempuannya ”. Hal ini
menggambarkan betapa Rasulullah amat peduli dan senantiasa memikirkan
kelanjutan nasib umatnya. Beliau begitu khawatir jikalau umatnya kelak tersesat
padahal beliau sendiri tengah dalam keadaan sakit keras. Begitu besarnya rasa
cinta, kasih dan tanggung-jawab beliau terhadap kita, umat Islam.
Berikut pendapat sejumlah orang besar Barat mengenai
Rasulullah saw :
1. Napoleon Bonaparte (Napoleon I), pendiri Empirium
Perancis (1769-1821 M).
“Musa telah menerangkan adanya Tuhan kepada bangsanya,
Yesus kepada dunia Romawi dan Muhammad kepada seluruh dunia…Enam abad
sepeninggal Yesus bangsa Arab adalah bangsa penyembah berhala, yaitu ketika
Muhammad memperkenalkan penyembahan kepada Tuhan yang disembah oleh Ibrahim,
Ismail, Musa dan Isa. Sekte Arius dan sekte-sekte lainnya telah mengganggu
kesentosaan Timur dengan jalan membangkit-bangkitkan persoalan tentang Tuhan
Bapa, Tuhan Anak dan Roh Kudus. Muhammad mengatakan, tidak ada tuhan selain
Allah yang tidak berbapa, tidak beranak dan “Trinitas” itu kemasukkan ide-ide
sesat…Muhamad seorang bangsawan, ia mempersatukan semua patriot. Dalam
beberapa tahun kaum Muslimin dapat menguasai separoh bola bumi…Muhammad memang
seorang manusia besar. Sekiranya revolusi yang dibangkitkannya itu tidak
dipersiapkan oleh keadaan, mungkin ia sudah dipandang sebagai “dewa”. Ketika ia
muncul bangsa Arab telah bertahun-tahun terlibat dalam berbagai perang
saudara”…..
(hal
105 dari “Bonaparte et L’Islam” oleh Cherfils).
2. Alphonso De Lamartine, sastrawan kenamaan Perancis
(1790 – 1869 M).
“Tidak ada orang selain dia yang dapat menyelesaikan
revolusi besar dan kekal di dunia. Sebab dalam waktu dua abad setelah
kemunculan Muhammad, Islam menguasai seluruh tanah Arabia, menaklukan Persia,
Khurasan, Transoxsania, India Barat, Syria, Mesir, Abesinia, seluruh Afrika
Utara yang dikenal pada waktu masa itu, pulau-pulau di Laut Tengah, Spanyol dan
sebagian Perancis. Lelaki itu tidak hanya mampu menggerakkan empirium-empirium
dan dinasti-dinasti; tetapi iapun sanggup menghimpun berjuta-juta manusia di
sepertiga bagian dunia yang dikenal orang pada masa hidupnya……Atas dasar sebuah
kitab yang setiap hurufnya menjadi ketentuan hukum ia menciptakan kebangsaan
spiritual yang mempersatukan manusia dari berbagai ras dan bahasa. Ia
meninggalkan kepada kita karateristik kebangsaan muslimin yang tidak dapat
dihapus dan kebencian akan tuhan-tuhan palsu serta kecintaan kepada Tuhan Yang
Mha Esa lagi Ghaib…”.
(hal
276 – 277 dari “Histoire de la Turqui “jilid II oleh dirinya
sendiri).
3. Goethe , filsuf Jerman. (1794 – 1832 M).
“Muhammad membangunkan Persia yang sedang tidur,
menginsyafkan Rumawi Timur (Byzantium) dan kaum Nasrani di negeri-negeri Timur,
agar mereka tidak terus-menerus asyik berdebat dan berpecah-belah akibat
filsafat shopites Yunani. Tidak dapat disangkal lagi bahwa para Nabi di dunia
ini serupa dengan kekuatan-kekuatan raksasa yang terdapat di alam wujud, yaitu
kekuatan-kekuatan yang senantiasa mendatangkan kebajikan bagi umat manusia
seperti matahari, hujan dan angin yang menghidupkan tanah kemudian membuat
tanah yang tandus dan gersang menjadi penuh dengan tanam-tanaman berwarna
hijau. Manusia wajib mengakui kenabian mereka. Tanda-tanda yang
membuktikan kebaikan mereka dapat kita lihat dari kenyataan bahwa mereka
itu hidup dengan keyakinan, berjiwa tenang dan tentram, bersemangat dan
bertekad kuat, tabah dan sabar menghadapi berbagai macam cobaan, tangguh menghadapi
kebobrokan mental dan moral masyarakatnya yang pasti akan lenyap bila
terus-menerus diberantas dan kehidupan mereka sehari-hari yang tidak putus
beribadah dan berdoa…Jika semuanya itu yang diajarkan agama Islam kita semua
adalah orang-orang Islam”. (hal 38 dari “Hadhritul ‘Alamil-Islamiy” jilid
I oleh Amir Syakib Arslan, dikutip dari pembicaraan antara Goethe dan sang
penulis).
Melalui pribadi sempurna inilah Al-Quran diturunkan.
Sebuah Kitab yang dijamin kesucian dan keasliannya, tidak ada perubahan sedikitpun
dari awal diturunkannya hingga detik ini.
Namun begitu, tidak sedikit pula orang yang memusuhi
Rasulullah SAW. Terutama para Orientalis, mereka sebenarnya mau tak mau
terpaksa harus mengakui kebesaran beliau. Tetapi harus dicermati, sebenarnya
sebagian dari mereka ini tengah berusaha mengarahkan pemikiran tentang
kebesaran Muhammad SAW sebagai manusia biasa, sebagai panglima perang, sebagai
pemimpin namun tidak sebagai utusan Allah. Seringkali mukjizat yang dimiliki
Rasulullah tidak ditonjolkan. Padahal sebagai seorang utusan Allah mukjizat
adalah bukan sesuatu yang mustahil bahkan mutlak.
Qatadah meriwayatkan dari Anas bin Malik, sesungguhnya
Rasulullah SAW dan para sahabat membawa wadah air (dalam bepergiannya) lalu
beliau meminta wadah tersebut yang didalamnya terisi air. Kemudian beliau
meletakkan telapak tangannya didalam wadah tadi maka mengucurlah air diantara
jari-jarinya sedangkan semua sahabat berwudhu dengan menggunakan air tersebut.
Anas bertanya kepada Abu Hamzah ”Berapa para sahabat yang berwudhu (dengan
menggunakan air yang memancar dari jari-jari Rasulullah itu) ?” Abu Hamzah
menjawab ”Mereka yang berwudhu lebih kurang 300 orang ”.(HR Bukhari
Muslim).
Disamping itu Rasulullah SAW juga diberi kelebihan
dengan pandangan yang super tajam. Pandangannya dapat menembus batas langit dan
bumi, termasuk apa yang terjadi di alam kubur.
Ibnu Abbas meriwayatkan. Ketika Rasulullah berjalan
bersama para sahabat melewati dua kuburan, tiba-tiba beliau berkata “Orang
yang berada didalam kedua kubur ini tengah disiksa oleh Allah STW. Yang satu
berjalan (dimuka bumi ini) dengan suka mengadu domba, adapun yang satu lagi
tidak pernah menutupi dari air kencingnya (artinya, percikan dari air
kencingnya itu sering kali mengenai tubuh atau pakaiannya, lalu dipakainya
pakaian tersebut untuk melakukan shalat tanpa mencuci atau menggantinya
terlebih dahulu)”.
Beliau juga mampu menembus pandangan jauh ke masa
depan. Itu sebabnya dalam perjalanan beliau menuju Sidratul Muntaha ketika
Miraj’, beliau bertemu dan melihat para Rasul bahkan dapat berkomunikasi dengan
Musa as di surga. Padahal ketika itu semua manusia termasuk para Rasul masih
dalam penantian di alam kubur.
Sesungguhnya kelebihan dan mukjizat yang diberikan
Allah SWT kepada Rasulullah SAW tak terhitung banyaknya namun bila dibandingkan
dengan mukjizat Al-Quran memang nilainya tidak seberapa.
“Sesungguhnya
Al Qur’an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada)
Rasul yang mulia, dan Al Qur’an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit
sekali kamu beriman kepadanya. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit
sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. Ia adalah wahyu yang diturunkan
dari Tuhan semesta alam. Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian
perkataan atas (nama) Kami, Niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan
kanannya.Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka
sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari
pemotongan urat nadi itu”.(Terjemah QS.
Al-Haaqqah(69):40-47).
Maka sudah sepatutnya pula bila Allah SWT
memerintahkan kita agar mengikuti sunnah Rasululullah sebagaimana tertuang
dalam As-Sunnah atau Al-Hadis yaitu dengan meyakini segala ucapan serta
mencontoh prilaku dan mengikuti keputusan yang ditetapkannya.
“Dan kami
tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk dita`ati dengan seizin Allah.
Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu
memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.
(Terjemah QS.An-Nisa(4):64).
“(Hukum-hukum
tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta`at kepada
Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir
di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah
kemenangan yang besar”. ( Terjemah QS.
An-Nisa (4):13).
“Barangsiapa
yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah. Dan
barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu
untuk menjadi pemelihara bagi mereka“.(
Terjemah QS. An-Nisa (4):80).