Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Saat ini kita masuk dalam pembahasan tafsir surat Al Falaq. Semoga bermanfaat.
Allah Ta’ala
berfirman,
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ
الْفَلَقِ (1) مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2) وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ (3)
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4) وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
(5(
(yang artinya) :
1. Katakanlah: “Aku berlindung
kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
3. dan dari kejahatan malam
apabila telah gelap gulita,
4. dan dari kejahatan
wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul
5. dan dari kejahatan pendengki
bila ia dengki”.
Pengenalan
Surat ini dan
surat sesudahnya (surat An Naas) diturunkan secara bersamaan sebagaimana
dikatakan oleh Al Baihaqi dalam Dalailin Nubuwwah. Oleh karena itu, kedua surat
ini dinamakan Al Maw’izatain. Surat ini merupakan surat Makkiyyah (turun
sebelum hijrah) dan ada juga yang mengatakan bahwa surat ini adalah surat
Madaniyyah. Surat ini turun sesudah surat Al Fiil. (Aysarut Tafasir, hal. 1503;
At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim)
Asbabun Nuzul
Tatkala Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam disihir oleh orang Yahudi yang bernama Labid bin
Al A’shom di Madinah, Allah Ta’ala menurunkan Al Maw’izatain (surat Al Falaq
dan An Naas). Lalu Jibril ’alaihis salam meruqyah (membaca kedua ayat tersebut)
kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Berkat izin Allah, Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam sembuh. (Aysarut Tafasir, hal. 1503) [Namun, riwayat sabab
nuzul untuk surat Al falaq dan An Naaas dinilai dhaif oleh Syaikh Muqbil dalam
as Shahih al Musnad min Asbab anNuzul, lihat juga penjelasan Ibnu Katsir]
Tafsir Ayat Pertama
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ
(1(
1. Katakanlah: “Aku berlindung
kepada Tuhan Yang Menguasai subuh
,
Yang dimaksud
dengan ‘Robbil Falaq’ adalah Allah. Al Falaq berasal dari kata
‘falaqo’ yang berarti membelah. Dalam ilmu
shorof ‘Al Falaq’ bermakna isim maf’ul sifat
musyabbahah yang berarti terbelah.
Lebih khusus
‘Al Falaq’ bisa bermakna Al Ishbah (pagi/shubuh) karena
Allah membelah malam menjadi pagi.
Secara umum ‘Al
Falaq’ bermakna segala sesuatu yang muncul/keluar dari yang lainnya. Seperti
mata air yang keluar dari gunung, hujan dari awan, tumbuhan dari tanah, anak
dari rahim ibunya. Ini semua dinamakan ‘Al Falaq’.
Perhatikan
ayat-ayat berikut. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللّهَ فَالِقُ الْحَبِّ
وَالنَّوَى
“Sesungguhnya
Allah yang menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan.” (QS. Al
An’am [6] : 95).
Allah juga
berfirman,
فَالِقُ الإِصْبَاحِ
“Dia
menyingsingkan pagi.” (QS. Al An’am [6] : 95) (Tafsir Juz ‘Amma, 294; Ruhul
Ma’ani)
Pengertian Ta’awudz
Ta’awudz (isti’adzah) adalah
meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar terhindar dari
marabahaya. (I’anatul Mustafid; Mutiara Faedah Kitab Tauhid, 95)
Meminta Perlindungan
(Isti’adzah) adalah Ibadah
Meminta
perlindungan (isti’adzah) merupakan ibadah. Karena menghilangkan marabahaya dan
kejelekan tidak ada yang mampu melakukannya selain Allah subhanahu wa ta’ala.
Segala sesuatu yang tidak ada yang mampu melakukannya kecuali Allah, maka hal
yang demikian tidaklah boleh dilakukan (ditujukan) kecuali pada Allah semata.
Apabila hal semacam ini diminta kepada selain Allah, termasuk perbuatan syirik.
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ
الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan jika
syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada
Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.
Fushshilat [41] : 36)
Allah juga
memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta
perlindungan kepada-Nya sebagaimana pada awal surat Al Falaq dan An Naas. Dan
perintah untuk Rasulullah berarti juga perintah untuk umatnya karena umatnya
memiliki kewajiban untuk meneladani beliau.
Allah juga
menyatakan bahwa meminta perlindungan kepada selain Allah termasuk kesyirikan sebagaimana pada ayat,
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ
الْأِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقاً
“Dan bahwasanya
ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada
beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka rasa
takut.” (QS. Al Jin [72] : 6)
Maksudnya
adalah Allah akan menambahkan kepada manusia rasa takut. Oleh
karena itu, ini adalah hukuman dari perbuatan mereka sendiri yang meminta
perlindungan pada jin. Dan hukuman pasti diakibatkan karena dosa. Maka ayat ini
menunjukkan celaan bagi manusia semacam ini karena telah meminta perlindungan
kepada selain Allah.
Oleh karena
isti’adzah berakibat dosa, maka isti’adzah termasuk ibadah dan bernilai syirik
jika ditujukan kepada selain Allah yang mati dan ghoib. (I’anatul Mustafid; At
Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid)
Tafsir Ayat Kedua
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2(
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
Ayat ini
mencakup seluruh yang Allah ciptakan baik manusia, jin, hewan, benda-benda mati
yang dapat menimbulkan bahaya dan dari kejelekan seluruh makhluk.
(Taysir Al Karimir Rahman; Aysarut Tafasir).
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ
بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي
“Karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf [12] : 53).
Maka setiap
kali seseorang mengucapkan ayat ini, maka yang pertama kali tercakup dalam ayat
tersebut adalah dirinya sendiri. Jadi dia
berlindung dari kejelekan dirinya sendiri, yang mungkin sering ujub (berbangga
diri) atau yang lainnya. Sebagaimana yang terdapat dalam khutbatul hajjah:
نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا
“Aku berlindung
kepada Allah dari kejelekan diriku sendiri.” (HR. At Tirmidzi. Dikatakan shohih
oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi no. 1105)
(Tafsir Juz ‘Amma, 294-295)
Tafsir Ayat Ketiga
وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا
وَقَبَ (3(
3. dan dari
kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
Ghosiq dalam
ayat ini adalah Al Lail (malam) dan juga ada yang mengatakan Al Qomar (bulan).
Sedangkan Idza Waqob bermakna apabila
masuk (Tafsir Juz ‘Amma, 295; Adhwaul Bayan).
Mujahid
mengatakan bahwa ‘ghosiq’ adalah Al Lail (malam)
ketika matahari telah tenggelam sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu
Abi Najih. Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Muhammad bin Ka’ab Al
Qurtubhy, Adh Dhohak, Khushoif, dan Al Hasan. Qotadah mengatakan bahwa
maksudnya adalah malam apabila telah gelap gulita. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Syaikh Asy
Syinqithi mengatakan bahwa pendapat yang kuat adalah tafsiran yang pertama
(ghosiq adalah malam) sebagaimana didukung dengan tafsiran Al Qur’an.
أَقِمِ الصلاة
لِدُلُوكِ الشمس إلى غَسَقِ الليل
“Dirikanlah
shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam.” (QS. Al Israa’
[17] : 78)
Sedangkan bulan
merupakan bagian dari malam. Dan di malam harilah setan serta manusia dan hewan
yang suka berbuat kerusakan bergentayangan ke mana-mana (Adhwaul Bayan). Kepada
Allah-lah kita meminta perlindungan dari kejahatan dan kejelekan seperti ini.
Tafsir Ayat Keempat
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي
الْعُقَدِ (4(
4. dan dari kejahatan
wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul,
بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ مِنْ
كُلِّ شَىْءٍ يُؤْذِيكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ اللَّهُ
يَشْفِيكَ بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ
”Bismillah
arqika min kulli sya-in yu’dzika, min syarri kulli nafsin aw ’aini hasidin.
Allahu yasyfika. Bismillah arqika [Dengan menyebut nama Allah, aku meruqyahmu
dari segala sesuatu yang menyakitimu, dari kejelekan (kejahatan) setiap jiwa
atau ’ain orang yang hasad (dengki). Semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan
menyebut nama Allah, aku meruqyahmu].” (HR. Muslim no. 2186. Ada yang
berpendapat bahwa kejelekan nafs (jiwa) adalah ’ain, yakni pandangan hasad).
Tafsir Ayat Kelima
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا
حَسَدَ (5(
5. dan dari kejahatan pendengki
bila ia dengki”.
Hasad adalah
berangan-angan hilangnya nikmat yang ada pada orang lain baik agar pindah
kepada diri kita ataupun tidak (Aysarut Tafasir).
Allah menutup
surat ini dengan hasad, sebagai peringatan bahayanya perkara ini. Hasad adalah
memusuhi nikmat Allah.
Sebagian Ahli
Hikmah mengatakan bahwa hasad itu dapat dilihat dari lima ciri :
Pertama,
membenci suatu nikmat yang nampak pada orang lain;
Kedua,
murka dengan pembagian nikmat Allah;
Ketiga,
bakhil (kikir) dengan karunia Allah, padahal karunia Allah diberikan bagi siapa
saja yang dikehendaki-Nya;
Keempat,
tidak mau menolong wali Allah (orang beriman) dan menginginkan hilangnya nikmat
dari mereka;
Kelima,
menolong musuhnya yaitu Iblis. (Al Jaami’ liahkamil Qur’an)
Salah satu dari
bentuk hasad adalah ’ain (pandangan hasad).
Apabila seseorang melihat pada orang lain kenikmatan kemudian hatinya merasa
tidak suka, dia menimpakan ’ain (pandangan mata dengan penuh rasa dengki) pada
orang lain. ’Ain ini dapat menyebabkan seseorang mati, sakit atau gila. ’Ain
ini benar adanya dengan izin Allah Ta’ala.
Allah
memerintahkan kepada kita untuk berlindung kepada-Nya dari malam apabila gelap
gulita, dari sihir yang ditiupkan pada buhul-buhul, dan dari orang yang hasad
apabila dia hasad, karena ketiga hal ini adalah perkara yang samar. Banyak
kejadian pada malam hari yang samar yang dapat memberikan bahaya kepada kita.
Begitu juga sihir adalah suatu hal yang samar, jarang kita ketahui. Dan begitu
juga hasad dari orang lain, itu adalah hal yang samar. Dan ketiga kejelekan
(kejahatan) ini masuk pada keumuman ayat kedua,
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2(
“dari kejahatan
makhluk-Nya.” (Tafsir Juz ’Amma, 296)
Lalu bagaimana jalan keluar
agar terbebas dari tiga kejelekan (kejahatan) ini?
Pertama,
dengan bertawakkal pada Allah, yaitu menyerahkan segala
urusan kepada Allah Ta’ala.
Kedua,
membaca wirid-wirid (dzikir-dzikir) yang dapat membentengi
dan menjaga dari segala macam kejelekan. Perlu diingat bahwasanya kebanyakan
manusia dapat terkena sihir, ’ain, dan berbagai kejelekan lainnya dikarenakan
lalai dari dzikir-dzikir. Ingatlah bahwa bacaan dzikir merupakan benteng yang
paling kokoh dan lebih kuat daripada benteng ’Ya’juj dan Ma’juj’. Namun, banyak
dari manusia yang melupakan hal ini. Banyak di antara mereka yang melalaikan
dzikir pagi dan petang, begitu juga dzikir ketika hendak tidur. Padahal
dzikir-dzikir tersebut mudah untuk dihafalkan dan dibaca. (Tafsir Juz ’Amma,
296)
Baca juga: Kekuatan Ampuh Dzikir Dalam Membangun Sukses Islami