Di
dalam shalat berjama’ah, kita sering menjumpai berbagai pemandangan dan
perilaku yang beraneka ragam. Di antaranya, ada yang terkesan mengganggu dan
kurang membuat enak di antara para jama’ah. Tulisan di bawah merupakan kumpulan
dari berbagai hal yang sering dijumpai di dalam shalat berjama’ah. Disusun
berdasarkan pengalaman yang dialami sendiri oleh penulis dan dari hasil tanya
jawab dengan beberapa orang jama’ah.
Di antara yang pokok dan perlu untuk diketengahkan adalah sebagai berikut:
§
Ada sebagian
orang yang berdiri di dalam shaf secara tidak tegak lurus, meliuk-liuk ke kanan
dan ke kiri (gontai), kadang kaki kanan maju dan kadang kaki kiri layaknya
orang yang tidak kuat berdiri. Jika ia orang yang sudah tua mungkin bisa
dimaklumi, akan tetapi jika yang melakukan hal itu seorang yang masih gagah dan
kedua kakinya pun kokoh, maka hal itu tidak sepantasnya. Biasanya orang yang
demikian karena merasa malas dan berat dalam menunaikan shalat.
§
Ada di antara
sebagian orang yang ketika shalat dimulai, langsung menerobos ke shaf awal atau
mencari tempat tepat di belakang imam. Padahal shaf depan telah penuh dan ia
datang belakangan sehingga menjadi saling berhimpitan dan membuat orang lain
terganggu. Jika ia memang menginginkan shaf depan atau di belakang imam, maka
seharusnya ia datang lebih awal.
§
Dan sebaliknya
ada juga sebagian orang yang datang ke masjid lebih awal, namun ia tidak segera
menempati shaf depan tetapi malah mengam-bil tempat di bagian tengah atau
belakang, ia biarkan shaf depan atau posisi belakang imam diambil orang lain,
padahal ia merupakan tempat yang utama. Ini adalah kerugian, karena telah
membiarkan sesuatu yang berharga lewat begitu saja tanpa mengambilnya serta
menghalangi dirinya dari memperoleh kebaikan.
§
Sebagian orang
juga ada yang berlebih-lebihan di dalam merapatkan shaf, yakni terus
mendorongkan kakinya dengan kuat, padahal antara dia dan sebelahnya sudah
saling merapat-kan kaki. Sehingga menjadikan orang yang berada di sebelahnya
terganggu, tidak tenang dan tidak khusyu’ di dalam shalatnya. Sebaliknya, ada
orang yang meremehkan masalah ini, sehingga membiarkan antara dia dengan orang
di sebelahnya ada celah untuk setan.
§
Ada sebagian
juga yang bersemangat dalam menerapkan sunnah di dalam shalat, namun terkadang
dengan cara terlarang yaitu mengganggu sesama muslim. Dan sudah maklum, bahwa
menjauhi sesuatu yang terlarang lebih didahulukan daripada menjalankan yang
mustahab (sunnah). Sebagai contoh adalah seseorang yang merenggangkan kedua
tangannya ketika sujud, sehingga sikunya mendorong bagian dada orang yang di
sampingnya, atau duduk tawaruk (tahiyat akhir) dalam shaf yang sempit dan
membiarkan badannya mendorong kepada orang yang di sebelahnya sehingga
mengganggunya.
§
Ada juga di
antara mereka yang tatkala berdiri dalam shalat dan bersedekap, sikunya di dada
orang lain yang ada di sampingnya, apalagi dalam kondisi shaf yang rapat,
tempat yang sempit dan berdesakan. Seharusnya ia bersikap lemah-lembut terhadap
sesama muslim, sebisa mungkin merubah posisi dengan menyelaraskan kedua tangan
yang bersedekap terhadap orang yang berada di sampingnya.
§
Ada pula di
antara jama’ah yang ketika mendapati imam sedang sujud atau duduk, ia tidak
segera mengikuti apa yang sedang dilakukan imam tersebut. Akan tetapi, ia
menunggu hingga imam berdiri untuk raka’at selanjutnya. Kesalahan ini sering
sekali terjadi, padahal yang benar adalah hendaknya ia bersegera mengi-kuti
imam masuk ke dalam jama’ah shalat, tanpa memandang apa yang sedang dilakukan
imam. Mengenai hal ini, Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda,
"Apabila kalian mendatangi shalat sedangkan kami sedang sujud, maka
ikutlah sujud, dan janganlah kalian memperhitungkannya dengan sesuatu.”
Walaupun ia tidak mendapatkan raka’at tersebut (kecuali jika mendapatkan
rukuk), namun ia mendapatkan pahala atas apa yang telah ia kerjakan itu.
§
Ada pula
sebagian jama’ah yang ketika datang dan mendapati imam sedang rukuk, ia lalu
berdehem, pura-pura batuk, atau berbicara dengan suara agak keras supaya imam
mendengar lalu menunggunya (memanjangkan rukuknya). Hal ini jelas mengganggu
orang-orang yang sedang shalat, dan membuat mereka tidak tenang (gelisah). Yang
diperintahkan syari’at adalah hendaknya ia masuk shaf dalam keadaan tenang dan
tidak terburu-buru, jika mendapatkan rukuk, maka alhamdulillah dan kalau
ketinggalan, maka hendaknya ia menyempurnakan.
§
Di antara
sebagian orang ada pula yang terburu-buru masuk shaf untuk mengejar rukuk, ia
bertakbir dengan tujuan untuk rukuk, padahal seharusnya takbir itu adalah
takbiratul ihram yang memang hanya dilakukan dalam posisi berdiri. Yang
disyariatkan adalah hendaknya ia bertakbir dua kali, pertama takbiratul ihram
dan ini merupakan rukun, sedang takbir kedua untuk rukuk yang dalam hal ini
adalah mustahab (sunnah).
§
Ada juga orang
yang bertakbir untuk mengejar rukuk, namun imam keburu mengangkat kepala. Maka
berarti ia memulai rukuk ketika imam telah selesai mengerjakannya, dan ia
menganggap, bahwa dirinya telah mendapatkan satu raka’at. Ini merupakan
kesalahan dan ia tidak terhitung mendapatkan satu raka’at, sebab untuk
mendapatkan satu raka’at seseorang harus mengucapkan minimalnya satu bacaan
tasbih (subhana rabbiyal ‘adzim) secara tuma’ninah bersama rukuknya imam.
§
Terkadang pula
kita mendapati orang (makmum) yang mengeraskan bacaan shalat dalam shalat
sirriyah, sehingga mengganggu orang yang berada di sebelahnya. Selayaknya dalam
shalat jama’ah, seseorang jangan mengangkat suaranya hingga terdengar orang
lain, cukuplah bacaan itu terdengar oleh dirinya sendiri. Termasuk dalam hal
ini adalah seseorang yang membaca al-Fatihah dengan suara agak keras dalam shalat
jahar setelah imam selesai membacanya. Sebaiknya, ia diam untuk mendengarkan
bacaan imam atau membaca Al-Fatihah sekedar yang terdengar oleh dirinya
sendiri. Juga orang yang melafalkan niat dengan suara yang terdengar orang
lain, bahkan hal ini merupakan perkara bid’ah, karena niat itu tempatnya di
hati dan Nabi serta para shahabat tidak pernah melafalkan niat.
§
Sebagian orang
ada yang shalat di masjid dengan mengenakan pakaian kumal seadanya, pakaian
kotor atau pakaian tidur. Padahal Allah Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman
dalam surat al-A’raf : 31. “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di
setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan.”
(QS. 7:31)
§
Jika seseorang
akan masuk ke rumah seorang pejabat, atau mau berangkat ke kantor, maka tentu
ia akan memilih pakaian yang bagus bahkan yang paling bagus. Maka ketika akan
ke masjid tentu lebih utama lagi. Sebagian orang memang ada yang bekerja di
tempat-tempat yang mengharuskan pakaian mereka kotor (seperti bengkel, buruh, tani
dan lain-lain, red), sehingga ketika shalat dengan baju kotor mereka beralasan
karena kondisi pekerjaan yang mengharuskan demikian. Maka penulis menyarankan
agar orang tersebut mengkhususkan satu pakaian yang bersih dan hanya dipakai
waktu shalat saja.
§
Ada pula
sebagian orang yang mendatangi masjid, padahal baru saja makan bawang merah
atau bawang putih (dan yang semisalnya seperti petai, jengkol dan lain-lain,
red), sehingga menebarkan aroma yang tidak sedap. Dalam sebuah hadits, Nabi
Shalallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, “Barang siapa yang makan bawang
merah atau bawang putih, maka janganlah sekali-kali mendekati masjid kami.”
Sama halnya dengan orang yang menghisap rokok yang juga menebarkan bau tidak
sedap sebagaimana bawang dan yang semisalnya. Para ulama sepakat bahwa rokok
itu merusak dan berbahaya, serta menghisapnya adalah haram pada setiap waktu,
bukan ketika mau shalat saja.
§
Ada pula di
antara sebagian jama’ah yang tidak perhatian terhadap lurusnya shaf dalam
shalat. Maka kita melihat di antara mereka ada yang agak lebih maju atau lebih
mundur di dalam shaf, dan tidak lurus dengan para jama’ah yang lain, padahal
masjid-masjid sekarang pada umumnya telah membuat garis shaf atau tanda-tanda
lain. Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah memperingatkan hal itu dengan
sabdanya, “Janganlah kalian berbeda (berselisih) di dalam shaf, sebab hati
kalian akan menjadi berselisih juga.”
§
Seharusnya
setiap makmum berusaha meluruskan diri dengan melihat kanan kirinya, kemudian
merapatkan pundak dan telapak kaki antara satu dengan yang lain.
KLASIFIKASI
ORANG DI DALAM MELAKSANAKAN SHALAT
1. Orang yang selalu Menjaga Shalatnya.
Yaitu
dengan menunaikannya secara baik dan benar serta berjama’ah di masjid. Ia
segera memenuhi panggilan shalat ketika mendengar adzan, selalu berusaha berada
di shaf terdepan di belakang imam. Di sela-sela menunggu imam, ia gunakan waktu
untuk berdzikir, membaca AL QURAN hingga
didirikan shalat. Orang yang melakukan ini akan mendapatkan pahala yang besar
dan terbebas dari dua hal, yaitu dari api neraka dan dari nifaq, sebagaimana
tersebut dalam hadits riwayat Imam at-Tirmidzi dari Anasz.
2. Orang yang Melakukan Shalat dengan Berjama’ah namun Sering atau selalu
Terlambat.
Ia selalu ketinggalan takbiratul ihram, satu atau dua raka’at dan bahkan sering
datang pada waktu tahiyat akhir. Bagi para salaf ketinggalan takbiratul ihram
bukanlah masalah kecil, sehingga mereka sangat perhatian agar tidak ketinggalan
di dalamnya.
3. Orang Melakukan Shalat Secara Berjama’ah karena Takut Orang Tua.
Mereka melakukan shalat dengan berjama’ah karena mencari ridha orang
tuanya, sehingga tatkala orang tuanya tidak ada di rumah atau sedang bepergian,
maka ia tidak lagi mau berjama’ah, lebih-lebih dalam shalat Shubuh.
4.
Orang yang Tidak Pernah Shalat Berjama’ah di Masjid.
Ia mendatangi masjid hanya sekali dua kali saja atau ketika Hari Jum’at
saja, mereka berdalil dengan pendapat sebagian orang yang mengatakan, bahwa
shalat berjama’ah itu bukan sesuatu yang wajib. Padahal Nabi Shallallaahu
alaihi wa Salam tidak memberikan rukhshah kepada seorang yang buta untuk shalat
di rumah, maka selayaknya seorang muslim mendahulukan ucapan Nabinya.
5.
Orang Melakukan Shalat Secara Asal-asalan.
Yaitu
tidak menyempurnakan rukuk, sujud serta rukun-rukun dan kewajiban yang lain.
Dalam shalatnya ia tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali, bahkan mungkin
hanya sekedar ikut-ikutan shalat dan gerak saja.
6. Orang yang Melakukan Shalat sesuai Syarat dan Rukunnya, namun Ia Tidak
Menghayati dan Mengerti.
Ia
melakukan shalat dengan raga-nya secara baik, akan tetapi pikirannya mengembara
dalam urusan dunia, hatinya pun tidak tertuju pada apa yang sedang ia kerjakan
saat itu.
Sumber, “Ashnafunnas Fish Shalah” Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnid.
Baca juga: Daftar isi Terjemah Kitab Fathul Qorib (Fath Al-Qarib)