Memang
benar, bahwa kepintaran manusia itu mempunyai akibat yang merugikan dirinya
sendiri. Dan orang-orang yang mempunyai bakat-bakat istimewa, banyak yang harus
membayar mahal, justru pada waktu ia patut menerima ganjaran dan penghargaan
….
Shahabat mulia Abu Hurairah termasuk salah seorang dari mereka . .. .
Sungguh dia mempunyai bakat luar biasa dalam kemampuan dan kekuatan ingatan …
Abu Hurairah r.a. mempunyai kelebihan dalam seni menangkap apa yang didengarnya, sedang ingatannya mempunyai keistimewaan dalam seni menghafal dan menyimpan . . . .
Didengarnya, ditampungnya lalu terpatri dalam ingatannya
hingga dihafalkannya, hampir tak pernah ia melupakan satu kata atau satu huruf
pun dari apa yang telah didengarnya, sekalipun usia sertambah dan masa pun
telah berganti-ganti. Oleh karena itulah, ia telah mewakafkan hidupnya untuk
lebih banyak mendampingi Rasulullah sehingga termasuk yang terbanyak menerima
dan menghafal Hadits, Serta meriwayatkannya.
Sewaktu datang masa pemalsu-pemalsu hadits yang dengan sengaja membikin hadits-hadits bohong dan palsu, seolah-olah berasal dari Rasulullah saw. mereka memperalat nama Abu Hurairah dan menyalahgunakan ketenarannya dalam meriwayatkan Hadits dari Nabi saw., hingga sering mereka mengeluarkan sebuah “hadits”, dengan menggunakan kata-kata:
”Berkata Abu
Hurairah . . . “.
Dengan perbuatan ini hampir-hampir mereka menyebabkan
ketenaran Abu Hurairah dan kedudukannya selaku penyampai Hadits dari Nabi saw.
menjadi lamunan keragu-raguan dan tanda tanya, kalaulah tidak ada usaha dengan
susah payah dan ketekunan yang luar biasa, serta banyak waktu yang telah dihabiskan
oleh tokoh-tokoh utama para ulama Hadits yang telah membaktikan hidup mereka
untuk berhidmat kepada Hadits Nabi dan menyingkirkan setiap tambahan yang
dimasukkan ke dalamnya.’
Di sana Abu Hurairah berhasil lolos dari jaringan
kepalsuan dan penambahan-penambahan yalkg sengaja hendak diselundupkan oleh
kaum perusak ke dalam Islam, dengan mengkambing hitamkan Abu Hurairah dan
membebankan dosa dan kejahatan mereka kepadanya ….
Setiap anda mendengar muballigh atau penceramab atau
khatib Jum’at mengatakan kalimat yang mengesankan “dari Abu Hurairah r.a.
berkata ia, telah bersabda Rasulullah saw.
Saya
katakan ketika anda mendengar nama ini dalam rangkaian kata tersebut, dan
ketika anda banyak menjumpainya, yah … banyak sekali dalam kitab-kitab Hadits,
sirah, fikih serta kitab-kitab Agama pada umumnya, maka ketahuilah bahwa anda
sedang menemui suatu pribadi antara sekian banyak pribadi yang paling gemar
bergaul dengan Rasulullah dan mendengarkan sabdanya …. Karena itulah Perbendaharaannya
yang menakjubkan dalam hal Hadits dan pengarahan-pengarahan penuh hikmat yang
dihafalkannya dari Nabi saw. jarang diperoleh bandingannya . . . . Dan dengan
bakat pemberian Tuhan yang dipunyainya beserta perbendaharaan Hadits tersebut,
Abu Hurairah merupakan salah seorang paling mampu membawa anda ke hari-hari
masa kehidupan Rasulullah saw. beserta para shahabatnya r.a. dan membawa anda
berkeliling, asal anda beriman teguh dan berjiwa siaga, mengitari pelosok dan
berbagai ufuk yang membuktikan kehebatan Muhammad saw. beserta shahabat-shahabatnya
itu dan memberikan makna kepada kehidupan ini dan memimpinnya ke arah kesadaran
dan pikiran sehat. Dan bila garis-garis yang anda hadapi ini telah menggerakkan
kerinduan anda untuk mengetahui lebih dalam tentang Abu Hurairah dan mendengarkan
beritanya, maka silakan anda memenuhi keinginan anda tersebut . . . .
Ia adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi Islam, dengan segala perubahan mengagumkan yang diciptakannya. Dari orang upahan menjadi induk semang atau majikan . . . .
Dari seorang yang terlunta-lunta di tengah-tengah lautan manusia, menjadi imam dan ikutan. Dan dari seorang yang sujud di hadapan batu-batu yang disusun menjadi orang yang beriman kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa . . . .
Inilah dia
sekarang bercerita dan berkata:
“Aku dibesarkan dalam keadaan yatim, dan pergi hijrah dalam keadaan miskin . . . .
Aku menerima upah sebagai pembantu pada Busrah binti Ghazwan demi untuk mengisi perutku…!
Akulah yang melayani keluarga itu bila mereka sedang menetap dan menuntun binatang tunggangannya bila sedang bepergian . . . .
Sekarang inilah aku, Allah telah menikahkanku dengan putri
Busrah, maka segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Agama ini tiang
penegak, dan menjadikan Abu Hurairah panutan ummat …
Ia datang kepada Nabi saw. di tahun yang ke tujuh Hijrah sewaktu beliau berada di Khaibar; ia memeluk Islam karena dorongan kecintaan dan kerinduan . . . .
Dan semenjak ia bertemu dengan Nabi saw. dan berbaiat kepadanya, hampir-hampir ia tidak berpisah lagi daripadanya kecuali pada saat-saat waktu tidur . . . .
Begitulah berjalan selama masa empat tahun
yang dilaluinya bersama Rasulullah saw. yakni sejak ia masuk Islam sampai
wafatnya Nabi, pergi ke sisi Yang Maha Tinggi. Kita katakan: “Waktu yang empat
tahun itu tak ubahnya bagai suatu usia manusia yang panjang lebar, penuh dengan
segala yang baik, dari perkataan, sampai kepada perbuatan dan pendengaran.
Dengan fitrahnya yang kuat, Abu Hurairah mendapat kesempatan
yang besar yang memungkinkannya untuk memainkan peranan penting dalam berbakti
kepada Agama Allah.
Pahlawan perang di kalangan shahabat, banyak ….
Ahli fiqih, juru da’wah dan para guru juga tidak
sedikit ….
Tetapi lingkungan dan masyarakat memerlukan tulisan
dan penulis. Di masa itu golongan manusia pada umumnya, jadi bukan hanya
terbatas pada bangsa Arab Saja, tidak mementingkan tulis-menulis. Dan
tulis-menulis itu belum lagi merupakan bukti kemajuan di masyarakat manapun.
Bahkan Eropah sendiri juga demikian keadaannya sejak
kurun waktu yang belum lama ini. Kebanyakan dari raja-rajanya, tidak terkecuali
Charlemagne sebagai tokoh utamanya, adalah orang-orang yang buta huruf tak tahu
tulis baca, padahal menurut ukuran masa itu, mereka memiliki kecerdasan dan
kemampuan besar ….
Kembali kita pada pembicaraan semula untuk melihat Abu
Hurairah, bagaimana ia dengan fitrahnya dapat menyelami kebutuhan masyarakat
baru yang dibangun oleh Islam, yaitu kebutuhan akan orang-orang yang dapat
melihat dan memelihara peninggalan dan ajaran-ajarannya. Pada waktu itu memang
ada para shahabat yang mampu menulis, tetapi jumlah mereka sedikit sekali,
apalagi sebagiannya tak mempunyai kesempatan untuk mencatat Hadits-hadits yang
diucapkan oleh Rasul.
Sebenarnya Abu Hurairah bukanlah seorang penulis, ia
hanya seorang ahli hafal yang mahir, di samping memiliki kesempatan atau mampu
mengadakan kesempatan yang diperlukan itu, karena ia tak punya tanah yang akan
digarap, dan tidak pula perniagaan yang akan diurus… .
Ia pun menyadari bahwa dirinya termasuk orang yang masuk Islam belakangan, maka ia bertekad untuk mengejar ketinggalannya, dengan cara mengikuti Rasul terus-menerus dan secara tetap menyertai majlisnya . . ..
Kemudian disadarinya pula adanya bakat pemberian Allah ini pada dirinya, berupa
daya ingatannya yang luas dan kuat, Serta semakin sertambah kuat, tajam dan
luas lagi dengan do’a Rasul saw., agar pemilik bakat ini diberi
Allah berkat.
Ia menyiapkan dirinya dan menggunakan bakat dan
kemampuan karunia Ilahi untuk memikul tanggung jawab dan memelihara
peninggalan yang sangat penting ini dan mewariskannya kepada generasi kemudian
….
Abu Hurairah bukan tergolong dalam barisan penulis, tetapi sebagaimana telah kita utarakan, ia adalah seorang yang terampil menghafal lagi kuat ingatan . . . .
Karena ia tak punya tanah yang akan
ditanami atau perniagaan yang akan menyibukkannya, ia tidak berpisah dengan
Rasul, baik dalam perjalanan maupun di kala menetap ….
Begitulah ia mempermahir dirinya dan ketajaman daya
ingatnya untuk menghafal Hadits-hadits Rasulullah saw. dan pengarahannya.
Sewaktu Rasul telah pulang ke Rafikul ‘Ala (wafat), Abu Hurairah terus-menerus
menyampaikan Hadits-hadits, yang menyebabkan sebagian shahabatnya merasa heran
sambil bertanya-tanya di dalam hati, dari mana datangnya Hadits-hadits ini,
kapan didengarnya dan diendapkannya dalam ingatannya ….
Abu Hurairah telah memberikan penjelasan untuk menghilangkan kecurigaan ini, dan menghapus keragu-raguan yang menulari para shahabatnya, maka katanya: “Tuan-tuan telah mengatakan bahwa Abu Hurairah banyak sekali mengeluarkan Hadits dari Nabi saw. . . .
Dan tuan-tuan katakan pula orang-orang Muhajirin yang lebih dahulu daripadanya masuk Islam, tak ada menceritakan Hadits-hadits itu … ?
Ketahuilah, bahwa shahabat-shahabatku
orang-orang Muhajirin itu, sibuk dengan perdagangan mereka di pasar-pasar,
sedang shahabat-shahabatku orang-orang Anshar sibuk dengan tanah pertanian
mereka …. Sedang aku adalah seorang miskin, yang paling banyak menyertai majlis
Rasulullah, maka aku hadir sewaktu yang lain absen .. dan aku selalu ingat
seandainya mereka lupa karena kesibukan ….
Dan Nabi saw. pernah berbicara kepada kami di suatu
hari, kata beliau:
“Siapa
yang membentangkan serbannya hingga selesai pembicaraanku, kemudian ia
meraihnya ke dirinya, maka ia takkan terlupa akan suatu pun dari apa yang telah
didengarnya daripadaku … ! “
Maka kuhamparkan kainku, lalu beliau berbicara
kepadaku, kemudian kuraih kain itu ke diriku, dan demi Allah, tak ada suatu pun
yang terlupa bagiku dari apa yang telah kudengar daripadanya . . . ! Demi Allah,
kalau tidaklah karena adanya ayat di dalam Kitabullah niscaya tidak akan
kukabarkan kepada kalian sedikit jua pun! Ayat itu ialah:
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apaapa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan dan petunjuk, sesudah Kami nyatakan kepada
manusia di dalam Kitab mereka itulah yang dikutuk oleh Allah dan dikutuk
oleh para pengutuk (Malatkat-malatkat) . . . !”
Demikianlah Abu Hurairah menjelaskan rahasia kenapa
hanya ia seorang diri yang banyak mengeluarkan riwayat dari Rasulullah saw.
Yang
pertama: karena ia melowongkan waktu untuk menyertai Nabi lebih
banyak dari para shahabat lainnya.
Kedua, karena ia memiliki daya ingatan yang kuat, yang
telah-diberi berkat oleh Rasul, hingga ia jadi semakin kuat ….
Ketiga, is menceritakannya bukan karena ia gemar
bercerita, tetapi karena keyakinan bahwa menyebarluaskan Hadits-hadits ini,
merupakan tanggung jawabnya terhadap Agama dan hidupnya. Kalau tidak
dilakukannya berarti ia menyembunyikan kebaikan dan haq, dan termasuk orang
yang lalat yang sudah tentu akan menerima hukuman kelalatannya. … !
Oleh sebab itulah ia harus memberitakan, tak
suatu pun yang menghalanginya dan tak seorang pun boleh melarangnya . . .
hingga pada suatu hari Amirul Mu’minin Umar berkata kepadanya: “Hendaklah kamu
hentikan menyampaikan berita dari Rasulullah! Bila tidak, maka’kan kukembalikan
kau ke tanah Daus … !” (yaitu tanah kaum dan keluarganya).
Tetapi larangan ini tidaklah mengandung suatu tuduhan
bagi Abu Hurairah, hanyalah sebagai pengukuhan dari suatu pandangan yang dianut
oleh Umar, yaitu agar orang-orang Islam dalam jangka waktu tersebut, tidak
membaca dan menghafalkan yang lain, kecuali al-Quran sampai ia melekat dan
mantap dalam hati sanubari dan pikiran ….
Al-Quran adalah Kitab suci Islam, Undang-undang Dasar
dan kamus lengkapnya, dan terlalu banyaknya cerita tentang Rasulullah saw.
teristimewa lagi pada tahun-tahun menyusul wafatnya saw., saat sedang
dihimpunnya al-Quran, dapat menyebabkan kesimpangsiuran dan campur-baur yang tak
berguna dan tak perlu terjadi . . . !
Oleh karena ini Umar berpesan: “Sibukkanlah dirimu dengan al-Quran karena dia adalah kalam Allah . . . “.
Dan katanya lagi:
“Kurangilah olehmu meriwayatkan perihal Rasulullah kecuali yang mengenai amal
perbuatannya!”
Dan sewaktu beliau mengutus Abu Musa al-Asy’ari ke
Irak ia berpesan kepadanya: “Sesungguhnya anda akan mendatangi suatu kaum
yang dalam mesjid mereka terdengar bacaan alQuran seperti suara lebah, maka
biarkanlah seperti itu, dan jangan anda bimbangkan mereka dengan Hadits-hadits,
dan aku menjadi pendukung anda dalam hal ini ….
Al-Quran sudah dihimpun dengan jalan yang sangat
cermat, hingga terjamin keasliannya tanpa dapat dirembesi oleh hal-hal lainnya
…. Adapun Hadits, maka Umar tidak dapat menjamin bebasnya dari pemalsuan atau
perubahahan atau diambilnya sebagai alat untuk mengada -ada terhadap Rasulullah
saw. dan merugikan Agama Islam.. ..
Abu Hurairah menghargai pandangan Umar, tetapi ia juga
percaya terhadap dirinya dan teguh memenuhi amanat, hingga ia tak hendak
menyembunyikan suatu pun dari Hadits dan ilmu
selama diyakininya bahwa mrnyembunyikannya adalah dosa
dan kejahatan.
Demikianlah, setiap ada kesempatan untuk menumpahkan
isi dadanya berupa Hadits yang pernah didengar dan ditangkapnya tetap saja
disampaikan dan dikatakannya ….
Hanya
terdapat pula suatu hal yang merisaukan, yang menimbulkan kesulitan bagi Abu
Hurairah ini, karena seringnya ia bercerita dan banyaknya Haditsnya yaitu
adanya tukang Hadits yang lain yang menyebarkan hadits-hadits dari Rasul saw.
Dengan menambah-nambah dan melebih-lebihkan hingga para. shahabat tidak merasa
puas terhadap sebagian besar dari Hadits-haditsnya. Orang itu
namanya Ka’ab al-Ahbaar, seorang Yahudi yang masuk Islam.
Pada suatu hari Marwan bin Hakam bermaksud menguji
kemampuan menghafal dari Abu Hurairah. Maka dipanggilnya ia dan dibawanya duduk
bersamanya, lalu dimintanya untuk mengabarkan hadits-hadits dari Rasulullah
saw. Sementara itu disuruhnya penulisnya menuliskan apa yang diceritakan Abu
Hurairah dari balik dinding. Sesudah berlalu satu tahun, dipanggilnya Abu
Hurairah kembali, dan dimintanya membacakan lagi hadits-hadits yang dulu itu
Yang telah ditulis oleh sekretarisnya. Ternyata tak ada yang terlupa oleh Abu
Hurairah walau agak sepatah kata pun … !
Ia berkata tentang dirinya: — “Tak ada seorang pun dari shabat-shahabat Rasul Yang lebih banyak menghafal Hadits dari pada aku, kecuali Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, karena ia pandai menuliskannya sedang aku tidak . . . “.
Dan Imam Syafi’I
mengemukakan pula pendapatnya tentang Abu Hurairah: — “Ia seorang yang paling
banyak hafal di antara seluruh perawi Hadits semasanya”. Sementara Imam Bukhari
menyatatakan pula: —Ada kira-kira delapan ratus orang atau
lebih dari shahabat tabi’in dan ahli ilmu yang meriwayatkan Hadits dari Abu
Hurairah”.
Demikianlah Abu Hurairah tak ubah bagai suatu
perpustakaan besar yang telah ditaqdirkan kelestarian dan keabadiannya ….
Abu Hurairah termasuk seorang ahli ibadat yang
mendekatkan diri kepada Allah, selalu melakukan ibadat bersama isterinya dan
anak-anaknya semalam-malaman secara bergiliran; mula- mula ia berjaga sambil
shalat sepertiga malam kemudian dilanjutkan oleh isterinya sepertiga malam dan
sepertiganya lagi dimanfaatkan oleh puterinya Dengan demikian, tak ada satu
saat pun yang berlalu setiap malam di rumah Abu Hurairah, melainkan berlangsung
di sana ibadat, dzikir dan shalat!
Karena keinginannya memusatkan perhatian untuk menyertai
Rasul saw. ia pernah menderita kepedihan lapar yang jarang diderita orang lain.
Dan pernah ia menceritakan kepada kita bagaimana rasa lapar telah
menggigit-gigit perutnya, maka diikatkannya batu dengan surbannya ke perutnya
itu dan ditekannya ulu hatinya dengan kedua tangannya, lalu terjatuhlah ia di
mesjid sambil menggeliat-geliat kesakitan hingga sebagian shahabat menyangkanya
ayan, padahal sama sekali bukan … !
Semenjak ia menganut Islam tak ada yang memberatkan
dan menekan perasaan Abu Hurairah dari berbagai persoalan hidupnya ini, kecuali
satu masalah yang hampir menyebabkannya tak dapat memejamkan mata. Masalah itu
ialah mengenai ibunya, karena waktu itu ia menolak untuk masuk Islam . . . .
Bukan hanya sampai di sana saja, bahkan ia menyakitkan perasaannya dengan
menjelek-jelekkan Rasulullah di depannya ….
Pada suatu hari ibunya itu kembali mengeluarkan kata-kata Yang menyakitkan hati Abu Hurairah tentang Rasulullah saw., hingga ia tak dapat menahan tangisnya dikarenakan sedihnya, lalu ia pergi ke mesjid Rasul . .. .
Marilah kita dengarkan ia menceritakan lanjutan berita kejadian itu
sebagai berikut:
Sambil menangis aku datang kepada Rasulullah, lalu
kataku: — “Ya Rasulallah, aku telah meminta ibuku masuk Islam. Ajakanku itu
ditolaknya, dan hari ini aku pun baru saja memintanya masuk Islam. Sebagai
jawaban ia malah mengeluarkan kata-kata yang tak kusukai terhadap diri anda.
Karenanya mohon anda doakan kepada Allah kiranya ibuku itu ditunjuki-Nya kepada
Islam …
Maka
Rasulullah saw. berdoa: “Ya Allah tunjukilah ibu Abu Hurairah!”
Aku pun berlari mendapatkan ibuku untuk menyampaikan
kabar gembira tentang doa Rasulullah itu. Sewaktu sampai di muka pintu,
kudapati pintu itu terkunci. Dari luar kedengaran bunyi gemercik air, dan suara
ibu memanggilku: “Hai Abu Hurairah, tunggulah di tempatmu itu . . . !”
Di
waktu ibu keluar ia memakai baju kurungnya, dan membalutkan selendangnya
sambil mengucapkan: “Asyhadu alla ilaha illallah, wa asyhadu anna
Muhammadan ‘abduhu wa Rasuluh . . . “
Aku
pun segera berlari menemui Rasulullah saw. sambil menangis karena gembira,
sebagaimana dahulu aku menangis karena berduka, dan kataku padanya:
“Kusampaikan kabar suka ya Rasulallah, bahwa Allah telah mengabulkan doa anda .
. . , Allah telah menunjuki ibuku ke dalam Islam … “. Kemudian kataku Pula:
“Ya Rasulallah, mohon anda doakan kepada Allah, agar aku dan ibuku dikasihi
oleh orang-orang Mu’min, baik laki-laki maupun perempuan!” Maka Rasul
berdoa: “Ya Allah, mohon engkau jadikan hamba-Mu ini beserta
ibunyadikasihi oleh sekalian orang-orang Mu’min, laki-laki dan perempuan … !”
Abu Hurairah hidup sebagai seorang ahli ibadah dan
seorang mujahid . .. tak pernah ia ketinggalan dalam perang, dan tidak Pula
dari ibadat. Di zaman Umar bin Khatthab ia diangkat sebagai amir untuk daerah
Bahrain, sedang Umar sebagaimana kita ketahui adalah seorang yang sangat keras
dan teliti terhadap pejabat-pejabat yang diangkatnya. Apabila ia mengangkat seseorang
sedang ia mempunyai dua pasang pakaian maka sewaktu meninggalkan jabatannya
nanti haruslah orang itu hanya mempunyai dua pasang pakaian juga … malah lebih
utama kalau ia hanya memiliki satu pasang saja! Apabila waktu meninggalkan
jabatan itu terdapat tanda-tanda kekayaan, maka ia takkan luput dari interogasi
Umar, sekalipun kekayaan itu berasal dari jalan halal yang dibolehkan syara’!
Suatu dunia lain . . yang diisi oleh Umar dengan hal-hal luar biasa dan
mengagumkan … !
Rupanya sewaktu Abu Hurairah memangku jabatan sebagai kepala daerah Bahrain ia telah menyimpan harta yang berasal dari sumber yang halal. Hal ini diketahui oleh Umar, maka ia pun dipanggilnya datang ke Madinah . . .
Dan mari kita dengarkan Abu Hurairah memaparkan soal jawab ketus yang berlangsung antaranya dengan Amirul Mu’minin Umar; Kata Umar: “Hai musuh Allah dan musuh kitab-Nya, apa engkau telah mencuri harta Allah?” Jawabku: “Aku bukan musuh Allah dan tidak Pula musuh Kitab-Nya …hanya aku menjadi musuh orang yang memusuhi keduanya dan aku bukanlah orang yang mencuri harta Allah . . . !”
Dari mana kau peroleh sepuluh ribu itu? Kuda kepunyaanku beranak-pinak dan pemberian orang berdatangan . . . .
Kembalikan
harta itu ke perbendaharaan negara (baitul maal) … !
Abu Hurairah menyerahkan hartanya itu kepada Umar,
kemudian ia mengangkat tangannya ke arah langit sambil berdoa: “Ya Allah,
ampunilah Amirul Mu’minin …….
Tak selang beberapa lamanya. Umar memanggil Abu Hurairah
kembali dan menawarkan jabatan kepadanya di wilayah baru. Tapi ditolaknya dan
dimintanya maaf karena tak dapat menerimanya. Kata Umar kepadanya: — “Kenapa,
apa sebabnya?” Jawab Abu Hurairah: “Agar kehormatanku tidak sampai tercela,
hartaku tidak dirampas, punggungku tidak dipukul … !” Kemudian katanya lagi:
“Dan aku takut menghukum tanpa ilmu dan bicara tanpa belas kasih … !”
Pada suatu hari sangatlah rindu Abu Hurairah hendak bertemu dengan Allah …. Selagi orang-orang yang mengunjunginya mendoakannya cepat sembuh dari sakitnya, ia sendiri berulang-ulang memohon kepada Allah dengan berkata:
“Ya Allah, sesungguhnya aku telah sangat rindu hendak bertemu dengan-Mu, Semoga Engkau pun demikian . . . !”
Dalam usia 78 tahun, tahun yang
ke-59 Hijriyah ia pun berpulang ke rahmatullah. Di sekeliling orang-orang
shaleh penghuni pandam pekuburan Baqi’, di tempat yang beroleh berkah, di
sanalah jasadnya dibaringkan . . . ! Dan sementara orang-orang yang
mengiringkan jenazahnya kembali dari pekuburan, mulut dan lidah mereka tiada
henti-hantinya membaca Hadits yang disampaikan Abu Hurairah kepada mereka dari
Rasul yang mulia ….
Salah seorang di antara mereka yang baru masuk Islam
sertanya kepada temannya: “Kenapa syekh kita yang telah berpulang ini diberi
gelar Abu Hurairah (bapak kucing)? Tentu temannya yang telah mengetahui akan
menjawabnya: “Di waktu jahiliyah namanya dulu Abdu Syamsi, dan tatkala ia
memeluk Islam, ia diberi nama oleh Rasul dengan Abdurrahman. Ia sangat
penyayang kepada binatang dan mempunyai seekor kucing, yang selalu diberinya
makan, digendongnya, dibersihkannya dan diberinya tempat. Kucing itu selalu
menyertainya seolah-olah bayang-bayangnya. Inilah sebabnya ia diberi gelar
“Bapak kucing”, moga-moga Allah ridla kepadanya dan menjadikannya ridla kepada
Allah … !
Wallahu’alam bish shawwab.