Kekayaan sang ayah tak membuatnya silau untuk tetap memilih keyakinannya
berbaiat di hadapan Nabi, mengakui Allah adalah tuhan alam semesta dan Muhammad
adalah utusan Allah. Dialah Khalid bin Said.
Khalid adalah salah satu sahabat yang awal-awal mengakui Muhammad utusan
Allah. Dia seorang putra dari Said bin al Ash bin Umayyah yang terkenal dengan
kekayaannya, bahkan ia memiliki surban merah dan jubah yang terbuat dari benang
emas. Ayahnya dijuluki pemilik mahkota karena saking kayanya.
Gelar pemilik mahkota karena jika Said bin al Ash memakai surban merah di
kepalanya maka tak ada satu orang pun yang berani memakai surban yang sama
warnanya dengannya, sampai Said melepas dan tidak memakainya lagi. Betapa
tingginya kedudukan ayah Khalid ini.
Suatu malam, Khalid bermimpi ada beban berat yang harus ia pikul
dalam kehidupan ini. Dalam mimpinya, ia berada di tepi sebuah jurang yang
dalam. Di jurang tersebut api menyala dan bergolak dengan suaranya yang
menggelegar dan menyeramkan, membuat hati terlepas dari tempatnya dan jiwa
merinding menahan ketakutan yang luar biasa.
Tatkala ia hendak menjauh dari pinggir jurang, ayahnya menghadang dan
menyeretnya ke dalam api maka dia pun melakukan perlawanan keras terhadapnya.
Khalid bergelut dengan ayahnya dengan kekuatan yang dimilikinya. Tiba-tiba
Muhammad datang, memegang ikat pinggangnya dengan kedua tangannya dan
menariknya dengan kuat, menyelamatkannya sehingga dia tidak terjatuh ke dalan
jurang jahannam tersebut.
Akhirnya Khalid berangkat menemui Rasulullah. Saat itu beliau sedang
beribadah kepada Allah secara sembunyi-sembunyi di Ajyad (sebuah bukit di
Makkah). Khalid memberi penghormatan kepada Rasulullah dan menyatakan diri
masuk Islam.
Khalid bin Said adalah orang kelima atau keenam yang masuk Islam (As
Sabiqunal Awwalun) di muka bumi, karena tidak ada yang mendahuluinya untuk
menerima karunia agung ini selain Khadijah, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi
Thalib, Abu Bakar as Shidiq, dan Sa'ad bin Abi Waqash.
Baca
Juga:
Arti
yaumul mizan dan nama-nama lain hari kiamat
Abu
Dzar Al-Ghifari; Berjuang Mengislamkan Kabilah Ghifar
Khalid bin Said meninggalkan istana ayahnya yang megah dan penuh kenikmatan
demi bergabung dengan Rasulullah, mengikuti beliau bersama para sahabat dengan
berpindah-pindah dari satu bukit ke bukit lainnya untuk menikmati manisnya
iman, menghafal al Quran, beribadah secara sembunyi-sembunyi agar terhindar
dari siksaan kaum Quraisy.
Sekian lama Khalid tidak ada di rumah, ayahnya pun mengutus mata-mata untuk
mencari Khalid. Akhirnya berita Khalid masuk Islam sampai ke telinga ayahnya.
Said bin al Ash hampir saja gila mendengar berita tersebut. Ia tidak menyangka
bahwa salah satu anaknya berani membangkang dari kekuasaannya, kafir kepada
Latta dan Uzza dan mengikuti Muhammad bin Abdullah.
Said bin al-Ash langsung mengutus hamba sahayanya yang bernama Rafi’ dan
dua saudara Khalid, Aban dan Umar untuk mencarinya. Mereka melihat Khalid bin
Said sedang shalat di sebuah bukit di Makkah, shalatnya membuat hati mereka
bergetar, tentram dan tenang.
Mereka berkata kepada Khalid, “Bapak memanggilmu karena ingin bertemu
denganmu. Dia sangat murka karena kamu meninggalkan rumah tanpa
sepengetahuannya.” Khalid pun pulang bersama mereka, saat dia tiba di hadapan
ayahnya, ia mengucapkan salam Islam, namun ayahnya mencaci maki bahkan
memukulnya dengan tongkat hingga berdarah kepalanya. Tak hanya itu, Khalid
disekap dalam kamar gelap selama tiga hari tanpa makanan dan minuman.
Bahkan ayahnya menyuruh anak buahnya membawanya ke padang pasir Makkah
setiap hari tatkala matahari meninggi, menelentangkannya di antara bebatuan
sehingga matahari membakarnya. Setiap kali mereka melakukan itu terhadap
Khalid, dia selalu berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku
dengan iman dan meninggikanku dengan iman.”
Suatu saat ada kesempatan terbuka untuk melepaskan diri dari tangan
ayahnya, dia pergi menemui Nabi. Tidak lama kemudian dua saudaranya, Aban dan
Umar mengikuti langkahnya, keduanya bergabung ke dalam barisan kebaikan dan
cahaya. Hal ini membuat Said bin al Ash semakin terguncang hidupnya, ia pun
pindah ke Thaif hingga akhir hayatnya dalam kemusyrikan.
Tatkala Rasulullah memberi izin kepada para sahabatnya untuk berhijrah ke
Habasyah, Khalid bin Said berangkat bersama istrinya, Aminah binti Khalaf al
Khuza’iyah. Di sana Khalid tinggal selama belasan tahun sebagai penyeru kepada
Allah, dia tidak pulang ke Madinah kecuali setelah Allah menaklukkan Khaibar
untuk kaum muslimin.
Rasulullah berbahagia dengan kepulangan Khalid, lalu beliau mengangkatnya
sebagai gubernur Yaman, jabatan ini dia pegang hingga Rasulullah wafat.
Di zaman Abu Bakar, Khalid bin Said bergabung di bawah panji-panji pasukan
yang berangkat ke Syam untuk memerangi orang-orang Romawi. Khalid
memperlihatkan keberaniannya di medan-medan perang.
Sebelum perang Marj ash Shuffar yang terjadi di dekat Damaskus, Khalid
melamar Ummu Hakim binti al Harits, dan menikahinya. Ketika dia hendak melewati
malam pertama dengannya, Ummu Hakim berkata kepadanya, “Wahai Khalid, alangkah
baiknya kalau engkau menunda hal ini hingga kaum muslimin menyelesaikan perkara
besar di mana kita akan menghadapinya.” Khalid menjawab, “Aku merasa yakin
bahwa aku akan gugur.”
Kemudian dia melewati malam pertama dengan istrinya. Ketika pagi tiba,
Khalid mengadakan walimah untuk teman-temannya. Di saat mereka belum
menyelesaikan santapan makan mereka, orang-orang Romawi sudah menata bala
tentaranya dengan rapi. Lalu seorang lagi dari Romawi maju, maka Khalid
bin Said pun meladeninya, namun Khalid gugur sebagai syahid.