Bila ada wanita yang kerap bertanya kepada Rasulullah tentang
persoalan wanita, maka Asma binti Yazid yang menjadi ikon para wanita di
sekitar para sahabat Nabi. Bahkan dia dijuluki sebagai juru bicara para wanita.
Wanita ini memiliki nama lengkap Asma binti Yazid bin Sakan bin
Rafi’ bin Imri’il Qais bin Zaid bin Abdul Asyhal Al Anshariyah Al Ausiyah Al
Asyhaliyah. Ia putri paman Mu’adz bin Jabal.
Asma dikenal sebagai sosok yang cerdas dan kaya hikmah. Ia juga
pintar dan memiliki wawasan luas tentang urusan wanita dan laki-laki. Asma’
binti Yazid adalah sosok wanita yang berani menyatakan kebenaran dan melawan
kebatilan, pandai mengajukan pertanyaan serta memahami maksud ucapan lantaran
kecerdasannya, semangatnya menuntut ilmu dan belajar dari Rasulullah.
Karenanya tak heran, jika para sahabat wanita dahulu kerap
mengirimnya kepada Rasulullah guna menanyakan seputar perkara dunia dan agama
yang khusus berkaitan dengan diri mereka. Ia juga mengombinasikan berbagai sisi
kelebihan dan karakter positif yang membuat sejarah mengabadikan namanya dalam
barisan orang-orang yang berpengaruh.
Asma binti Yazid adalah sahabat yang masuk Islam di tahun
pertama hijriah. Ia serius menjalankan ajaran Islam, tulus meyakini Allah dan
mengucapkan bai’at Islam dengan Rasulullah bersama para wanita yang
membai’atnya. Sebagaimana tersebut dalam salah satu ayat surat Al Mumtahanah,
يٰٓاَيُّهَا
النَّبِيُّ اِذَا جَاۤءَكَ الْمُؤْمِنٰتُ يُبَايِعْنَكَ عَلٰٓى اَنْ لَّا
يُشْرِكْنَ بِاللّٰهِ شَيْـًٔا وَّلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِيْنَ وَلَا
يَقْتُلْنَ اَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِيْنَ بِبُهْتَانٍ يَّفْتَرِيْنَهٗ بَيْنَ
اَيْدِيْهِنَّ وَاَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِيْنَكَ فِيْ مَعْرُوْفٍ فَبَايِعْهُنَّ
وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Hai
Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan
janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah,
tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak
akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan
tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia
mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Mumtahanah: 12)
Asma’ berkomitmen dan bertekad mengaplikasikan bai’at ini
lengkap dengan seluruh poin-poin yang tercantum dalam ayat di atas. Tidak
jarang ia bertanya kepada Nabi tentang hukum-hukum agama dan segala
permasalahan yang ia temui. Tanpa perlu merasa sungkan atau malu. Meskipun
dalam permasalahan-permasalahan pelik yang biasanya wanita malu menanyakannya.
Suatu saat ia datang kepada Rasulullah untuk bertanya tentang
cara membersihkan darah haid dan nifas serta persoalan wanita. Akhirnya sampai
Nabi malu menjawabnya. Beliau memandang Aisyah, meminta tolong kepadanya untuk
memberi penjelasan. Maka Aisyah menarik Asma’ seraya berkata, “Kemarilah aku
akan memberitahumu.” Dan Aisyah mengajarinya yang mesti dilakukan.
Orang-orang menjuluki Asma’ sebagai “Jubir Kaum Wanita”. Karena
ia sering membela dan menanyakan hak-hak mereka. Bahkan terkadang mereka
sengaja mengirimkannya kepada Rasulullah untuk menanyakan permasalahan yang
mereka hadapi. Dengan senang hati Asma’ memenuhinya, pergi dan bertemu
Rasulullah untuk bertanya. Kemudian kembali dan memberikan jawaban permasalahan
kaum wanita di zamannya.
Suatu hari, Rasulullah pernah mendapatkan pertanyaan seputar
keinginan para wanita berperang di jalan Allah sebagaimana para kaum lelaki.
Lalu Rasulullah berkata, “Kembalilah wahai Asma’ dan beritahukanlah kepada para
wanita yang berada di belakangmu bahwa perlakuan baik salah seorang di antara
mereka kepada suaminya, dan meminta keridhaan suaminya, mengikuti persetujuan
suaminya atau tunduk kepada persetujuan suaminya, itu semua dapat mengimbangi
seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum lelaki.”
Baca
Juga:
Zubair
Bin Awwam; Sahabat Ahli Pedang dalam Peperangan
Ath-Thufail bin Amru ad-Dausi; Pintu Hidayah Kabilah Daus
Maka kembalilah Asma’ sambil bertahlil dan bertakbir merasa
gembira dengan apa disabdakan Rasulullah SAW. Dalam dada Asma’ terdetik
keinginan yang kuat untuk ikut andil dalam berjihad, hanya saja kondisi ketika
itu tidak memungkinkan untuk merealisasikannya. Namun setelah tahun 13 Hijriyah
setelah wafatnya Rasulullah SAW hingga perang Yarmuk ia menyertainya dengan
gagah berani.
Asma’ keluar dari peperangan dengan membawa luka di punggungnya
dan Allah menghendakinya masih hidup setelah peristiwa itu selama 17 tahun,
karena ia wafat pada akhir tahun 30 Hijriyah setelah menyuguhkan kebaikan bagi
umat.