بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Ada
lima bagian dalam surah ini. Bagian pertama mencakup segala hal dan alam
semesta, berkenaan dengan kosmos bagian luar dan bagian dalam. Surah ini
dimulai dengan bersumpah demi fakta-fakta langit luar dan langit dalam.
Kemudian bagian kedua dimulai dengan memfokuskan secara khusus pada unsur
manusia yang terisolasi, insan, dan menggambarkan bagaimana kejadiannya. Lalu
bergerak ke kehidupan berikutnya, yang merupakan bagian ketiga. Pada bagian
keempat kita lagi-lagi diingatkan tentang kesalingberhubungan antara lahir
dengan batin, langit dan bumi. Bagian kelima berbicara tentang alur realitas
dan pengawasan Allah atas ciptaan-Nya, yang menggambarkan bagaimana segala
sesuatu dibentuk menjadi suatu kesatuan yang harmonis seluruhnya.
وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ
1. Demi langit dan yang datang di waktu malam,
Demi
luasnya langit, dan bagian tertentu langit yang dapat dilihat! Demi keagungan
langit yang tiada batas dan bintang yang bersinar cemerlang, yang menunjukkan
diri dengan terang. Demi langit batinmu dan pancaran cahaya yang tiba-tiba
bersinar dalam dirimu! Demi Keluasan yang tak terukur hingga engkau menjumpai
sesuatu yang membimbingmu! Semua ini adalah cara untuk menjelaskan ayat pertama
dengan gaya ayat itu sendiri.
Tharaqa,
akar kata dari mana thariq berasal, artinya 'mengetuk (pintu),
menemukan, mencapai' dan 'datang menjelang malam'. la juga bermakna orang yang
bepergian di malam hari. Biasanya pintu-pintu sebuah rumah terbuka pada siang
hari, dan hanya pada malam harilah syariat (hukum lahir) menyuruh agar segala
sesuatu ditutup. Maka orang yang bepergian di malam hari harus mengetuk pintu
untuk memberitahukan kedatangannya. Luasnya langit dan kemudian spesifikasi
yang lebih sempit tentang pendatang di malam hari, pertama menunjukkan
ketakterukuran dan kemudian menunjukkan sesuatu yang bisa diukur dan kita dapat
berhubungan dengannya.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ
2. Dan apa yang membuat engkau tahu siapa yang datang di waktu
malam itu?
Apa
yang kita ketahui tentang ketukan itu? Apa yang kita tahu tentang yang datang
menjelang malam? Malam ketidaktahuan hanya dapat dipecahkan dengan thariq, dengan
ketukan pengetahuan. Pengetahuan kita tentang thariq ini datang
tiba-tiba dari keluasan tak terbatas yang sebelumnya tak terukur, tidak nyata
dan tidak dapat ditakar.
النَّجْمُ الثَّاقِبُ
3. Bintang yang sinarnya menembus!
Bintang
yang sinarnya menembus mempunyai kejelasan dan arah yang menjadikan
kemunculannya sebagai sebuah peristiwa. Ia menembus apa yang nampaknya tak
dapat ditembus. Sebagian orang mengartikan ini sebagai sinar laser. Sinar laser
adalah percikan yang mampu menembus bahan paling tebal sekalipun tanpa berubah,
seperti benang yang menjahit kain, dan menyatukan satu sisi dengan sisi
lainnya.
إِن كُلُّ نَفْسٍ لَّمَّا
عَلَيْهَا حَافِظٌ
4. Tidak ada satu pun jiwa yang tanpa penjaga.
Seakan-akan
ayat ini memberitahu kita bahwa di dalam setiap jiwa ada bintang yang menembus,
sebuah mercusuar yang terus-menerus menyorotkan cahaya yang akan menembus
setiap selubung yang berusaha kita kenakan atas diri kita. Makna batinnya
adalah menunjukkan bahwa setiap orang ada penjaga pribadinya, seorang hafizh
(penjaga, pengawas, pemelihara). Ada malaikat penjaga yang menyimpan catatan
tentang setiap perbuatan seseorang dan yang bemiat akan dilakukannya, yang
kemudian akan dikembalikan kepadanya di akhir zaman. Semua perbuatan dan
niatnya dicatat dalam satu-satunya catatan, yakni dirinya. Dari catatan ini
tidak ada peluang untuk mengelak.
فَلْيَنظُرِ الْإِنسَانُ مِمَّ
خُلِقَ
5. Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apa ia diciptakan.
Jika
manusia mengira ia terpisah dari semua ini, jika ia mengira bahwa persoalan
tentang langit dan bintang, lahir dan batin, dan segala sesuatu yang diciptakan
merupakan suatu hal yang luar biasa, maka hendaklah ia memperhatikan komposisi
fisiknya sendiri. Ia harus kembali ke realitas ini dan memulai dari tempat
asalnya, dari lapisan lahiriah tubuhnya. Ia akan melihat di dalamnya bagaimana
keseluruhan penciptaan terjadi. Penelitian seperti itu akan menyalakan obor
penerang sehingga ia dapat menembus seluruh kondisi penciptaan. Tapi untuk
menembusnya ia harus melihat dahulu dari apa ia diciptakan, secara lahiriah dan
secara harfiah.
خُلِقَ مِن مَّاء دَافِقٍ
6. Ia diciptakan dari air yang memancar.
Secara
fisik, unsur utama tubuh manusia adalah air. Dafiq artinya 'memancar,
menuang, meluap'. Eksistensi tidak dapat dilihat kalau tidak menjelma kedalam
bentuk yang berwujud. Tidak ada wujud padat pada eksistensi, karena wujud
didasarkan pada fluiditas (ketidakstabilan), pada air. Karena itulah maka, sama
halnya, penciptaan manusia pun didasarkan pada fluiditas: tidak ada yang tetap.
Segala sesuatu dalam keadaan meluap: pikirannya, kehidupan sehari-harinya,
kesusahan dan kecemasannya; semuanya dalam keadaan yang tems berubah secara
dinamis. Tapi karena manusia mencari keamanan maka ia mewujudkan kebutuhannya
yang inheren ini menjadi sesuatu yang solid, dan itulah keruntuhannya. Ia
mengira bahwa keamanan terletak pada soliditas, pada tembok dan gedung-gedung,
pada pemilikan, karena pada dasarnya ia sedang mencari satu-satunya basis yang
aman dan kokoh yang menjadi sumber kelemahannya yang nampak. Tapi keamanan
seperti itu tidaklah mungkin, karena segala sesuatu mengikuti sunah atau
polanya yang tertentu.
يَخْرُجُ مِن بَيْنِ الصُّلْبِ
وَالتَّرَائِبِ
7. Yang keluar dari antara pinggang dan iga.
Ini
berkenaan dengan dua hal yang berlawanan. Makna harfiah dari shulb
adalah 'keras, kaku, sulit', dan juga berarti 'pinggang' dan 'punggung'. Kata tara'ib
berarti 'tulang dada, iga', dan berasal dari kata kerja tariba yang berarti
'berdebu, tertutup debu'. Dari kata tersebut juga muncul tarib (sezaman,
setara, sesuai, sebanding). Manusia lahir dari pertemuan antara dua hal
berlawanan, yang satu padat dan yang lain cair.
إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ
لَقَادِرٌ
8. Sesungguhnya Ia berkuasa untuk mengembalikan
(menghidupkan)nya.
Pada
ayat-ayat sebelumnya kita diberitahukan, 'Lihatlah dirimu! Dari lelangit kosong
yang luas, tiba-tiba muncul bintang. Dari kebodohan muncullah keterangan. Dari
kebingungan hati muncullah percikan pengetahuan di dalamnya. Wahai manusia,
engkau yang berada dalam perubahan terus-menerus dan dinamis, engkau telah
dijadikan dari zat cair yang keluar dari antara tengah-tengah seorang laki-laki
dan perempuan.'
Kemudian
Allah berkata, " Sesungguhnya Ia berkuasa untuk
mengembalikannya"', maksudnya bahwa apa pun yang diciptakan di sini
dalarn kehidupan ini, Allah dapat dengan mudah menciptakan dalam bentuk lain.
Oleh karena itu, sebagaimana malam yang sunyi dapat terganggu oleh pejalan
malam yang 'mengetuk pintu, apa yang hidup dalam suatu bentuk dapat kembali ke
keadaannya sebelum dibentuk. Ayat ini menggiring kita pada kesimpulan yang
sesuai dengan topik: untuk setiap ciptaan ada lawannya, dan, dengan kata lain,
mesti ada ciptaan lainnya. Ciptaan ini temoda oleh apa yang memproteksinya,
yakni gagasan diri atau ego. Ciptaan berikutnya harus merupakan bayangan
terbalik dari ciptaan ini.
يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ
9. Pada hari tatkala segala rahasia ditampakkan.
Bala
berarti 'menguji, mencoba, meniinpai'. Bali berarti 'usang, tua, jompo,
busuk, bobrok'. Dan bala' berarti 'kemalangan, kesukaran, siksaan'.
Kemalangan dari sebuah rahasia adalah bila ia diketahui umum. Surr,
berasal dari akar kata yang sama dengan sara’ir (rahasia), artinya 'tali
pusar', dan masarrah berarti 'kenikmatan, kesenangan, kegembiraan,
kebahagiaan'. Ia menunjukkan bahwa anak yang baru lahir mengumandangkan
kegembiraannya karena tidak tergantung pada ibunya, dan hanya tergantung pada
Allah semata, meskipun dalam kenyataannya ia selalu tergantung hanya pada
Allah.
Kita
akan ditimpai kesusahan untuk menguji apakah kita benar-benar yakin kepada
Allah, dan itu akan menjadi ujian yang mutlak berat. Pada hari itu, dalam
situasi itu, rahasia yang kita sembunyikan sekarang akan sungguh-sungguh diungkapkan:
itulah makna dari diuji. Maksud dari ujian bukan untuk mengetahui apakah kita
akan mencapai suatu tanda tertentu, tapi untuk menunjukkan realitas kita,
tingkat kesucian, ketulusan hati dan ketauhidan kita, derajat kemunafikan atau
ketidakmunafikan kita. Kita tidak mengetahui hal ini sekarang mungkin karena
kita telah mengelabui diri kita sendiri, tapi pada waktu itu kita akan
mengetahui seberapa besar ketergantungan kita pada Allah dan seberapa besar
kepada selain Allah.
فَمَا لَهُ مِن قُوَّةٍ وَلَا
نَاصِرٍ
10. Ia tidak akan punyai kekuatan maupun penolong.
Kita
dipaksa untuk kembali ke situasi kita dan memulai dari tempat di mana kita
berada, dengan mengenali segala kelemahan dan kemunafikan kita, mengenali
dualitas dari mana kita berasal, dan mengenali bahwa tujuan kedatangan kita
adalah untuk mengetahui makna Allah, Sumber Pokok kekuatan, Yang Maha Penolong.
وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الرَّجْعِ
11. Demi langit yang memberi hujan.
Kita
harus merenungkan penciptaan langit dan bumi, dan cara turunnya hujan yang
berulang-ulang mengikuti musim. Dari satu sudut pandang, bisa diartikan bahwa
lelangit akan kembali ke hakikatnya, ke ketiadaannya semula.
وَالْأَرْضِ ذَاتِ الصَّدْعِ
12. Dan demi bumi yang terbelah [menumbuhkan tanaman].
Bumi
juga akan retak dan hancur kembali ke ketiadaannya semula. Makna dari shad’
adalah 'belahan, atau retakan', dan di sini menunjuk kepada bumi yang terbelah
karena timbulnya semaian-semaian tanaman.
Kita
juga dapat menganggap dua ayat ini (11 dan 12) sebagai simbolisasi langit batin
kita dan bumi batin kita. Maka bumi berarti dada dan hati yang ada di dalam
dada, dan langit menunjuk kepada pengetahuan yang senantiasa kembali kepada
kita pada tahap-tahap pembukaan yang berbeda.
Tidak
ada di langit rnaupun di bumi yang tidak mengingat, atau mengagungkan Allah.
Ini adalah zikir langit dan bumi. Dari sudut pandang manusia, zikir yang
berulang-ulang adalah laksana hujan yang menghanyutkan polusi lahir dan batin
kita, dan bumi, sang hati, meresponnya.
إِنَّهُ لَقَوْلٌ فَصْلٌ
13. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang pasti.
Perkataan—dekrit
Tuhan—yang ditunjukkan kepada kita dalam ayat ini adalah pemisah antara
kebodohan dengan pengetahuan dan antara dunia sekarang dengan dunia akan
datang. Selanjutnya, perkataan tersebut juga membedakan antara mereka yang
telah hidup di jalan tauhid dalam kehidupan ini dan mereka yang tidak. Ada
garis yang jelas dan pasti yang membedakan dengan tepat, itulah Alquran.
Sebagaimana pada awal surah, ketika langit yang luas tampak bersih dan kosong,
dan tiba-tiba muncul bersitan cahaya bintang, manusia juga terlahir dengan
sifat suka membeda-bedakan. Kekuatan diskriminasi, perbedaan yang tajam antara
kebenaran dan kesalahan, berasal dari satu-satunya Tuhan Yang Mahakuat Yang
menciptakan dan menghancurkan segala sesuatu bil haqq (dengan
kebenaran).
وَمَا هُوَ بِالْهَزْلِ
14. Dan itu bukanlah senda gurau.
Hazala
berarti 'menjadi kurus, tipis', dan hazila adalah 'berkelakar,
bersendagurau'. Hazl adalah 'kelakar, hiburan'. Kita tidak boleh
memperolok-olokkan karena penciptaan ini sangatlah serius.
Biasanya
kita menertawakan atau memperolokkan sesuatu karena kita tidak memahaminya.
Kita ingin membenarkan sesuatu yang tidak nyata sehingga menerima sikap yang
sinis. Sinisme menunjukkan tiadanya energi dan merupakan salah satu watak
paling buruk yang dapat dimiliki seseorang. Kita mencari periindungan pada
pemahaman atau sistem tertentu, dan ketika kita dihadapkan pada sesuatu yang
menentangnya dan yang tidak dapat kita pertanggungjawabkan, kita menjadi sinis.
Itulah mekanisme pelarian diri; sinisme adalah sebuah saluran. Nifaq
(munafik, pura-pura) dikaitkan pada nafaq (saluran, jalan terusan bawah
tanah). Jadi kemunafikan merupakan jalan keluar, pelarian diri, sebagaimana
memperolok-olok. Pilihannya adalah: kita berhubungan dengan hal yang
bertentangan dengan kita lalu menerimanya, atau, kalau tidak, kita menjadi
sinis. Dengan cara demikian kita membebaskan diri dari setiap pencampur-bauran
yang serius.
إِنَّهُمْ يَكِيدُونَ كَيْدًا
15. Sesungguhnya mereka merencanakan sebuah rencana,
Pesan
ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad dan kepada kaum beriman, kepada mereka
yang menegakkan kebenaran dan para pembawa pesan. Kayd (komplotan,
tipu-daya, rencana) berarti merencanakan dengan diam-diam, baik secara patut
atau tidak patut. Karena itu ayat ini bisa diartikan bahwa seseorang berkomplot
melawan dirinya sendiri melalui kebodohannya, atau seseorang berkomplot
menentang Nabi. Orang-orang yang menyangkal realitas karena kebodohannya akan
berkomplot secara sembarangan, tidak berarti bahwa mereka akan secara sengaja
sembunyi-sembunyi laksana maling yang bersekongkol untuk merampok sebuah bank.
Yang benar adalah, mereka melakukan persekongkolan batin karena hati mereka
akan bersekongkol melawan kebenaran.
وَأَكِيدُ كَيْدًا
16. Dan Aku pun merencanakan sebuah rencana.
فَمَهِّلِ الْكَافِرِينَ
أَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا
17. Maka berikanlah tangguh kepada orang-orang kafir; biarkanlah
mereka sejenak.
Tapi
Allah juga punya rencana. Dia adalah pembuat rencana yang terbaik; rencana-Nya
akan selalu berlaku. Dia meliputi semua, Dia adalah Pencipta semua. Sementara,
manusia hanyalah perencana tangan kedua, maka rencana-Nya akan selalu berlaku.
Akhirnya mereka membuktikan keimanan mereka kepada-Nya melalui kematian mereka;
melalui kematian fisik merekalah maka mereka membuktikan loyalitasnya kepada
Allah, karena saat itu mereka kembali kepada-Nya, suka atau tidak suka.
Mahhala
berarti memberikan tangguh. Mahala, bentuk akar, adalah mengerjakan
suatu hal secara diam-diam dan dengan lemah-lembut, sementara amhala,
dari akar kata yang sama, artinya bertindak dengan lemah-lembut terhadap
seseorang atau sesuatu. Kita semua diberi peluang untuk menemukan keberanian
sejati kita. Kerahiman yang dituliskan kepada ciptaan Allah sedemikian rupa
sehingga selalu ada pilihan untuk bangun (sadar) dan tetap bangun, yang
merupakan tujuan dari penciptaan kita.
Pilihan
satu-satunya yang dihadapi manusia adalah mengetahui bahwa ia berada di jalan
yang benar. Setiap orang berada dalam Islam; setiap orang tunduk pada
hukum yang mengatur eksistensi, suka atau tidak suka. Setiap orang adalah muslim
baik itu pilihan dia atau bukan, baik ia mengucapkan sahadat atau tidak, baik
ia ruku dan sujud atau tidak. Setiap orang tunduk pada hukum yang mengatur
keberadaannya. Perbedaannya terletak pada kenyataan bahwa sebagian orang telah
memilih untuk mengakui hukum ini, mempersatukan kehendak dan niat mereka dengan
kehendak Allah.
TAFSIR
Mukaddimah: Pengetuk Pada Malam Hari
Para ahli tafsir sepakat berpendapat bahwa bahwa surat ath-Thâriq
diturunkan pada periode Makkah. Yaitu setelah surat al-Balad. Surat ini dinamakan dengan ath-Thâriq
sebagai-mana tertera dalam mushaf al-Imam (usmany) serta di berbagai
buku tafsir.
Secara etimologi “ath-Thâriq” berarti mengetuk
dengan suara yang terdengar keras. Bisa juga dipakai untuk menyebut orang yang
berjalan dengan kaki. Dan secara khusus digunakan pada waktu malam, karena
umumnya pada malam hari pintu-pintu rumah kebanyakan ditutup. Kemudian makna
ini diperluas menjadi apa saja yang terlihat pada waktu malam. Adapun yang
dimaksud dalam surat ini sebagian besar pakar tafsir mengartikannya dengan
bintang yang muncul di malam hari.
Tema surat ini masih berkisar tentang hari akhirat.
Adapun poros utama pembicaraan adalah tentang manusia, rahasia penciptaan serta
tahapan-tahapannya kemudian memuat tanda-tanda kekuasaan Allah yang tiada
batasnya. Dan pembenaran terhadap al-Qur’an sebagai wahyu dan kitab Allah yang menjadi
pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Muatan surat ini ditutup dengan hiburan
kepada Nabi Muhammad supaya tidak terlalu menanggapi tekanan dari kaum kafir
Quraisy. Agar beliau terus bekerja dan berdakwah tanpa memikirkan resiko.
Karena Allah yang akan menangani dan mengurusi mereka.
Yang
Muncul di Malam Hari
“Demi langit dan yang datang pada malam hari. Tahukah
kamu apakah yang datang pada malam hari itu? (yaitu) bintang yang cahayanya
menembus” (QS. 86: 1-3)
Allah kembali bersumpah dengan langit yang
bertingkat-tingkat yang diciptakan-Nya tinggi menjulang tanpa ada tiang
penyangganya. Luas dan dihuni oleh malaikat-malaikat-Nya yang mulia dan
dimuliakan.
Menariknya Allah menggandengkan sumpah dengan langit
dengan sesuatu yang datang di malam hari yang oleh sebagian besar pakar tafsir
dianggap sebagai bintang terang yang muncul di malam hari. Ini diperkuat dengan
ayat ketiga yang menjelaskannya; yaitu bintang yang cahayanya menembus
kegelapan malam.
Jika saja benda mati seperti bintang itu mampu menembus
kegelapan malam sehingga sampai cahayanya di bumi, tentu malaikat-malaikat
Allah mampu menembus apapun dengan titah-Nya. Karena … “Tidak ada suatu jiwa
pun (diri) melainkan ada penjaganya” (QS. 86: 4).
Siapakah penjaga tersebut? Yaitu para penjaga yang selalu
mempunyai akses langsung terhadap setiap jiwa manusia. Sebagian ahli tafsir ada
yang mengatakan bahwa ini demi menjaga manusia dari godaan setan. Secara umum,
yang dimaksud di sini adalah pencatat amal manusia. Karena ia selalu
menyertainya dengan berbagai tindakan dan amal yang dikerjakannya. Tindakan
yang dikerjakan manusia tersebut dijaga dan tak akan dilewatkan sedetikpun.
Semua direkam dengan teliti dan detil.
Rahasia Penciptaan Manusia
Untuk kepentingan apakah hal di atas perlu diingatkan kepada
para manusia? Hal ini bisa diketahui dengan perintah Allah pada ayat
selanjutnya. Yaitu perintah kepada setiap manusia yang disebut secara langsung
di sini untuk memperhatikan penciptaannya. Dari apa ia diciptakan? Bagimana ia
berubah menjadi seperti sekarang? Hingga kemudian ia akan mati dan dikembalikan
kepada asalnya.
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia
diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan. Yang keluar dari antara
tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan” (QS. 86: 5-7)
Manusia diciptakan dari air yang memancar. Yang secara
kasat mata seolah tiada kehidupan di sana. Dari air yang kelihatannya tak ada
kehidupan itulah manusia diciptakan. Kemudian dimatikan dan kelak dihidupkan
lagi.
Siapakah yang membuat air tersebut memancar. Siapakah
yang menurunkan syariat supaya kedua air itu bertemu. Dengan sah dan halal.
Pertemuan kedua air itu bukanlah sekedar untuk melepas syahwat antara laki-laki
dan perempuan. Pertemuan kedua air itu juga bukan sesuatu yang sepele. Bukan
sesuatu yang kebetulan. Tapi itu adalah ibadah yang mengemban misi penampakan
ayat-ayat dan tanda kekuasaan Allah. Dan Maha Besar Allah yang memberikan tugas
berat tersebut dengan diberikan sebuah kenikmatan dalam menjalaninya.
Siapakah yang mempertemukan kedua air tersebut. Dan dari
air itu kemudian diubah menjadi sebuah kehidupan dengan ritme yang teratur dan
tahapan yang sangat luar biasa. Siapakah yang sanggup melakukan hal itu?
Air yang dipancarkan dan dicampurkan di atas diproduksi
dari tulang punggung (belakang) laki-laki dan dari tulang dada perempuan. Air
yang sangat cair dan sangat lunak tersebut diproduksi di dalam benda yang
sangat keras. Yaitu tulang. Satu diciptakan dari arah belakang dan satu lagi di
ciptakan dari arah depan. Inilah sebenarnya kodrat manusia. Laki-laki dan
perempuan.
Bahwa manusia secara fitrah adalah berpasangan dan saling
melengkapi. Laki-laki dan perempuan. Ada depan dan belakang. Karena memang
seharusnya demikian. Misi kekhilafahan manusia hanya bisa dikerjakan bersama
oleh laki-laki dan perempuan, sebagaimana ada bulan dan matahari, ada malam dan
siang.
“Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk
mengembalikannya (hidup sesudah mati). Pada hari dinampakkan segala
rahasia. Maka sekali-kali tidak ada bagi manusia itu suatu kekuatan pun dan
tidak (pula) seorang penolong” (QS. 86: 8-10)
Dzat yang mencipta manusia dari bahan dan proses seperti
yang dijelaskan di atas, sudah tentu sanggup dan kuasa untuk mematikan
sekaligus menghidupkan manusia setelah kematiannya.
Dan sebagaimana penciptaan manusia, kebangkitannya juga
tidaklah merupakan hal yang kebetulan saja. Pada hari kebangkitan manusia akan
diadili dan kemudian ditentukan balasan amalannya ketika berada di dunia. Hari
itu tak satu pun makhluk-Nya yang sanggup merahasiakan sekecil apapun dari-Nya.
Hari itu semua rahasia terbongkar. Baik yang bersifat bagus ataupun
rahasia-rahasia dan konspirasi kejahatan dan keburukan.
Tanda
Kekuasaan Allah
“Demi langit yang mengandung hujan. Dan bumi yang
mempunyai tumbuh-tumbuhan” (QS. 86: 11-12)
Kemudian Allah kembali bersumpah dengan langit. Jika di
awal surat ini langit dihubungkan dengan kegelapan dan bintang yang menerangi
dan menghiasnya, maka pada ayat ini Allah menggandengkan langit dengan bumi.
Menggandengkan langit dengan hujan serta bumi dengan tumbuh-tumbuhan.
Dikatakan raj’i sebagai hujan karena air hujan
pada dasarnya berasal dari bumi dan akan dikembalikan ke bumi ke tempat asalnya
untuk mengairi tumbuhan yang bermacam-macam.
Siapakah yang sanggup mengembalikan air ke bumi dengan
bentuk yang tidak menyakit-kan bagi manusia. Air itu dijatuhkan ke bumi dan
dikemballikan setelah berproses dengan bentuk tetesan-tetesan air yang kecil
yang datang dalam jumlah yang berbeda sesuai kadarnya. Ada kalanya sedikit dan
hanya menjadi gerimis ada kalanya banyak dan deras menjelma menjadi air yang
melimpah.
Hasan al-Bashry mengatakan bahwa hujan di sebut raj’i
karena kembali dari langit dengan membawa rizki, padahal tadinya berasal dari
bumi berupa air saja. Adapun Ibnu Zaid menafsirkan raj’i dengan bulan,
matahari dan bintang-bintang yang memiliki orbit tempat kembali mereka.
Dan dari air yang sama itu kemudian ketika sampai di bumi
berubah menjadi tumbuhan yang bermacam-macam. Di namakan ash-shad’u
karena aslinya terbelah. Biji-bijian dan benih yang tadinya di dalam tanah
kemudian muncul dengan membelah tanah di atasnya, meskipun tak semua tumbuhan
berasal dari dalam tanah.
Tanda-tanda kekuasaan Allah tersebut, langit dan bumi
serta sebagian fenomena yang diungkap dalam ayat ini digunakan Allah bersumpah.
Semata untuk meneguhkan hakikat al-Qur’an yang didustakan oleh orang-orang
kafir saat diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
“Sesungguhnya al-Quran itu benar-benar firman yang
memisahkan antara yang hak dan yang bathil. Dan sekali-kali bukanlah dia senda
gurau”. (QS. 86: 13-14)
Al-Qur’an tidaklah seperti yang mereka tuduhkan. Bukan
gurauan atau mitos sebagaimana klaim mereka. Al-Qur’an adalah kalam suci yang
diturunkan sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Di dalamnya termuat
kaidah dan risalah serta ajaran yang mengajak kepada kebenaran serta
konsekuensinya. Juga memuat rambu-rambu dan batas-batas yang menyelamatkan
manusia dari kerugian abadi dan kesengsaraan.
Namun, sayang orang-orang kadir tersebut “… merencanakan
tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya” (QS. 86: 15). Tidak tahukah
mereka bahwa Allah pun “… membuat rencana (pula) dengan sebenar-benarnya”
(QS. 86: 16).
Dan makar serta rencana yang disiapkan Allah tentu jauh
lebih sempurna. Baik untuk membalas kesabaran dan keteguhan kaum beriman
ataupun untuk membalas kezhaliman orang-orang kafir tersebut, termasuk
menghalangi kemudharatan dan menahan kemanfaatan bagi suatu kaum.
Maka, kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Muhammad Saw
untuk bersabar. “Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu yaitu beri
tangguhlah mereka itu barang sebentar” (QS. 86: 17). Janganlah kau sibukkan
diri dengan membalas dendam kelakuan mereka atau memikirkan terlalu dalam
ejekan dan hinaan mereka. Tangguhkan sebentar. Biarlah Allah yang mengurusi
mereka. Allah yang serba maha lebih tahu bagaimana memperlakukan mereka, baik
di dunia maupun menyediakan tempat yang sangat menyeramkan untuk mereka di
akhirat, kelak.
Kata ruwaida (sebentar) mengindikasikan bahwa
seberapa lama seseorang hidup di dunia tidaklah memakan waktu yang lama karena
kehidupan dunia tidaklah bisa dibandingkan dengan masa yang sangat panjang
dengan kehidupan di akhirat yang hanya diketahui oleh Allah saja. Asal kata ruwaidan,
diambil dari angin yang bertiup dengan tiupan yang lemah.
Penutup
Semoga setiap malam kita bisa mengingatkan diri kita
bahwa kegelapan malam itu yang menjadikannya adalah Allah. Dan seseorang
mungkin akan diselimuti kegelapan di alam kuburnya bila tak ada cahaya yang
diberikan Allah. Semoga hati-hati kita menjadi terketuk setiap malam sehingga
bisa mempersiapkan dengan baik hari perjumpaan dengan ajal kita. Dengan harapan
hidup yang sebentar ini berakhir dengan sempurna, meraih kemenangan hakiki.
Yaitu dengan mendapat jaminan keamanan dari Allah Yang Perkasa. Amin.
Baca juga: Belajar Dari Bapak Tua Yang Bijak