“Sesungguhnya syaitan
ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan
bertawakkal kepada Tuhannya”. (QS.An-Nahl(16):99).
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya
kamu mendapat keberuntungan”. (QS.Al-Maidah(5):35).
Sesungguhnya bila manusia selalu waspada dan senantiasa
mendekatkan diri kepada-Nya, kekuasaan syaitan terhadap diri manusia itu
tiadalah berarti. Ini adalah janji Allah SWT.
“Dia
(iblis) berkata: “Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan
atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari
kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali
sebahagian kecil“.(QS.Al-Israa’(17):62).
Namun sayangnya kebanyakan manusia terlalu berlebihan
dalam mencintai kehidupan dunia dan mereka terlalu menurutkan hawa nafsunya.
Ini yang mengakibatkan syaitan, sebagai pasukan dan pemuja Iblis, mudah
mengganggu, mengelabui dan akhirnya menyesatkan manusia. Karena memang inilah
tujuan syaitan, yaitu agar manusia menemani Iblis dalam siksa neraka
jahanam.
“Dan
kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa
nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu
menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan
lidahnya (juga)……”.(QS.Al-‘Araf(7):176).
“Syaitan
telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat
Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
golongan syaitan itulah golongan yang merugi”. (QS.Mujadillah(58):19).
1.
Jihad Psikis / Spiritual.
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan
harta dan jiwa mereka”. (QS.Al-Hujuraat(49:15).
Kata Jihad sering kali diartikan sebagai perang
bersenjata menghadapi musuh secara terbuka di medan perang. Padahal bila kita
perhatikan ayat-ayat Al-Quran sebenarnya tidak selalu demikian. Jihad juga
dapat diartikan membelanjakan dan mengorbankan harta di jalan Allah sebagai
perang melawan keserakahan. Zakat dan infak adalah contoh dari jihad dengan
harta. Disamping itu, Islam mengenal jihad melawan hawa nafsu. Berbagai
hawa nafsu seperti nafsu syahwat, nafsu amarah, sombong, dengki dan iri hati,
bermalas-malas, makan berlebihan dan juga nafsu untuk selalu melawan perintah
Allah adalah beberapa contoh nafsu yang harus diperangi, harus dikendalikan.
Inilah yang dimaksud dengan jihad spiritual atau jihad psikis. Pada intinya
dalam jihad spiritual yang harus dilawan adalah bisikan syaitan karena memang
dialah yang ingin agar Allah memurkai kita, agar kita menemaninya ke neraka
kelak.
“Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat
Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain).
Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS.Al-Ankabuut(29):45).
Dan
hanya dengan berpegang kepada tali Allah sajalah kita akan mampu melawan
bisikan tersebut, yaitu dengan jalan membaca dan memahami Al-Quran dan kemudian
mengamalkannya, diantaranya yaitu dengan shalat yang dikerjakan dengan hati
yang bersih.
“Allah
telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur’an yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang
takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia
menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya………”. (QS.Az-Zumar(39):23).
Jadi
untuk memenangkan permainan “The True Game” yang diciptakan-Nya tidak
ada kata lain selain harus mengikuti aturan-aturan-Nya. Walaupun sebenarnya Dia
tidak menjadikan aturan, baik itu larangan maupun perintah, tanpa hikmah.
Contohnya sbb :
“Sesungguhnya
Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan
binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya
dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.Al-Baqarah(2):173).
Berdasarkan
pengamatan dan penelitian yang dilakukan belakangan ini ternyata terbukti bahwa
babi adalah binatang yang lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya.
Berbagai penyakit dibawanya, diantaranya kolera babi dan keguguran nanah yang
dapat menyebabkan gangguan pada persendian. Penelitian ilmiah modern di Cina
dan Swedia menyatakan bahwa daging babi merupakan penyebab utama kanker anus
dan usus besar. Bahkan beberapa ilmuwan mengemukakan kecurigaan mereka bahwa
ada kemungkinan daging babi adalah penyebab berbagai penyakit misterius
seperti SARS/flue burung.
Dan
bila kita amati cara kehidupan babi dibanding binatang lain sebenarnya sungguh
buruk. Binatang ini suka memakan segala kotoran termasuk kotoran manusia dan
kotorannya sendiri. Bahkan dalam keadaan tertekan iapun tega memakan daging
anaknya sendiri! Binatang ini juga diketahui suka melakukan hubungan sesama
jenis alias homosex/lesbian dan tidak seperti binatang lain yang cenderung “sangat
pencemburu”, babi tidak merasa keberatan bila betinanya diganggu jantan
lain. Selain itu lemak babi adalah lemak yang paling tinggi kolesterolnya
dibanding lemak binatang lain demikian pula darahnya, uric acid atau
asam uratnya paling tinggi. Patut diketahui, sejak zaman nabi Musa as babi
telah diharamkan untuk dikosumsi. (Imamat 11: 7-8). Demikian pula dengan
masalah khamar.
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). Dan
ta`atlah kamu kepada Allah dan ta`atlah kamu kepada Rasul (Nya) dan
berhati-hatilah”. (QS.Al-Maidah(5):90-92).
Pemakaian khamar (alkohol) dan
berjudi disamping melalaikan manusia dari mengingat Allah sebetulnya juga
memberikan kerugian yang banyak baik bagi sang pelaku maupun bagi orang
disekitarnya. Itu sebabnya Allah SWT berfirman untuk menghindarinya agar kita
beruntung. Dan Allah SWT juga mengingatkan kita agar supaya berhati-hati
menghadapinya. Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita mendengar berbagai
keributan dan juga kecelakaan kendaraan yang disebabkan oleh para pemabuk.
Mereka adalah para peminum segala macam alkohol yang memabukkan, yang membuat
mereka kehilangan keseimbangan dan akal sehat. Berbagai kejahatan mulai
pertengkaran, perselisihan, perselingkuhan hingga pembunuhan diawali oleh
pengaruh alkohol. Jadi sungguh dampak pemakaian zat ini sebenarnya sudah
demikian parah dan merisaukan masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Di sejumlah
negara Barat yang notabene terbiasa mengkonsumsi alkohol, belakangan ini mulai
mengawasi para pengendara kendaraannya dalam hal pemakaian alkohol.
“Allah
berfirman: “……… Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu
barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak
akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan
Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan
buta”.(QS.Thaa-haa(20):123-124).
Allah
SWT juga memperingatkan kita untuk selalu menggunakan hukum yang telah
ditetapkannya. Syaitan akan senantiasa membisikkan manusia agar terus mengikuti
kemauan hawa nafsunya, nafsu yang tidak didasarkan atas hukum Allah.
Sesungguhnya syaitan telah masuk jauh kedalam hati orang-orang yang
tidak menjadikan Al-Quran itu sebagai pegangan hidupnya. Mereka
adalah sekutu iblis dari jenis syaitan manusia. Mereka ingin agar senantiasa
menjadi pemimpin bagi orang-orang mukmin yang lemah. Berbagai cara akan
digunakannya untuk menggiring orang-orang mukmin yang lemah ini agar dapat
menemani mereka di neraka kelak. Inilah jihad yang amat sangat berat, jihad
spiritual, kecuali bagi orang-orang mukmin yang berpegang kuat pada
hukum-hukum Sang Maha Kuasa, Sang Maha Pencipta yang telah menjadikan manusia
dan seluruh alam semesta.
“dan
hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah
kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian
apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum
yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian
dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang
fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka……”.(QS.Al-Maidah(5):49-51).
2.
Jihad Fisik / Jihad Jiwa.
“Hai
Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu,
dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan
itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya”.(QS.At-Taubah(9):73).
Jihad dengan jiwa adalah berperang di jalan Allah demi
membela kebenaran yang hakiki, kebenaran sejati yang bukan berdasarkan
pemikiran dan hawa nafsu manusia semata. Dialah yang Maha Mengetahui, Dialah
Sang Pencipta segala yang ada di alam semesta ini, Dialah Sang Pemilik. Dengan
demikian memang hanya Dialah Sang Kebenaran, Allah Azza wa Jalla, Tuhan Yang
Satu.
Allah SWT menyuruh manusia agar bersabar terhadap
segala urusan. Sabar adalah ibadah dan Allah menyukai mahluknya yang memiliki
kesabaran yang tinggi. Dan tidak seperti ibadah-ibadah lain yang memiliki
ganjaran yang terbatas yaitu hingga 700 kali lipat, tidak demikian dengan
sabar.
“Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir,
pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran)
bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha
Mengetahui”. (QS.Al-Baqarah(2):261).
Allah SWT tidak membatasi pahala orang yang bersabar
karena sesungguhnya sabar adalah hakikat ibadah, yaitu inti dari ketundukkan,
kepatuhan dan kepasrahan.
“Katakanlah:
“Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang
yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah
luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (QS.Az-Zumar(39):10).
Kesabaran dalam Islam tidak mengenal batas. Namun
sabar yang bagaimanakah itu? Difinisi sabar dalam Islam yaitu menahan diri
sesuai dengan tuntutan akal dan tuntutan syariah. Islam mengajarkan sebuah
kedisiplinan yang tinggi. Islam bukan untuk dipermainkan. Siapa yang tidak mau
menegakkan kebenaran dan keadilan berarti ia memusuhi Allah. Disinilah keimanan
kita ditantang.
“Barangsiapa
diantaramu yang melihat kejelekan maka rubahlah dengan tangannya.
Maka jika tidak sanggup maka rubahlah dengan perkataanya. Dan jika
tidak sanggup rubahlah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah
iman”.(HR Bukhari-Muslim).
Allah SWT tidak menurunkan ayat jihad dengan jiwa pada
awal diturunkannya Al-Quran. Padahal ketika itu Islam begitu dimusuhi dan
ditentang. Namun Allah memerintahkan untuk tetap bersabar karena perang dalam
Islam bukan ditujukan demi memenuhi nafsu amarah belaka. Sebaliknya perintah
Allah untuk berperang dan memerangi orang-orang kafir baru ada setelah
Rasulullah berdakwah lebih dari 12 tahun. Hal tersebut dikarenakan umat Islam
tidak dapat bebas menjalankan perintah Allah SWT untuk beramal-ibadah dengan
tenang. Karena dalam menjalankan ajarannya umat Islam memerlukan adanya sistim
dan prinsip-prinsip Islam agar hak dan kewajiban mereka terlindungi dengan
baik. Apalagi bila mereka sampai terusir dari tempat tinggalnya sendiri hanya
dikarenakan mereka ingin menegakkan kalimat Tauhid maka satu-satunya jalan
hanyalah melawan dan berperang.
”Telah diizinkan
(berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah
dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong
mereka itu (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman
mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami
hanyalah Allah”…..(QS.Al-Hajj(22):39-40).
Rasulullah SAW berdakwah di Makkah secara
sembunyi-sembunyi 3 tahun lamanya. Setelah itu turun ayat agar beliau berdakwah
secara terang-terangan. Namun ajakannya menuju kebaikan, menuju penyembahan
Tauhid yang benar, tidak disambut dengan baik. Sebaliknya Rasulullah dan para
sahabat malah diejek, dilecehkan dan dianiaya. Sejumlah sahabat seperti
Sumayyah dan suaminya disiksa kemudian dibunuh. Siksaan demi siksaan terus
ditingkatkan. Kaum musyrikin yang keras kepala tersebut bahkan melakukan
pemboikotan. Selama 2 atau 3 tahun para sahabat hidup dalam kesulitan baik
dalam hal makanan dan minuman maupun berinteraksi dengan dunia luar.
Padahal mereka tidak berbuat kejahatan, mereka hanya ingin memurnikan
penghambaan dan penyembahan kepada yang berhak. Bahkan Rasulullahpun
tidak luput dari ancaman pembunuhan sehingga akhirnya kaum Muslimin terpaksa
menuju Madinah meninggalkan kota kelahiran mereka, Makkah, kota dimana mereka
mencari nafkah kehidupan selama ini, meninggalkan sanak saudara, harta dan
semua yang dicintai dan dimiliki.
Namun
di kota baru tersebut, kaum Muslimin tetap tidak dapat hidup dengan
tenang. Kali ini kaum Yahudi yang banyak menempati wilayah-wilayah tertentu di
Madinah, ikut memusuhi kaum Muslimin. Mereka merasa benci dan dengki karena
Sang Mesiah, utusan yang dijanjikan dalam kitab mereka, ternyata
bukan datang dari kalangan mereka, melainkan dari bangsa Arab yang selama ini
mereka lecehkan. Perjanjian Madinah yang isinya antara lain saling menghormati
ajaran masing-masingpun mereka langgar. Orang-orang Yahudi ini malah
memprovokasi penduduk Makkah dan sekitarnya agar mereka bersatu menyerang dan
mengenyahkan ajaran Islam yang baru tumbuh tersebut. Akhirnya muncullah
peperangan demi peperangan : Perang Badar, Perang Uhud, Perang Parit,
Perang Khaibar dan sebagainya.
“
Jika mereka merusak sumpah (janji) nya sesudah mereka
berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin
orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang
tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti”.(QS.At-Taubah(9):12).
Perang yang mendapat izin dari-Nya mulanya memang
hanya untuk mempertahankan diri. Kemudian setelah Islam berdiri
tegak, perang diperintahkan dengan tujuan untuk menghilangkan penyembahan
terhadap berhala dan kembali ke ajaran Tauhid. Kecuali bila kaum atau bangsa
tersebut memiliki perjanjian damai dan mereka tidak melanggar perjanjian
tersebut.. Yang demikian ini, selain harus diberi kesempatan untuk mengenal
ajaran Islam dengan baik mereka juga harus dilindungi.
“Dan
jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu,
maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah,
kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan
mereka kaum yang tidak mengetahui. ”.(QS.At-Taubah(9):6).
Namun
bila mereka melanggar perjanjian, mereka harus diperangi. Islam adalah ajaran
yang tegas. Demi keadilan hukum harus ditegakkan. Setelah takluk dan berada di
bawah kekuasaan pemerintahan Islam, sebagai jaminan perlindungan mereka wajib
membayar jiziah. Ini adalah sebuah kewajiban
sebagaimana penduduk Muslim wajib membayar uang zakat. Dan
sebagai gantinya, kaum dzimmi, sebutan bagi non Muslim pembayar jiziah, hak
hidup, harta dan agama mereka dilindungi oleh penguasa.
”Perangilah
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari
kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh
Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah),
(yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar
jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk ”.(QS.At-Taubah(9):29).
Sementara bagi kaum atau bangsa yang tidak memiliki
ikatan perjanjian apapun bila setelah didakwahi secara baik-baik tetap menolak
dan tetap pada pendirian semula, apalagi bila mereka mengganggu dan menghalangi
ajaran Islam maka mereka wajib diperangi. Namun demikian perempuan, anak-anak,
orang tua bahkan tanamanpun sekalipun dilarang untuk dihancurkan kecuali karena
sebab-sebab khusus. Jadi perang dalam Islam bukan untuk kepentingan pribadi,
kelompok, ras maupun golongan tertentu apalagi politik. Perang dalam
Islam juga bukan untuk melampiaskan hawa nafsu, kemarahan dan yang semacamnya.
Perang adalah demi ketaatan dalam menjalankan perintah-Nya. Perang adalah
pilihan terakhir demi tercapainya masyarakat yang adil, damai, tunduk dan patuh
terhadap aturan Sang Pemilik Yang Tunggal. Upah dan imbalan yang diharapkanpun
bukan upah duniawi!
”
Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,
maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku
sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak
lain hanyalah dari Tuhan semesta alam”.(QS.Asy-Syuara’(26):107-109).
Demikianlah yang dikatakan semua Rasul dan
Nabi-Nya.
Bila kita perhatikan suasana di Timur Tengah saat ini,
akan terlihat nyata betapa kaum kafir telah mempermainkan, melecehkan bahkan
telah sampai pada tahap penganiayaan terhadap saudara-saudara kita seiman.
Rakyat Palestina telah terusir dari kampung halamannya. Mereka ditindas dan
diperlakukan secara tidak adil di kampung halaman mereka sendiri. Maka wajib
hukumnya bagi umat Muslim dimanapun berada untuk membela hak dan keimanan
mereka. Jiwa mereka terancam, bahkan demi melaksanakan kewajiban segala
perintah dan larangan-Nya.
“Kamu
akan melihat kepada orang-orang Mukmin itu dalam hal kasih-sayang diantara
mereka, dalam kecintaan dan belas kasihan diantara mereka adalah
seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh itu merasa sakit maka akan
menjalarlah kesakitan itu pada anggota tubuh yang lain dengan menyebabkan tidak
dapat tidur dan merasakan demam.”(HR Bukhari).
Jalan bagi mereka tiada kata selain berjihad dengan
jiwa yaitu berperang. Musuh mereka dalam hal ini adalah musuh yang nyata,
syaitan dalam bentuk manusia. Mereka adalah orang-orang kafir yang berusaha
menyesatkan manusia dari menyembah hanya kepada-Nya. Dan kita sebagai saudara
seiman, wajib untuk membantu dengan segala upaya karena sesama mukmin adalah
saudara. Dalam jihad menghadapi orang kafir Allah SWT menghendaki agar kaum
mukmin bersatu, saling membantu dan saling menasehati.
“Sesungguhnya orang-orang
mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu
dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. (QS.Al-Hujurat
(49):10).
Namun
sayang pada kenyataannya, kaum kafir telah
berhasil meng-adu domba sesama mukmin. Tampak
nyata bahwa zionis Israel, dibidani para
Freemansori yang
bersembunyi dibalik pemerintahan
Amerika Serikat, telah berhasil
memaksakan kemauan mereka dengan menolak pemerintahan
resmi Palestina yang nyata-nyata dimenangkan secara demokrasi hingga
menimbulkan perpecahan didalam negri tersebut. Bahkan mereka telah
berhasil memaksakan boikot ekonomi terhadap negeri yang telah menjadi
sedemikian sempit ini. Dengan kekuatan mereka
dibidang penyiaran baik penyiaran melalui media
cetak maupun media elektronik, mereka
berhasil secara sepihak memaksakan opini
mereka ke pihak lain.
Menurut
pengakuan seorang warga-negara Australia
asal Jerman, Frederick Toben, peristiwa Holocaust, yaitu
peristwa pembantaian bangsa Yahudi secara besar-besaran oleh pihak Jerman di
masa lalu yang menghebohkan itu, adalah suatu peristiwa yang terlalu
dibesar-besarkan. Hal tersebut sengaja dilakukan sebagai alasan dan jalan untuk
lebih memudahkan pihak Yahudi agar dapat membentuk negara dan kerajaan yang
mereka cita-citakan di atas tanah yang lebih dari ribuan tahun telah menjadi
tempat tinggal bangsa Palestina. Dengan alasan itulah Zionis berhasil
mendoktrin orang Yahudi di seluruh dunia untuk ’kembali’ berkumpul di tanah
yang mereka klaim sebagai tanah leluhur. Maka dengan izin dan restu PBB yang
sangat pro Barat, sekarang ini Yahudi berhasil mendirikan negara Israel. Bahkan
hingga detik ini dengan cara semen-mena negara ini terus berupaya memperluas
wilayah kekuasaannya tanpa mau menghormati perjanjian internasional yang telah
disepakati bersama.
Bila
diperhatikan, di Barat saat ini orang dapat dengan mudah melontarkan kritik
terhadap apapun bahkan terhadap Yesus sekalipun. Namun tidak bila
terhadap Holocaust maupun segala yang berhubungan dengan
kebijaksanaan Israel, zionisme Yahudi khususnya. Hal tersebut
terbukti nyata ketika beberapa waktu yang lalu Presiden Iran, Ahmadinejad,
menyelenggarakan konferensi pers membahas tentang kebohongan Holocaust. Sontak
pihak Baratpun bereaksi keras, mereka mengancam dengan menjatuhkan hukuman
berat bagi para nara sumber yang turut berpartisipasi dalam konferensi
tersebut. Sesuatu yang sungguh mengherankan!
“Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan
yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun
kokoh”. (QS. Asf-Shaff(61):4).
Demikian pula keadaan negara-negara Muslim seperti
Irak dan Afganistan yang telah dijajah dan diduduki oleh orang-orang kafir
dengan berbagai alasannya. Allah SWT telah berulang-kali mengingatkan bahwa
orang-orang kafir itu ingin menyesatkan diri orang mukmin dengan cara yang
tidak kita sadari. Islam mengajarkan suatu ketegasan bila kita ingin menang dan
ingin dihargai. Kita harus melawan dan menunjukkan jati diri sebagai pasukan
Allah demi menumpas kemungkaran.
“Mereka
ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir,
lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka
penolong-penolong (mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka
jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya,
dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka pelindung, dan jangan
(pula) menjadi penolong, kecuali orang-orang yang meminta
perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah
ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang
hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi
kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada
mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. Tetapi jika
mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian
kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh)
mereka”. (QS.An-Ni’sa(4):89-90).
Dan pahala bagi orang yang berperang karena membela
agama Allah adalah pahala yang besar baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Orang-orang ini adalah orang-orang yang bertakwa, yang berperang karena
mengharap ridho’-Nya, yang pantang menyerah, yang bersabar sambil senantiasa
berdoa agar Allah SWT mengampuni segala kesalahan atas dosa dan tindakan yang
berlebihan dalam berperang serta memohon agar teguh dalam berpendirian.
“Dan
berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka,
sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak
menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan
tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang
yang sabar. Tidak ada do`a mereka selain ucapan: “Ya Tuhan kami, ampunilah
dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam
urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami
terhadap kaum yang kafir“. Karena itu Allah memberikan kepada
mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan”.(QS.Ali-Imraan (3):146-148).
Sedangkan balasan bagi mereka yang mati syahid (dalam
berperang) adalah kenikmatan di akhirat bersama para nabi. Semuanya itu
disebabkan ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya.
“Dan
barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu:
Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan
orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”.(QS.An-Nisa
(4):69).
Disamping itu cobalah kita perhatikan jumlah
korban dalam sejarah peperangan Islam. Selama hampir 23 tahun itu
tercatat telah terjadi kurang lebih 20 perang besar dibawah kepemimpinan
Rasulullah saw. Berdasarkan penelitian yang dilakukan seorang sejarahwan Dr.
Muhammad Imarah ternyata jumlah korban yang jatuh selama itu hanyalah 386 orang
saja, baik dari pihak Muslim maupun pihak musuh. Bandingkan dengan perang
saudara antara Katholik vs Protestan yang terjadi selama 30 tahun antara
1618-1648. Perang ini menelan korban jiwa 10 juta orang! Menurut Voltaire
(1694-1778), seorang filsuf Perancis, jumlah tersebut sama dengan jumlah 40%
penduduk Eropa Tengah pada abad pertengahan.
Bandingkan
juga dengan jumlah korban suku Indian yang tewas paska lahirnya UU Indian
Removal Act tahun 1830 yang menyebabkan 70.000 orang Indian tewas dan terusir
dari tempat tinggalnya sendiri. Atau bandingkan dengan jumlah korban bom atom
di Hirosima dan Nagasaki pada tahun 1945 oleh pihak Amerika Serikat pimpinan
Presiden F.D.Rosevelt. yang katanya menjunjung tinggi nilai HAM. Dalam waktu
hitungan sekian menit peristiwa biadab ini menelan korban tewas 140 ribu penduduk
tak berdosa Hirosima dan 70 ribu penduduk Nagasaki. Belum lagi korban cacat
akibat radiasi kimianya yang berdampak.benar-benar berbahaya.
Jadi jelas, jihad fisik dalam Islam bukan bentuk
pemaksaan agar seseorang mau memeluk agama yang lurus ini, sebagaimana sering
dituduhkan bahwa Islam adalah agama pedang. Allah SWT memang memerintahkan agar
umat Islam berdakwah, yaitu menyadarkan kembali ingatan mahluknya yang lupa,
mengajak sekaligus mengajarkan agar seluruh manusia kembali ke jalan yang
benar, yaitu menyembah hanya kepada-Nya sebagaimana yang diajarkan Islam
melalui Rasulullah SAW dan para Rasul pendahulunya sebelum diselewengkan.
Karena yang demikian itu selain akan membebaskan manusia dari api neraka kelak,
juga akan memancing ridho Allah agar bumi dan seluruh isinya tetap terjaga
dalam keamanan, kemakmuran dan kestabilannya sebagaimana bergulirnya sistim
alam semesta yang selalu dalam ketaatan dan kepatuhannya. Tidak ada paksaan
dalam hal ini karena manusia memang diperbolehkan memilih, takwa atau
durhaka.
“Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya
ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui…”. (QS.Al-Baqarah (2): 256).
Namun
satu hal yang tidak boleh dilupakan bila seseorang telah memilih dan menentukan
jalan hidupnya ia wajib mengikuti dan mematuhi aturan hukum jalan yang
dipilihnya itu, terpaksa ataupun tidak terpaksa!