Zubair bin Awwam merupakan satu dari
sahabat Rasulullah yang mendapatkan jaminan masuk surga. Bahkan kelak, Zubair
dan Thalhah akan menjadi tetangga Rasulullah di surga. Kedua nama ini selalu
disebut Nabi ketika Rasulullah mempersaudarakan para sahabatnya di Mekkah
sebelum hijrah. Seperti sabda Nabi, “Thalhah dan Zubair adalah
tetanggaku di surga.”
Keahlian yang tampak sejak anak-anak, Zubair adalah sosok keberanian dalam menunggang kuda. Bahkan, ahli sejarah menyebutkan bahwa pedang pertama yang dihunuskan untuk membela Islam adalah pedang Zubair bin Awwam.
Suatu hari, ketika masa awal, jumlah umat Islam sedikit dan masih bermarkas di rumah Arqam, terdengar berita bahwa Rasulullah terbunuh. Kontan saja, Zubair menghunus pedang lalu berkeliling kota Mekkah untuk mencari kebenaran kabar berita terbunuhnya Nabi. Seandainya berita itu benar, ia bertekad menggunakan pedangnya untuk memenggal semua kepala orang-orang kafir Quraisy.
Zubair termasuk satu di antara sahabat Rasul yang ikut merasakan pedihnya siksaan dari kaum Quraish. Meskipun ia bangsawan terpandang, namun ia tetap pada keyakinan aqidah yang dibawa Nabi Muhammad. Ironisnya, orang yang disuruh menyiksanya adalah pamannya sendiri. Pamannya pernah mengikat dan membungkusnya dengan tikar lalu diasapi hingga kesulitan bernapas. Saat itulah sang paman membujuk Zubair, “Larilah dari Tuhan Muhammad, akan kubebaskan kamu dari siksa ini.” Namun Zubair menolak tawaran sang paman.
Zubair selalu ikut menemani gerakan Nabi. Ia juga hijrah ke Habasyah dua kali. Kemudian ia kembali untuk mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah, hingga tidak satu pun peperangan yang tidak ia ikuti.
Ia percaya diri dengan kemampuannya di medan perang dan itulah kelebihannya. Meskipun pasukannya berjumlah ratusan ribu prajurit, namun ia seakan-akan sendirian di arena pertempuran. Seakan-akan dia sendiri yang memikul tanggung jawab perang. Keteguhan hati di medan perang dan kecerdasannya dalam mengatur siasat perang adalah keistimewaannya.
Rasulullah sangat sayang kepada Zubair. Rasul bahkan pernah menyatakan kebanggaannya atas perjuangan Zubair. “Setiap nabi mempunyai pembela dan pembelaku adalah Zubair bin Awwam.”
Zubair meninggal dunia dalam sebuah peperangan akibat fitnah tentang
pembunuh Usman bin Affan. Peperangan disusupi oleh orang-orang yang mengadu
domba. Saat terjadi perselisihan antara sahabat tersebut, dua ahli surga, yaitu
Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam berada di pihak yang berseberangan
dengan Ali bin Abi Thalib. Kedua orang sahabat Nabi ini, bertolak dari Mekkah
menuju Bashrah di Irak untuk menuntut ditegakkannya hukum atas para pembunuh
Utsman. Peristiwa itu terjadi pada tahun 36 H, puncaknya, terjadi Perang Jamal.
Saat perang terjadi, Ali bin Abi Thalib
menyadarkan Zubair dan Thalhah dari kejamnya fitnah. Lalu
Zubair tidak memerangi Ali. Setelah pergi dari perang fitnah itu, akhirnya saat
sedang shalat, Zubair wafat dibunuh oleh seorang penghianat yang bernama Amr
bin Jurmuz.
Zubair bin Awwam wafat pada bulan Rabiul Awal
tahun 36 H. Saat itu ia berusia 66 atau 67 tahun. Kabar wafatnya Zubair membawa
duka yang mendalam bagi amirul mukminin Ali bin Abi Thalib.