Tarbiyah
jinsiyah, dapat diartikan secara vulgar kedalam bahasa Indonesia dengan
Pendidikan Seks. Kata tarbiyah jinsiyah kedengaran lebih santun, lebih enak dan
berwawasan lebih luas ketimbang sekedar “pendidikan seks” saja. Selama ini
berbagai pihak yang ahli dalam pendidikan sudah banyak mengusulkan bagaimana
adanya pelajaran pendidikan seks bagi anak-anak dan remaja. Kita setuju, tapi
harus ada batasan-batasan, apakah pendidikan seks menurut pola Barat itu sama
dengan pendidikan seks pola Islam. Tentu saja tidak. Karena pendidikan seks
pola Islam lebih mengacu kepada pendidikan ahlak yang berlandaskan kepada
keimanan. Sedangkan pola pendidikan seks menurut cara berpikir Barat hanya
mengajarkan “seksualitas yang sehat” meliputi: seks secara anatomis, fisiologis
dan psikologis saja. Misal, cara mencegah kehamilan, tidak aborsi dan
sebagainya.
Saya mendapatkan data bahwa di Indonesia sekarang
memiliki problem seks yang sangat parah. Dari 40 juta remaja di Indonesia,
sudah melakukan hubungan seks sebelum nikah. Dan sudah dapat dipahami, tentu
saja dari 40 juta remaja itu, sebagian besar remaja Islam. Anak-anak dari
keluarga Muslim. 25 sampai 40 persennya sudah melakukan hubungan kelamin
sebelum menikah.
Sekitar tahun 1980-an penelitian di Yogya, siswa-siswi
SMU sudah melakukan seks pranikah. Dan kita juga mendapatkan hasil dari sebuah
penelitian, 200 ribu remaja di kota-kota besar sudah melakukan aborsi.
Tarbiyah jinsiyah dimulai dari pendidikan dalam keluarga,
sebelum keluarga itu menyerahkannya kepada para pendidik dan lingkungan. Dari
orang tualah si anak akan memahami dan memiliki wawasan apa yang disebut dengan
syahwat. Nafsu ini ada dua. Pertama, nafsu yang dirahmati Allah SWT, kedua
nafsu yang tidak dirahmati Allah SWT. Karena memang nafsu seks adalah sesuatu
yang fitrah, maka Islam tidak mematikannya, tapi menyalurkannya sesuai
jalurnya.
Dua Nafsu
Kalau nafsu yang tidak dirahmati Allah SWT berkembang,
maka timbul berbagai jenis penyimpangan seksual. Misal, homoseks, lesbi, onani,
masturbasi dan lain-lain. Nafsu ini akan berkembang dengan liarnya. Tidak
terkendali karena dalam pelampiasannya tidak sesuai dengan aturan syariat.
Ingin menjerumuskan pelakunya, timbullah perzinaan, perkosaan, karena nafsu ini
tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Bagaimana solusi supaya nafsu-nafsu ini
sesuai dengan nilai Islam ?
Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya untuk menikah.
Sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah SWT adalah menciptakan dari jenis
kalian pasangan-pasangan, supaya timbul ketentraman bersama mereka dan Allah SWT
jadikan dengan pasangan ini rasa cinta dan kasih saying. Inilah Islam. Nafsu
yang sudah fitrah ini jangan berkembang liar, tapi diberikan salurannya dengan
pernikahan. Kata Rasul : Wahai pemuda, jika kalian sanggup menikah, menikahlah.
Kejahatan pertama yang terjadi dalam sejarah manusia di dunia adalah kejahatan
nafsu yang pertama kali dilakukan oleh
anak pertama Nabi Adam. Nabi Yusuf juga hampir tergoda oleh nafsu seks
Zulaikha.
Soal pertama
dalam tarbiyah jinsiyah adalah masalah aurat. Secara anatomis, bagian tubuh
wanita sangat menarik nafsu seks lawan jenisnya. Laki-laki main bola memakai
celana pendek, tidak ada perempuan yang tergiur. Coba kalau perempuan main bola
pakai celana pendek, banyak yang menonton bukan melihat bola yang ditendang,
tapi melihat jenis “bola” yang lain. Jangankan aurat wanita dewasa, bahkan
aurat anak-anak pun ada aturannya. Makanya di Pakistan, Afghanistan dan
negara-negara Arab, sejak bayi anak perempuan sudah dibiasakan memakai syirwal
(celana panjang). Ini bagus untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Mulailah dari Berpakaian
Rasulullah melarang perempuan melihat aurat perempuan dan
laki-laki melihat aurat laki-laki. Ini salah satu antisipasi timbulnya
penyelewengan seksual, seperti yang banyak terjadi sekarang ini. Ini dimulai
dari lingkungan keluarga. Anak yang telah mencapai usia 10 tahun jangan
dibiarkan tidur bersama saudaranya yang sejenis dalam satu selimut tanpa
memakai pakaian. Dari keluarga inilah keluarga mulai menanamkan tarbiyah
jinsiyah kepada anak-anaknya.
Menanamkan jiwa maskulin kepada laki-laki dan menanamkan
jiwa feminim pada perempuan. Jadi kelaki-lakian itu sudah ditumbuhkan sejak
dalam keluarga. Jangan laki-laki diberikan mainan perempuan atau sebaliknya.
Sebab Rasulullah sangat membenci laki-laki yang berpakaian perempuan atau
sebaliknya. Dan menurut penelitian, kelainan-kelainan syahwat tidak ada yang
dimulai dari lahir. Ketika lahir semua dalam keadaan normal. Banyak sekarang
waria atau laki-laki yang keperempuan-perempuanan. Ini dimulai dari lingkungan,
sejak masih kecil, tidak ada yang sejak lahir. Dalam tarbiyah jinsiyah kita
mengenalkan kepada anak-anak tentang mahram dan non mahram. Ini jarang terjadi
dalam keluarga. Batasan mana yang mahram dan bukan mahram sama saja. Sehingga
si anak bebas berbuat semaunya kepada siapapun, karena tidak mengenal mana
mahram, mana tidak mahram. Kadang dia sangat akrab dengan sepupu, padahal dalam
Islam, sepupu itu non mahram. Mereka boleh menikah.
Tarbiyah jinsiyah dimulai dengan mengajarkan pandangan,
gadhul bashar. Ditujukan kepada laki-laki dan perempuan. Dalam pendidikan seks
anak diajarkan bagaimana menjaga pandangan. Bukan berarti tidak melihat orang.
Artinya, jangan pandangan diarahkan terus-menerus sampai lekat kepada lawan
jenis. Menatap sampai rinci, ada jerawatnya berapa. Kita tahu, terjadinya
perzinaan dimulai dari pandangan. Awalnya biasa, lama-lama saling tertarik,
terus terjadi zina. Ini bisa dianalogikan dengan menonton gambar porno.
Adalah menjadi kewajiban orang tua untuk mengenalkan
sanksi-sanksi perzinaan kepada keluarganya. Sanksi zina dalam Islam sangat
berat. Agar mereka tidak mau berbuat zina. Dan orang tualah yang menjadi
penanggung jawab utama terhadap dosa perzinaan anak-anaknya. Sudahkah anak
dididik untuk tidak berzina?
Bagian dari tarbiyah jinsiyah adalah pemeliharaan
anggota-anggota tubuh anak atau orang tua. Dalam kitab fikih ada bagian
thaharah. Adalah merupakan kewajiban orang tua untuk mensosialisasikan kepada
anak-anaknya bagaimana menjaga kebersihan kelamin untuk kepentingan thaharah.
Kepada anak-anak juga perlu dijelaskan bagaimana proses
kejadian manusia. Dari nuftah, mudhghah
dan seterusnya. Dari sini mudah-mudahan anak-anak itu sudah memiliki
pengetahuan tentang tarbiyah jinsiyah secara benar dan sesuai dengan
nilai-nilai Islam.
Pengaruh Luar Rumah
Memang dampak dari pemahaman tarbiyah jinsiyah yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai Islam, luar biasa bahayanya, dunia akhirat. Salah
langkah, terjadi penyesalan seumur hidup. Orang tua zaman sekarang betul-betul
sangat berat untuk mendidik anak-anaknya, karena anak-anak dapat dengan mudah
memperoleh informasi yang kebanyakan tidak baik dan bahkan menyesatkan dari
luar lingkungan keluarga. Oleh karena itu dimulai dari keluarga, beri
penjelasan kepada anak-anak, mudah-mudahan mereka punya daya kebal terhadap
pengaruh buruk dari banyaknya informasi yang mencelakakan. Kalaupun dikuatirkan
timbulnya perzinaan, karena pergaulan yang sangat bebas dan luas, barangkali
tidak ada salahnya sebagai orang tua menawarkan untuk menikah saja, karena itu
adalah jalan terakhir, pernikahan dini, tapi sebelumnya memang harus ada
peringatan-peringatan, harus diberikan aktivitas-aktivitas, puasa, kalau semua
tidak bisa baru menikah.
Kalau dengan menikah, walaupun benar ada kekhawatiran,
tapi ada harapan, mudah-mudahan dengan menikah terjadi proses pendewasaan diri,
sambil terus menerus dibimbing. Dari banyak data dan penelitian yang dilakukan,
agresivitas seksualitas banyak terjadi pada laki-laki. Sehingga dalam hal ini
perempuan lebih banyak menjadi korban dari agresivitas seksual laki-laki
tersebut. Dan makin perempuan itu mencolok dalam berpakaian, makin laki-laki
agresif. Masalahnya, bagaimana meredam gejala demikian, agar di satu sisi
lelaki tidak terlalu agresif dan di sisi lain perempuan tidak menjadi korban
dan objek seksual dari agresivitas seks laki-laki itu.
Gejolak seksual antara laki-laki dan perempuan sama saja.
Kalau kita lihat kasus Nabi Yusuf, yang menggoda perempuannya dulu. Tapi karena
rasa malunya yang membuat perempuan bisa tertahan. Bedanya kalau sudah berumah
tangga. Umumnya para Ibu ada kendala karena capek. Sedangkan pada laki-laki
tidak ada kendala alamiah.
Pendidikan seks ditujukan untuk mereka berdua dalam
keluarga. Bagaimana sebuah keluarga itu mampu mendidik anak laki-lakinya dan
anak perempuannya. Apabila mereka mampu mendidiknya dengan nilai-nilai
ke-Islaman, yang intinya adalah keimanan.
Apabila dalam rumah tangga itu mampu mentransformasi
nilai-nilai keimanan kepada anak-anaknya, Insyaallah di luar rumah mereka
memiliki daya imunisasi terhadap godaan-godaan. Yang terjadi sekarang adalah
banyaknya laki-laki yang senang melihat wanita-wanita yang berpakaian seronok.
Karena mereka tidak terdidik didalam rumahnya. Begitu perempuannya, karena
memang dari rumahnya mereka tidak diberikan contoh berpakaian yang baik.
Oleh karena itu Islam memberikan solusi dua arah, yaitu
bagaimana laki-laki menjaga pandangan dan bagaimana perempuan menutup auratnya.
Jadi kedua-duanya diperlakukan secara seimbang dan bersama-sama memiliki jalan
keluarnya.
Kalau kita melihat contoh paling mulia dan terjadi di
masa Rasulullah adalah bagaimana pemuda-pemudanya itu karena memiliki keimanan
yang kuat mampu mempertahankan dan
membela sahabiat-sahabiatnya.
Contohnya, terjadinya perang Qainuqa, berawal dari
seorang sahabat yang mendengar jeritan seorang wanita. Sahabat ini (seorang
pemuda) yang memiliki keimanan, spontan membelanya. “Mana laki-laki yang
berbuat kurang ajar terhadap saudaraku itu”
Tak tanggung-tanggung, si lelaki Yahudi yang tukang emas
itu dibunuh, karena emosi, telah merusak kehormatan orang lain sesama muslim.
Ketika temannya itu dibunuh, yang lain teman-teman Yahudi ikut membunuh sahabat
tersebut. Akhirnya sampai kepada Rasul, sampai diusirnya Yahudi Bani Qainuqa,
sampai terjadi perang Qainuqa. Perang ini berawal dari kejahilan si Yahudi
Qainuqa.
Islam memberikan pendidikan kepada anak-anak tidak hanya
untuk mampu melindungi dirinya sendiri, tapi juga untuk mampu memberikan
perlindungan kepada orang lain, karena tiap Muslim itu bersaudara.
Baca juga: Khutbah Jumat: Berburu Ampunan, Rahmat dan Surga di Bulan Puasa