Sesungguhnya Kami telah memberikan
kepadamu nikmat yang banyak.
Maka
dirikanlah shalat karena Rabb-mu dan berkurbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, ia adalah yang terputus (dari
rahmat Allah). [Al Kautsar : 1-3]
Surat Al Kautsar merupakan surat yang terpendek dalam Al Qur`an. Isinya
mengandung ungkapan-ungkapan yang indah lagi mengagumkan, membuat yang
membacanya berdecak kagum. Makna-makna kalimatnya yang kuat dan istimewa
menunjukkan menjadi bagian mukjizat Ilahi.
Betapa agung surat ini dan betapa melimpah pelajaran-pelajaran yang bisa
dipetik dalam bentuknya yang ringkas.
Sebenarnya, makna surat ini dapat diketahui melalui ayat penutupnya. Allah
telah menghalangi kebaikan dari orang-orang yang membenci RasulNya. Ia
terhalangi untuk mengingatNya, hartanya dan keluarganya, sehingga pada
gilirannya, di akhirat ia akan merugi akibat dari semua perbuatan yang tidak
terpuji terseut. Kehidupannya pun tanpa nilai, tidak mendatangkan manfaat. Ia
tidak membekali diri dengan amalan shalih saat hidup di dunia, sebagai bekal di
hari akhiratnya. Hatinya akan terhalangi dari kebaikan, sehingga dia tidak
mengenali kebaikan, apalagi mencintainya. Begitu juga ia terhalang dari beriman
kepada RasulNya. Amalan-amalannya akan terhalangi dari ketaatan. Tidak ada
satupun yang menjadi penolong baginya. Dia tidak akan memberikan apresiasi
terhadap ajaran Rasulullah, bahkan ia menolaknya untuk memuaskan hawa nafsunya atau
pengikutnya, gurunya, pemimpinnya dan lain-lain.
Oleh karena itu, berhati-hatilah, jangan membenci sesuatu yang datang dari
Rasulullah atau menolaknya untuk memuaskan hawa nafsumu, atau membela mazhabmu,
atau disibukkan dengan syahwat-syahwat atau urusan dunia. Sesungguhnya Allah l
tidak mewajibkan untuk taat kepada seseorang, kecuali taat kepada RasulNya, dan
mengambil apa-apa yang datang darinya. Jika seluruh
makhluk menyelisihi seorang hamba sementara ia taat kepada Rasulullah,
sesungguhnya Allah tidak akan menanyainya tentang itu. Maka barangsiapa yang
taat atau ditaati, sesungguhnya hal itu terjadi hanya dengan mengikuti Rasul.
Seandainya diperintahkan dengan sesuatu yang menyelisihi Rasul, maka tidak
perlu ditaati. Pahamilah hal itu, dan dengarkanlah. Taatilah dan ikutilah,
jangan berbuat bid`ah, niscaya amalanmu tidak akan terputus dan tertolak. Tidak
ada kebaikan bagi amalan yang jauh dari Sunnah Rasul, dan tidak ada kebaikan
bagi orang yang mengamalkannya. Wallahu a'lam.
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
Ayat ini menunjukkan keluasan karunia tanpa batas, dan
kenikmatan yang besar lagi melimpah. Seperti firman-Nya:
وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى
Dan kelak pasti Rabb-mu memberikan karuniaNya kepadamu,
lalu (hati) kamu menjadi puas. [Adh Dhuha : 5]
Karunia yang besar ini berasal dari Dzat Pemberi karunia
Yang Besar, kaya, lagi luas anugerahnya. Oleh karena itu, kata ganti pertama
(mutakallim) dalam ayat ini, bentuknya dijama`kan, menjadi innaa (إِنَّآ) yang
menandakan keagungan Sang Rabb, Dzat Yang Maha Pemberi.
Karunia
ini utuh dan berkesinambungan sebab kalimat pada ayat ini diawali dengan kata
inna yang menunjukkan penegasan dan realisasi kandungan berita layaknya fungsi
sumpah. Demikian juga, Allah menggunakan fi'il madhi (kata kerja lampau) dalam
kalimat ini, yang bertujuan sebagai penekanan kejadian peristiwa. Sebab obyek
yang sifatnya harapan yang berasal dari Dzat Yang Maha Mulia, terhitung sebagai
perkara yang pasti terjadi.
Kata Al-Kautsar berbentuk wazan fau'al seperti kata naufal. Bangsa Arab
menamakan segala sesuatu yang melimpah baik kuantitasnya, atau besar kedudukan
dan urgensinya dengan nama kautsar.
Para ulama tafsir berselisih pendapat dalam menafsikan Al Kautsar yang
diberikan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Pendapat mereka terangkum dalam keterangan berikut ini :
Pertama, sungai di surga.
Kedua, telaga Nabi di Mahsyar.
Ketiga, kenabian dan kitab suci.
Keempat, Al Qur`an.
Kelima, Islam.
Keenam, kemudahan memahami Al Qur`an dan aturan syariat.
Ketujuh, banyaknya sahabat, ummat dan kelompok-kelompok
pembela.
Kedelapan, pengutamaan Nabi diatas orang lain
Kesembilan, meninggikan sebutan Nabi
Kesepuluh, sebuah cahaya dihatimu mengantarkanmu
kepada-Ku, dan menghalangimu dari selain-Ku
Kesebelas, syafaat.
Keduabelas, mukjizat-mukjizat Allah yang menjadi sebab
orang-orang meraih hidayah melalui dakwahmu.
Ketigabelas, tidak ada yang berhak diibadahi kecuali
Allah, Muhammad adalah utusan Allah.
Keempatbelas, memahami agama.
Kelimabelas, shalat lima waktu.
Keenambelas, perkara yang agung.
Ketujuhbelas, kebaikan yang merata yang Allah berikan
kepada Beliau.
Al Wahidi berkata,”Kebanyakan ahli tafsir berpendapat,
bahwa Al Kautsar adalah sungai di surga.”
Panutan para ulama tafsir, Ibnu Jarir At Thabari berkata:
“Pendapat yang paling utama menurutku adalah pendapat orang yang mengatakan Al
Kautsar adalah nama sungai di surga yang dianugerahkan Rasulullah di surga
kelak. Allah
menyebutkan ciri khasnya dengan sifat katsrah (melimpah ruah) sebagai pertanda
ketinggian kedudukannya.
Kami mengatakan itu sebagai tafsiran yang paling utama lantaran banyaknya
riwayat dari Rasulullah yang menjelaskannya"
Al Qurtubi berkata , ”Penjelasan yang paling benar adalah perkataan yang
pertama dan kedua, karena kedua perkataan tersebut ditetapkan oleh Nabi dalam
sebuah nas tentang Al Kautsar.”
Asy Syaukani mengatakan,”Tafsir ini dari Ibnu Abbas, pandangannya bertumpu pada
maknanya secara bahasa. Akan tetapi Rasulullah telah menafsirkannya sebagai
sungai di surga dalam haditsnya yang shahih".
Aku (Syaikh Salim) berkata: Keterangan-keterangan yang dikemukakan oleh
mayoritas ulama tafsir merupakan kebenaran yang nyata, karena beberapa perkara
berikut ini:
Pertama: Telah diriwayatkan dari
Rasulullah , bahwasanya Beliau menafsirkan Al Kautsar sebagai sungai di surga
dalam beberapa hadits. Diantaranya:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ بَيْنَ أَظْهُرِنَا إِذْ أَغْفَى
إِغْفَاءَةً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مُتَبَسِّمًا فَقُلْنَا مَا أَضْحَكَكَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ آنِفًا سُورَةٌ فَقَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ ثُمَّ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا
الْكَوْثَرُ فَقُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّهُ نَهْرٌ
وَعَدَنِيهِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ هُوَ حَوْضٌ تَرِدُ
عَلَيْهِ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عَدَدُ النُّجُومِ
Dari Anas, dia berkata: Pada suatu hari ketika Rasulullah
berada di tengah kami, Beliau mengantuk sekejap. Kemudian Beliau mengangkat
kepalanya dengan senyum. Maka kami bertanya: “Apa yang membuatmu tertawa, wahai
Rasulullah?” Rasulullah menjawab,”Baru saja turun kepadaku sebuah surat,” maka
Beliau membaca surat Al Kautsar. Kemudian Rasulullah bersabda,”Apakah kalian
tahu apakah Al Kautsar itu?” Maka kami berkata,”Allah dan RasulNya lebih
mengetahui.” Rasulullah bersabda,”Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan
Rabbku Azza wa Jalla untukku. Disana terdapat kebaikan yang banyak. Ia adalah
telaga yang akan didatangi umatku pada hari Kiamat. Jumlah bejananya sebanyak
bintang-bintang...."
Kedua:
Keterangan-keterangan yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas tidak bertentangan
dengan nash hadits yang shahih.
عن أَبِي بِشْرٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ فِي الْكَوْثَرِ هُوَ
الْخَيْرُ الَّذِي أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ قَالَ أَبُو بِشْرٍ قُلْتُ
لِسَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَإِنَّ النَّاسَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُ نَهَرٌ فِي
الْجَنَّةِ فَقَالَ سَعِيدٌ النَّهَرُ الَّذِي فِي الْجَنَّةِ مِنْ الْخَيْرِ
الَّذِي أَعْطَاهُ اللَّهُ إِيَّاهُ
Dari Abi Basyar dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas,
sesungguhnya dia berkata tentang Al Kautsar. Ia adalah limpahan kebaikan yang
Allah berikan kepada Rasulullah. Abu Bisyr berkata kepada Said bin Jubair
‘Sesungguhnya orang-orang menyangkanya sungai di surga’. Maka Said berkata,”Sungai
di surga merupakan bagian dari kebaikan yang Allah berikan kepada
Rasulullah" .
Ibnu Athiyah menyatakan : "Alangkah indahnya pernyataan yang dikemukakan
oleh Ibnu Abbas dan alangkah baiknya penyempurnaan keterangan dari Ibnu Jubair.
Masalah
tentang sungai (di surga) telah ditetapkan dalam hadits Isra (mi'raj) dan
hadits lainnya. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawatNya kepada Muhammad
dan semoga Allah memberikan manfaat kepada kita semua dengan hidayahNya.”
Ibnu Katsir menjelaskan : “Penafsirannya bisa dengan sungai dan selainnya.
Karena Al-Kautsar berasal dari kata Al Katsrah, yaitu kebaikan yang melimpah
ruah. diantaranya adalah berbentuk sungai tersebut... Telah diriwayatkan dalam
riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas, bahwasanya dia menafsirkannya dengan makna
sungai juga.
Ibnu Jarir berkata : “Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami (ia berkata),
Umar bin Ubaid telah menceritakan kepada kami dari Atha`dari Said bin Jubair
dari Ibnu Abba, ia berkata:"Al-Kautsar adalah sungai di surga. Kedua
tepi sungai tersebut adalah emas dan perak, mengalir di atas yaqut (sejenis
batu mulia) dan mutiara, airnya putih berasal dari salju dan lebih manis
daripada madu."
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: "Jadi, kutipan Said bin Jubair terhadap
perkataan Ibnu Abbas yang berbunyai "(Al-Kautsar) itu adalah kebaikan yang
melimpah ruah". tidak bertentangan dengan pernyataan lainnya yang
menafsirinya sebagai sungai di surga. Karena sungai merupakan bagian dari
kebaikan yang banyak. Mungkin saja Sa'id ingin menunjukkan bahwa tafsir Ibnu
Abbas lebih utama karena bersifat umum. Akan tetapi
telah ditetapkan pengkhususannya dengan sungai dari keteranan Nab, maka tidak
ada pilihan untuk mengesampingkannya".
Dengan itu menjadi jelas bahwa:
1). Tafsir Ibnu Abbas tidak berltabrakan dengan
penjelasan Rasullullah bahwa Al-Kautsar adalah sungai di surga. Bahkan ini juga
merupakan tafsiran Ibnu Abbas dalam riwayat yang bisa dipertanggungjawabkan,
sebagai telah disebutkan oleh Ibnu Katsir.
2). Bahwa tafsir Ibnu Abbas masuk dalam kandungan ayat
secara umum. Oleh karena itu, Syaikhul Islam berkata:"Kata Al-Kautsar yang
sudah populer merupakan sungai di surga, sebagaimana telah disebutkan dalam
hadits-hadits yang jelas lagi shahih.
Ibnu Abbas berkata : Al-Kautsar sesungguhnya merupakan kebaikan yang banyak,
yang Allah berikan kepada Rasulullah. Jika penduduk surga yang paling rendah
(tingkatannya saja) dianugerahi dengan sepuluh kali lipat dunia seisinya. Maka
bayangkan saja apa yang akan Allah sediakan bagi Rasulullah dalam surga kelak.
Maka, Al-Kautsar menjadi sinyal dan indikator banyaknya nikmat yang Allah
berikan kepada Nabi yang berbentuk kebaikan-kebaikan dan tambahan lainnya serta
begitu tingginya kedudukannya (nikmat-nikmat itu). Sungai tersebut yaitu
Al-Kautsar, merupakan sungai yang terbesar, paling bagus airnya, paling jernih,
paling manis dan yang tertinggi.
Jadi, maksudnya adalah Al-Kautsar merupakan sungai di surga, menjadi bagian
kebaikan yang banyak sekali yang Allah anugerahkan kepada rasulNya di dunia dan
akhirat.
Aku
(Syaikh Salim) berkata: Perkataan yang memastikannya dengan sungai di surga
adalah pendapat yang benar, karena adanya keterangan jelas dari Rasulullah.
Meskipun tafsiran yang umum tidak berseberangan dengan tafsiran yang khusus,
sebab itu termasuk menjadi bagiannya. Tapi ada unsur pemutarbaikan fakta.
Alasannya, kebaikan yang melimpah yang diberikan Allah juga mencakup
Al-Kautsar. Hal ini telah tercantum dalam hadits Anas yang telah lewat dalam
Shahih Muslim : "Itu adalah sungai yang dijanjikan Rabbku. Di sana
terdapat kebaikan yang melimpah". Ini masuk dalam kategori penyebutan
obyek yang besar untuk memasukkan kenikenikmatan yang tingkatannya lebih
rendah".
Ketiga :
Keterangan yang dikemukakan oleh Al-Qurtubi, yaitu :
"Dan semua tafsiran yang dikemukakan dalam masalah ini (makna Al-Kautsar),
telah diberikan kepada Rasulullah sebagai tambahan atas karunia telaga. Semoga
Allah mencurahkan selawat dan keselamatan yang banyak kepada Beliau"
Jadi, tidak ada yang pertentangan antara penafsiran Al-Kautsar dengan sungai
atau telaga.
Al-Kautsar adalah sungai di surga dan airnya akan dialirkan keadalam telaga.
Maka Al-Kautsar airnya berada dalam sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Abu
Dzar, ia berkata, "Wahai Rasulullah, apa bejananya al-ahaudh
(telaga)?" Rasulullah menjawab: " Demi dzat yang jiwa Muhammad ada di
tanganNya, sungguh bejananya lebih banyak dari jumlah bintang-bintang dan
planet-planet yang ada di langit di malam malam gelap gulita tanpa awan.
Bejana-bejana dari surga. Barangsiapa yang minum darinya, maka tidak akan
merasa haus selamanya. Ada dua talang dari surga yan menjulur ke dalamnya.
barangsiapa yang minum darinya, tidak akan merasa haus selamanya. Lebar sungai
tersebut sama dengan panjangnya, kira-kira sejauh antara Amman dan Aila`.
Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu".
WAJIBNYA BERIMAN TENTANG TELAGA NABI
Al-Qurtubi berkata dalam Al-Mufhim
"Di antara perkara-perkara yang diwajibkan atas
setiap muslim mukallaf untuk mengetahuinya dan membenarkannya adalah:
Bahwasanya Allah telah menganugerahkan karunia buat NabiNya Muhammad secara
khusus berupa Al-Kautsar, yaitu haudh (telaga) yang telah dijelaskan nama,
sifat, minuman dan bejananya dalam banyak hadits yang shahih dan masyhur. Sehingga
membekaskan pengetahuan yang pasti dan keyakinan yang bulat. Sebab, telah
diriwayatkan dari Nabi melalui lebih dari tiga puluh sahabat-sahabat, riwayat
dua puluh orang diantara mereka tercantum dalam Shahihain dan riwayat lain
terdapay dalam selain dua kitab tersebut, dengan jalur periwayatan yang shahih
dan riwayat yang masyhur"
Ulama
salaf dan ulamah ahlus sunnah wal jama'ah dari kalangan kholaf telah sepakat
untuk menetapkannya. Sedangkan aliran ahli bid'ah mengingkarinya. Merka
menyimpangkannya dari makan tekstualnya, dan berlebih-lebihan dalam
menafsirkannya tanpa dalil yang bisa diterima akan atau budaya. Padahal tidak
ada kepentingan untuk menakwilkannya. Maka, muncullah orang-orang yang merobek
kesepakatan ulama salaf dan meinggalkan madzhab imam generasi khalaf.
Qadli Iyadh berkata: "Hadits-hadits tentang telaga adalah shahih, beriman
kepadanya merupakan suatu kewajiban, dan membenarkannya merupakan bagian dari
iman. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah maknanya adalah seperti makna zhahirnya,
tidak perlu ditakwilkan atau diperdebatkan lagi.
Haditsnya bersifat mutawatir. Banyak sahabat yang meriwayatkannya. Imam Muslim
menyebutkan hadits itu melalui riwayat Ibnu Amr bin 'Ash, Aisyah, Ummu Salamah,
Uqbah bin Amir, Ibnu Mas`ud, Harits bin Wahab, Mustaurid, Abu Dzar, Tsauban,
Anas dan Jabir bin Samurah.
Sedangkan selain Imam Muslim, meriwayatkannya melalui sahabat Abu Bakar
As-Siddiq, Zaid bin Arqam, Abu Umamah, Abdullah bin Zaid, Abu Barzah, Suwaid
bin Jabalah, Abdullah bin Ash Shanabahi, Al Barra` bin 'Azib, Asma` binti Abu
Bakr, Khaulah binti Qais dan lain-lain.
An-Nawawi
berkata: Bukhari dan Muslim meriwayatkan juga dari Abu Hurairah.
Selain Bukhari dan Muslim juga meriwayatkannya dari riwayat Umar bin Khatthab,
'A'idz bin Umar dan lainnya.
Al-Hafidz
Abu Bakar Al-Baihaqi telah mengumpulkan seluruhnya dalam bukunya Al Ba'tsu Wan
Nusyur lengkap dengan sanad-sanadnya. Qhadi Iyadl berkata, "Dengan
pnejelasan ini, hadits tersebut bisa masuk kategori mutawatir."
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, "Seluruh sahabat yang disebutkan Qadli Iyadh
berjumlah dua puluh lima orang, An-Nawawi menambah tiga sahabat lagi dan aku
telah menambah jumlah itu sebanyak yang mereka sebutkan, sehingga semuanya
berjumlah lima puluh orang sahabat....
Telah sampai kepadaku kabar bahwa sebagian ulama mutaakhirin (ulama-ulama
sekarang) mencatat jumlah sahabat (yang meriwayatkannya) lebih dari delapan
puluh orang".
Jadi,
ayat tersebut menunjukkan dengan jelas terhadap apa yang menjadi masyhur di
kalangan mayoritas ulama tentang keistimewaan pemberian Al-Kautsar kepada Nabi
kita. Beliaulah yang mempunyai maqam mahmud dan al-haudh (telaga).
Ya Allah! berikanlah kami minum dari telaga itu yang akan membuat kami tidak
akan merasa haus setelah meminumnya untuk selama-lamanya. Sesungguhnya Engkau
menjamin segala kebaikan dan Cukuplah Engkau bagi kami, sebaik-baik penolong
dan hanya kepadaMu tujuan hidup kami.