بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ
الرَّحِيمِ
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
1.
Katakanlah,
“Dia-lah Allâh, yang Maha Esa.
2.
Allâh
adalah Rabb Ash-Shamad.
3.
Dia
tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4.
Dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
KEUTAMAAN SURAT AL-IKHLAS
Surat Al-Ikhlas memiliki banyak keutamaan,
antara lain:
Surat ini berisikan sifat Allâh Azza wa Jalla, orang yang
mencintainya dicintai oleh Allâh Azza wa Jalla.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ رَجُلًا عَلَى سَرِيَّةٍ وَكَانَ
يَقْرَأُ لِأَصْحَابِهِ فِي صَلَاتِهِمْ فَيَخْتِمُ بِقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
فَلَمَّا رَجَعُوا ذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ سَلُوهُ لِأَيِّ شَيْءٍ يَصْنَعُ ذَلِكَ فَسَأَلُوهُ فَقَالَ لِأَنَّهَا
صِفَةُ الرَّحْمَنِ وَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أَقْرَأَ بِهَا فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبِرُوهُ أَنَّ اللَّهَ يُحِبُّهُ
Dari ‘Aisyah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengutus seorang laki-laki memimpin sekelompok pasukan, (ketika
mengimami shalat) dia biasa membaca di dalam shalat jama’ah mereka, lalu
menutup dengan ”Qul huwallaahu ahad”. Ketika mereka telah kembali, mereka
menyebutkan hal itu kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka beliau
berkata: “Tanyalah dia, kenapa dia melakukannya!” Lalu mereka bertanya
kepadanya, dia menjawab: “Karena surat ini merupakan sifat Ar-Rahmaan (Allâh
Yang Maha Pemurah), dan aku suka membacanya”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Beritahukan kepadanya bahwa Allâh mencintainya”. [HR. Al-Bukhâri, no. 7375; Muslim, no. 813]
Sebanding dengan sepertiga al-Qur’ân
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ
يَقْرَأَ فِي لَيْلَةٍ ثُلُثَ الْقُرْآنِ قَالُوا وَكَيْفَ يَقْرَأْ ثُلُثَ
الْقُرْآنِ قَالَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ
Dari Abud Darda’ dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, “Apakah seseorang dari kamu tidak mampu
membaca sepertiga al-Qur’ân di dalam satu malam?” Para sahabat bertanya,
“Bagaimana seseorang (mampu) membaca sepertiga al-Qur’ân (di dalam satu
malam)?” Beliau bersabda: “Qul Huwallaahu Ahad sebanding dengan sepertiga
al-Qur’ân.” [HR. Muslim, no. 811]
Maknanya adalah bahwa kandungan al-Qur’ân
ada tiga bagian :
1) hukum-hukum,
2)
janji dan ancaman,
3) nama-nama dan sifat-sifat Allâh Azza wa
Jalla
Dan surat ini semuanya berisi tentang
nama-nama dan sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla. [Majmu’ Fatawa 17/103]
SEBAB TURUN SURAT AL-IKHLAS
Sebab turun surat al-Ikhlâs ini adalah
pertanyaan orang-orang kafir tentang Allâh Azza wa Jalla , sebagaimana
disebutkan di dalam hadits :
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ أَنَّ
الْمُشْرِكِينَ قَالُوا لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
انْسُبْ لَنَا رَبَّكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ
الصَّمَدُ
Dari Ubayy bin Ka’ab Radhiyallahu anhu bahwa
orang-orang musyrik berkata kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
“Sebutkan nasab Rabbmu kepada kami!”, maka Allâh menurunkan: (Katakanlah: “Dia-lah
Allâh, yang Maha Esa). [HR. Tirmidzi, no:
3364; Ahmad, no: 20714; Ibnu Abi ‘Ashim di dalam as-Sunnah 1/297.
Dihasankan oleh Syaikh al-Albani]
Hadits ini menunjukkan bahwa surat al-Ikhlâs
termasuk surat Makiyyah, dan nampaknya termasuk surat yang awal
turun di kota Makkah.
ARTI AYAT DAN TAFSIRNYA
قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
Katakanlah: “Dia-lah Allâh, yang Maha Esa”.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Yakni: Dia Yang pertama dan Esa, tidak ada tandingan dan pembantu, tidak ada
yang setara dan tidak ada yang menyerupai-Nya, dan tidak ada yang sebanding
(dengan-Nya). Kata ini tidak digunakan untuk menetapkan pada siapapun selain
pada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , karena Dia Maha Sempurna dalam seluruh
sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya”. [Tafsir Ibnu Katsir]
Para Ulama penyusun Tafsir al-Muyassar
berkata, “Katakanlah wahai Rasul, ‘Dia-lah Allâh Yang Esa dengan ulûhiyah (hak
diibadahi), rubûbiyah (mengatur seluruh makhluk), asma’
was shifat (nama-nama dan sifat-sifat-Nya), tidak ada satupun yang
menyekutui-Nya dalam perkara-perkara itu”. [Tafsir al-Muyassar, 11/96]
اللَّهُ
الصَّمَدُ
Allâh adalah ash-Shamad.
Ash-Shamad adalah satu nama di antara Asmaul
Husna yang dimiliki Allâh Azza wa Jalla . Penjelasan para Ulama Salaf
tentang makna ash-Shamad berbeda-beda, tetapi semua perbedaan itu bisa
diterima, karena maknanya tidak kontradiksi, bahkan saling melengkapi. Oleh
karena itu semua arti itu dapat ditetapkan pada diri Allâh Subhanahu wa
Ta’ala . Inilah keterangan para Ulama tentang makna ash-Shamad:
·
(Rabb)
yang segala sesuatu menghadap kepada-Nya dalam memenuhi semua kebutuhan dan
permintaan mereka. Ini pendapat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu dari riwayat
‘Ikrimah.
·
As-Sayyid
(Penguasa) yang kekuasaan-Nya sempurna; as-Syarîf (Maha Mulia)
yang kemuliaan-Nya sempurna; al-‘Azhîm (Maha Agung) yang
keagungan-Nya sempurna; al-Halîm (Maha Sabar) yang
kesabaran-Nya sempurna; al-‘Alîm (Mengetahui) yang ilmu-Nya
sempurna; al-Hakîm (Yang Bijaksana) yang kebijaksanaan-Nya
sempurna. Dia adalah Yang Maha Sempurna dalam seluruh sifat kemuliaan dan
kekuasaan, dan Dia adalah Allâh Yang Maha Suci. Sifat-Nya ini tidak layak
kecuali bagiNya, tidak ada bagi-Nya tandingan dan tidak ada sesuatupun yang
menyamai-Nya. Maha Suci Allâh Yang Maha Esa dan Maha Perkasa. Ini pendapat Ibnu
Abbâs Radhiyallahu anhu dari riwayat ‘Ali bin Abi Thalhah Radhiyallahu anhu.
·
Yang
Maha Kekal setelah semua makhluk-Nya binasa. Ini pendapat al-Hasan
·
Al-Hayyu
al-Qayyûm (Yang Maha Hidup, Maha berdiri sendiri
dan mengurusi yang lain), yang tidak akan binasa. Ini pendapat al-Hasan.
·
Tidak
ada sesuatupun yang keluar dari-Nya dan Dia tidak makan. Ini pendapat ‘Ikrimah.
·
Ash-Shamad
adalah yang tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Ini pendapat ar-Rabi’
bin Anas.
·
Yang
tidak berongga. Ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Sa’id bin
Musayyib, Mujahid, Abdullah bin Buraidah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ‘Atha bin
Abi Rabbah, ‘Athiyah al-‘Aufi, adh-Dhahhak, dan as-Suddi.
·
Yang
tidak memakan makanan dan tidak minum minuman. Ini pendapat asy-Sya’bi.
·
Cahaya
yang bersinar. Ini pendapat Abdullah bin Buraidah
Imam Thabarani rahimahullah berkata, “Semua
makna ini benar, dan ini semua merupakan sifat Penguasa kita ‘Azza wa Jalla.
Dia adalah tempat menghadap di dalam memenuhi semua kebutuhan, Dia adalah yang
kekuasaan-Nya sempurna, Dia adalah ash-Shamad, yang tidak berongga, dia tidak
makan dan tidak minum, Dia adalah Yang Maha Kekal setelah makhlukNya
(binasa)“.
Dan imam al-Baihaqi juga berkata seperti ini.
[Lihat semua keterangan di atas di dalam Tafsir Ibnu Katsir surat al-Ikhlas]
Syaikh Musa’id ath-Thayyâr hafizhahullah menyebutkan
lima makna ash-Shamad, lalu berkata, “Perselisihan ini
termasuk ikhtilaf tanawwu’ (perselisihan jenis) dalam
ungkapan, bukan perselisihan dalam makna. Karena semua pendapat ini kembali
kepada satu makna, yaitu sifat Allâh yang tidak membutuhkan perkara yang
dibutuhkan oleh makhluk-Nya, karena kesempurnaan kekuasaan-Nya. Dan janganlah merisaukanmu
pengingkaran sebagian khalaf terhadap sebagian makna-makna yang diriwayatkan
dari Salaf ini, demikian juga anggapan mereka (khalaf) bahwa
perkataan-perkataan Salaf ini tidak didukung oleh lughah (bahasa Arab). Karena
itu adalah perkataan orang yang tidak memahami (kedudukan-pen) tafsir Salaf,
dan dia tidak mengambil faedah ketetapan makna-makna lafazh lughah (bahasa
Arab) dari tafsir salaf, Wallahu a’lam.” [Tafsir Juz ‘Amma, 1/201, Syaikh
Musa’id ath-Thayyâr]
لَمْ
يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan,
Syaikh Musa’id ath-Thayyâr hafizhahullah berkata,
“Yaitu: (Allah) ini Yang berhak diibadahi, Dia tidak dilahirkan sehingga akan
binasa. Dia juga bukan suatu yang baru yang didahului oleh tidak ada lalu
menjadi ada. Bahkan Dia adalah al-Awwal yang tidak ada
sesuatupun sebelum-Nya, dan al-Âkhir yang tidak ada sesuatupun
setelah-Nya.” [Tafsir Juz ‘Amma, 1/77, Syaikh Musa’id ath-Thayyaar]
وَلَمْ
يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan
Dia.”
Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
“Tidak ada seorangpun yang menyamai-Nya dalam seluruh sifat-sifat-Nya”. [Syarh
Aqîdah Wasitiyah, hlm. 114, penerbit. Dar Ibnu Haitsam]
Syaikh Musa’id ath-Thayyâr hafizhahullah berkata,
“Dan tidak ada tandingan yang menyamai-Nya dalam nama-nama, sifat-sifat dan
perbuatan-perbuatan-Nya.” [Tafsir Juz ‘Amma, 1/77, Syaikh Musa’id
ath-Thayyâr]
BANTAHAN ANGGAPAN “ALLAH MEMILIKI ANAK”
Banyak sekali bantahan Allâh Azza wa Jalla di
dalam kitab suci-Nya terhadap orang-orang yang beranggapan bahwa Allâh
memiliki anak, antara lain firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ ۖ أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ
صَاحِبَةٌ ۖ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dia Pencipta langit dan bumi. bagaimana Dia
mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala
sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.[Al-An’am/6: 101]
Maksudnya, Allâh Subhanahu wa Ta’ala adalah
pemilik dan pencipta segala sesuatu, maka bagaimana mungkin ada di antara
makhluk-Nya yang menandingi-Nya. Allâh Maha Tinggi dan Maha Suci dari anggapan
mereka itu.
Sesungguhnya beranggapan bahwa Allâh memiliki
anak merupakan celaan manusia kepada Allâh Yang Maha Kuasa, padahal mereka
sangat tidak pantas mencela-Nya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ اللَّهُ كَذَّبَنِي ابْنُ
آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ أَمَّا
تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ أَنْ يَقُولَ إِنِّي لَنْ أُعِيدَهُ كَمَا بَدَأْتُهُ وَأَمَّا
شَتْمُهُ إِيَّايَ أَنْ يَقُولَ اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا وَأَنَا الصَّمَدُ
الَّذِي لَمْ أَلِدْ وَلَمْ أُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لِي كُفُؤًا أَحَدٌ
Allâh berkata: “Anak Adam mendustakanKu,
padahal dia tidak pantas melakukannya. Dia juga mencelaKu, padahal dia tidak
pantas melakukannya. Adapun pendustaannya kepadaKu adalah perkataannya bahwa
Aku tidak akan menghidupkannya kembali sebagaimana Aku telah memulai
penciptaannya. Sedangkan celaannya kepadaKu adalah perkataannya bahwa Aku
memiliki anak, padahal Aku adalah Ash-Shamad, Aku tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara denganKu.” [HR. Bukhori, no.
4975]
Karena besarnya dosa keyakinan Allâh Azza wa
Jalla memiliki anak, maka hampir-hampir dunia ini hancur karenanya. Allâh
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَٰنُ
وَلَدًا ﴿٨٨﴾ لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا ﴿٨٩﴾ تَكَادُ السَّمَاوَاتُ
يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا ﴿٩٠﴾
أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَٰنِ وَلَدًا
Dan mereka berkata, “Rabb yang Maha Pemurah
mempunyai anak”. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara
yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi
belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda’wakan bahwa Allâh yang
Maha Pemurah mempunyai anak. [Maryam/19:
88-91]
Namun walaupun demikian besar dosa manusia
itu, tetapi Allâh Subhanahu wa Ta’ala Maha Sabar. Bahkan Dia tetap memberikan
rizqi dan kesehatan sementara di dunia ini kepada orang-orang yang sangat lancang
tersebut. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ أَحَدٌ أَوْ لَيْسَ شَيْءٌ
أَصْبَرَ عَلَى أَذًى سَمِعَهُ مِنْ اللَّهِ إِنَّهُمْ لَيَدْعُونَ لَهُ وَلَدًا
وَإِنَّهُ لَيُعَافِيهِمْ وَيَرْزُقُهُمْ
Tidak ada seorangpun yang lebih sabar daripada
Allâh terhadap gangguan yang dia dengarkan. Sebagian manusia menganggap Allâh
memiliki anak, namun Dia tetap memberikan keselamatan/kesehatan dan memberi
rizqi kepada mereka. [HR. Al-Bukhâri,
no. 6099; Muslim, no. 2804]
KANDUNGAN SURAT AL-IKHLAS
Surat ini memuat berbagai kandungan dan
faedah yang agung, antara lain:
·
Penetapan
sifat ahadiyyah (keesaan) bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala .
·
Penetapan
sifat shamadiyyah bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Yaitu sifat
Allâh yang tidak membutuhkan perkara yang dibutuhkan oleh makhluk-Nya, karena
kesempurnaan kekuasaan-Nya
·
Mengenal
Allâh dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
·
Penetapan
tauhid dan kenabian.
·
Kedustaan
orang yang menganggap Allâh Subhanahu wa Ta’ala memiliki anak.
·
Kewajiban
beribadah kepda Allâh Subhanahu wa Ta’ala semata, karena hanya Dia yang
memiliki hak untuk diibadahi.
Inilah sedikit penjelasan tentang surat yang
mulia ini, semoga bermanfaat.
Wallahu A’lam.
Baca juga: 10+ orang yang didoakan malaikat