Ummu Kultsum; Dampingi Perjuangan Umar bin Khattab

 


Ummu Kultsum binti Ali bin Abi Thalib memiliki kedudukan tinggi dan posisi yang luhur di sisi Rasulullah SAW. Ia juga putri dari Khalifah Rasyidin yang keempat, Ali bin Abi Thalib.

Ummu Kultsum tumbuh dan berkembang di tengah-tengah lingkungan yang mulia. Ia adalah teladan bagi para gadis Muslimah. Di perangainya tersimpan sejuta hikmah untuk jadi motivasi Muslimah di zaman sekarang. Terutama keimanannya yang kokoh telah menjadikan dirinya menjadi perempuan hebat.

Bahkan karena kedudukan Ummu Kultsum yang luar biasa ini, membuat Umar bin Khatab mendatangi Ali bin Abi Thalib untuk meminangnya. Ali awalnya menunda karena usia Ummu Kultsum masih belia. Umar berkata, “Nikahkanlah aku dengannya wahai Abu Hasan, karena aku telah memperhatikan kemuliaannya, yang tidak aku dapatkan dari orang lain.”

Maka Ali meridhainya dan menikahkan Umar dengan putrinya pada bulan Dzulqa’dah tahun 17 Hijriyah, dan hidup bersama hingga Umar wafat.

Umar menikahi Ummu Kultsum dengan mahar sebesar 40 ribu dirham (senilai dengan 64 miliar untuk ukuran saat ini) sebagai bentuk penghormatan padanya. Mereka dikaruniai 2 anak, Zaid dan Ruqayyah.

Sebagai pendamping Amirul Mukminin, Ummu Kultsum senantiasa mendukung suaminya dalam mengayomi masyarakat. Dan salah satu peristiwa penting dialami Ummu Kultsum menjelang wafatnya Umar.

Suatu ketika Umar keluar di malam hari seperti biasanya untuk mengawasi rakyatnya. Umar melewati suatu desa di Madinah, tiba-tiba ia mendengar suara rintihan seorang wanita yang bersumber dari dalam sebuah gubuk, di depan pintu ada seorang laki-laki yang sedang duduk. Umar mengucapkan salam kepada laki-laki tersebut dan bertanya kepadanya tentang apa yang terjadi.

Laki-laki tersebut berkata bahwa dia adalah seorang Badui yang ingin mendapatkan kemurahan hati seorang Amirul Mukminin. Namun, laki-laki tersebut tidak mngetahui bahwa orang yang sedang berbicara dengannya adalah seorang Amirul Mukminin. Lantas laki-laki tersebut menyuruh Umar pergi, “Pergilah dan janganlah Anda bertanya tentang sesuatu yang tak ada gunanya.”

Umar kembali mengulang pertanyaannya agar dapat membantu kesulitannya jika mungkin. Laki-laki tersebut menjawab, “Dia adalah istriku yang hendak melahirkan dan tak seorangpun yang dapat membantunya.”

Baca Juga:

Zaid bin Tsabit; Sang Penerjemah Rasulullah SAW

Said bin Amir al Juhami; Gubernur Syam yang Miskin dan Zuhud

Umar bergegas pulang ke rumahnya dan langsung menemui Ummu Kultsum dan berkata, “Apakah kamu ingin mendapatkan pahala yang akan Allah limpahkan kepadamu?”

Ummu Kultsum menjawab, “Apa wujud kebaikan dan pahala tersebut, wahai Umar?”

Maka Umar menceritakan kejadian yang ditemuinya. Kemudian Ummu Kultsum segera bangkit dan mengambil peralatan untuk membantu melahirkan dan kebutuhan bagi bayi, sedangkan Umar membawa kuali yang di dalamnya ada mentega dan makanan. Umar berangkat bersama Ummu Kultsum hingga sampai ke gubuk tersebut.

Ummu Kultsum membantu ibu yang hendak melahirkan. Sementara itu Umar bersama laki-laki tersebut masak yang ia bawa. Tatkala istri laki-laki tersebut melahirkan anaknya, Ummu Kultsum secara spontan berteriak dari dalam rumah, “Beritakan kabar gembira kepada temanmu wahai Amirul Mukminin, bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya seorang anak laki-laki.”

Hal itu membuat laki-laki Badui tersebut terperanjat kaget ternyata orang yang di sampingnya adalah seorang Amir. Begitu pula wanita yang melahirkan tersebut terperanjat karena yang menjadi bidan baginya adalah istri dari Amirul Mukminin.

Dan terhadap si lelaki yang tampak terkejut, Umar  berkata, “Tidak mengapa wahai Saudara, janganlah kedudukanku ini membebani perasaanmu. Datanglah besok menemuiku, aku akan mencoba menolongmu!” Setelah semuanya selesai, Umar dan Ummu Kultsum berpamitan.   

Sepeninggal Umar, Ummu Kultsum dinikahkan oleh ayahnya dengan saudara sepupunya yaitu ‘Aun bin Ja’far. Setelah ‘Aun wafat, ia menikah dengan saudara sepupunya yang lain yang sekaligus saudara mendiang suaminya Muhammad bin Ja’far. Suaminya yang ketiga ini pun wafat dan akhirnya ia menikah lagi dengan saudara mendiang suaminya yang lain yaitu Abdullah bin Ja’far sampai ia wafat.

Ummu Kultsum wafat bersama putranya Zaid saat terjadi kerusuhan di tengah-tengah bani Addi bin Ka’ab. Putranya tengah berusaha mendamaikan kerusuhan namun malah dibunuh oleh sekelompok orang tersebut. Ummu Kultsum mendekap jasad putranya dan meninggal karena juga dibunuh. Ummu Kultsum wafat pada tahun 75 H. 

Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama