Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ
1. Demi langit yang penuh bintang,
Surah ini mulai dengan menyebut fenomena yang secara
langsung melibatkan kita dalam kehidupan ini. Ketika bersumpah dengan
konstelasi bintang, kita diseru untuk memberikan kesaksian. Burj adalah
apa saja yang nampak, menonjol atau tinggi. Ia juga berarti 'menara, kastil'
dan 'tanda zodiak'. Lelangit dapat dibagi ke dalam zona-zona yang berbeda, dan
yang terdekat kepada kita adalah dua belas rumah zodiak, atau konstelasi
bintang.
Penggunaan kata samâ' (langit, cakrawala) di sini
bisa berarti hati. Salah satu makna batin dari ayat ini berkenaan dengan
tahap-tahap yang berbeda melalui mana hati berkembang ke arah realisasi tauhid.
وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ
2. Dan demi hari yang dijanjikan,
Mau’ud (dijanjikan, ditentukan) berasal
dari kata kerja wa’ada, 'menjanjikan, meramalkan, mengancam'. Pada Hari
Perhitungan segala sesuatu akan terbuka dan gamblang. Kita telah diperingatkan
tentang hari ini di seluruh wahyu.
وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ
3. Dan demi saksi dan yang disaksikan.
Sebagian ahli tafsir menjelaskan bahwa Allah adalah saksi
dan yang dipersaksikan, karena yang ada hanyalah Allah—la ilaha illallah
(tiada Tuhan selain Allah).
Nabi Muhammad telah mengatakan bahwa syahid adalah
Yawm al-Jum’ah dan masyhud (yang disaksikan) adalah Yawm
al-'Arafat (Hari Arafah dalam ibadah Haji). Kita masing-masing adalah
saksi, secara terus-menerus, berulang kali, setiap menit dari setiap hari,
setiap minggu, setiap Jum'at. Ini juga bermakna menjadi saksi dalam arti
kolektif, karena hari berkumpul (Jum'at) adalah latihan untuk menghadapi saat
ketika semua jiwa akan dikumpulkan setelah Kebangkitan.
Masyhud adalah Hari Kepastian, atau
pengenalan akan kebenaran yang satu, karena seluruh ciptaan menyaksikan
kebenaran tersebut. Itulah hari keesaan (tauhid): kita menyaksikan itu sekali
sepanjang hidup. Hari Jum'at menyaksikan kita, dan kita menyaksikan Arafah.
Mengenal sekali saja sudah cukup, dan kemudian si penyaksi (syahid) bisa
juga menjadi si tersaksi (masyhud).
قُتِلَ أَصْحَابُ الْأُخْدُودِ
4. Kehancuran menimpa para penghuni parit,
Ini adalah penjelasan historis tentang suatu peristiwa
yang terjadi di negeri Yaman. Peristiwanya mengenai seorang nabi dari Ethiopia
yang memiliki sekelompok pengikut. Ini adalah cerita yang dituturkan oleh Amir
al-Mu'minin Ali ibn Abi Thalib. Kaum pagan memenjarakan sang nabi dan
pengikutnya, menggali sebuah lubang di tanah lalu menyalakan api besar di
dalamnya. Kemudian kaum pagan mengumpulkan mereka dan berkata:
"Barangsiapa di antara kalian yang percaya kepada nabi orang Ethiopia ini,
ia harus loncat ke dalam api dan membakar diri, karena jika kalian beriman
kepada Allah, maka Allah akan menyelamatkan kalian! Dan mereka yang tidak
percaya kepada orang ini hendaklah menjauhkan diri." Diceritakan bahwa
semua orang yang bersamanya loncat ke dalam api, dan mereka diselamatkan oleh
Allah, dengan cara Allah. Di antara mereka ada seorang wanita yang punya anak
kecil, dan ketika dia dan anaknya masuk ke dalam api yang ada hanyalah
kesegaran dan kedamaian, persis seperti Nabi Ibrahim ketika dilemparkan ke
dalam api oleh orang-orang Mesopotamia penyembah patung. Mereka yang loncat ke
dalam api berada dalam keadaan yang benar-benar yakin. Pada saat berserah diri
itu ada sistem lain yang mengambilalih. Kita biasanya terhalang dari sistem
lain tersebut.
النَّارِ ذَاتِ الْوَقُودِ
5. Api yang diberi bahan bakar,
إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ
6. Tatkala mereka duduk di situ,
Barangsiapa tidak bergabung dan mengikuti jalan mereka
maka ia dimasukkan ke dalam jurang api yang besar, sementara kaum kafirin duduk
di dekat api itu menyaksikan pertunjukkan besar.
وَهُمْ عَلَى مَا يَفْعَلُونَ
بِالْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ
7. Dan mereka adalah saksi terhadap apa yang mereka
lakukan terhadap kaum beriman.
Mereka sendiri menjadi saksi atas apa yang sedang mereka
lakukan terhadap kaum mukrnin yang sedang menantikan kehidupan berikutnya, yang
berbuat sebaik-baiknya dalam kehidupan ini. Kaum tiran ini menyengsarakan kaum
beriman karena mereka ingin kaum beriman menjadi seperti mereka, karena kita
semua ingin kebersatuan. Mereka yang mendustakan Tuhan (kafir) ingin menyatukan
setiap orang dalam sistem kufur mereka, dan seperti dikatakan Nabi Muhammad, 'Kufr
(menolak Tuhan) adalah sebuah sistem.' Hal itu seumpama seorang ayah dan
seorang ibu yang telah bekerja keras sepanjang hidupnya dengan menabung uang,
tapi ujung-ujungnya sang anak tidak menginginkan apa yang semestinya mereka
berikan kepada si anak. Ini adalah hal terburuk yang bisa terjadi pada orang
tua yang borjuis. Ayah dan ibu ingin menularkan sistem mereka kepada anak mereka
dan jika si anak memberontak, mereka pun kecewa karena harapan yang tidak
terpenuhi. Begitulah mereka menghancurkan si anak secara psikologis.
Contoh lain adalah terjadinya kehancuran masal di negeri
Yaman. Golongan status quo, yang ingin melanggengkan sistem kehidupan
mereka yang sempit, menyiksa golongan lainnya. Mereka rnembangun api persis di
tengah-tengah para pengikut nabi karena benar-benar ingin melenyapkan para
pengikut nabi, agar mereka tidak akan terganggu dan agar tidak ada unsur
pemecah belah yang dapat mengancam kesinambungan sistem mereka.
وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَن
يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
8. Dan mereka membalas dendam orang-orang itu hanya
karena mereka beriman kepada Allah, Yang Mahaperkasa, Yang Maha Terpuji.
Niqmah (balas dendam) adalah kebalikan
dari ni’mah, yang berarti 'kebaikan, berkah, manfaat'. Niqmah
adalah penderitaan yang kelihatan dan destruktif. Kaum kafir dari negeri Yaman
melakukan balas dendam dan berusaha menghancurkan orang-orang ini hanya karena
mereka ingin mempercayai Allah dan beriman. Mereka menginginkan pengetahuan
tentang Allah karena hal itulah komoditas yang paling jarang dan paling
berharga dalam penciptaan, dan itulah pengetahuan yang paling agung yang bisa
diperoleh manusia.
الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍشَهِيدٌ
9. Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, dan Allah
adalab Saksi atas segala sesuatu.
Ayat ini menunjuk kepada ayat sebelumnya: wa syahid wa
masyhud (dan demi saksi dan yang disaksikan).
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ
عَذَابُ الْحَرِيقِ
10. Sesungguhnya, mereka yang menganiaya kaum mukmin
laki-laki dan kaum mukmin perempuan, kemudian tidak bertobat, mereka mendapat
siksa neraka (jahanam), dan bagi mereka siksaan yang menghanguskan!
Fatana (menyerah pada
godaan atau cobaan, siksaan dan kesengsaraan, terpikat), di sini secara khusus
bermakna 'menimpakan penderitaan' atau 'menganiaya' dalam arti menguasai,
menghancurkan, dan menyebabkan kerusakan. Mereka yang telah melanggar kaum
mukmin, sekalipun tanpa menyadari apa yang sedang mereka perbuat, dan juga
mereka yang berbuat tidak pada jalan tauhid yang lurus dan kemudian tidak
bertobat, maka mereka akan ditimpa 'adzab (azab). 'Adzdzab
berarti 'menyebabkan kerusakan atau kesakitan, hukuman, siksaan'. Pada saat
yang sama, 'adzuba, dari akar kata yang sama, berarti 'bersikap manis,
menyenangkan, ramah'. Inilah contoh gamblang tentang
bagaimana makna yang berlawanan terkandung dalam kata yang sama. Maka siksaan
neraka (jahanam) merupakan suatu aspek penyucian dan keadilan.
Haraqa berarti 'membakar'. Adegan yang
digambarkan dalam ayat-ayat sebelumnya dibalikkan. Sementara mereka yang
dibakar dalam lubang adalah pemenang, mereka yang membakarnya akan berakhir
sebagai orang-orang yang akan dibakar secara hakiki. Mereka akan menerima
hukuman atas apa yang mereka sebabkan sendiri sehingga mereka sebenamya
mendatangkan hukuman atas diri mereka sendiri.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنتَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْكَبِيرُ
11. Sesungguhnya, mereka yang beriman dan berbuat
kebaikan, mereka akan rnendapat surga yang di dalamnya mengalir
sungai-sungai—itulah kemenangan yang besar!
Dan mereka yang, seperti penghuni lubang api, memiliki
iman dan mewujudkannya ke dalam perbuatan yang patut disertai niat yang benar,
akan mendapatkan surga yang dialiri dengan sungai-sungai gaib. Kesuburannya
bahkan tercermin sekarang dalam kecemerlangan wajah-wajah mereka. Itulah
kemenangan yang besar dan terakhir. Fawz, yang berarti 'kemenangan',
mengandung arti kemenangan mencapai keselamatan, dan itulah tujuan terakhir
dari si calon pemenang.
إِنَّ بَطْشَ رَبِّكَ لَشَدِيدٌ
12. Sesunggnhnya, cengkaman Tuhanmu sangatlah kuat.
Bathasya berarti 'mencengkam dengan keras',
Ini berkenaan dengan saat-saat ketika sesuatu menimpa kita secara dahsyat,
dengan tak diduga-duga. Jika kita mengatakan bathasya bihi, maksudnya
adalah 'dia menyerangnya', apakah dalam kemarahan atau karena balas dendam. Syadid
berarti 'kuat, dahsyat, keras, hebat, kasar'. Serangan ini mungkin datang
secara tiba-tiba dan tak terduga pada saat kematian di kehidupan ini, atau di
kehidupan mendatang pada saat pengadilan.
إِنَّهُ هُوَ يُبْدِئُ وَيُعِيدُ
13. Dialah Yang mengawali dan mengulang penciptaan.
Tuhan adalah asal segala sesuatu dan segala sesuatu akan
kembali kepada-Nya. Ayat ini berkenaan dengan awal kehidupan seseorang,
kesadaran individunya dan pengembalian terakhir kesadaran individunya kepada
kesadaran total terhadap Allah, atau ke awal kehidupan jasmaniah itu sendiri
dan kembalinya kehidupan ke sumbernya. Semua ini hanyalah sebagian dari makna
yang mungkin dari ayat ini.
وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ
14. Dan Dia adalah Yang Maha Pengampun, Maha
Penyayang,
Kata yang digunakan di sini untuk mengungkapkan sifat
dari Yang Maha Pengampun (al-Ghafur) berasal dari kata kerja ghafara,
yang asalnya berarti 'menutupi'. Pengampunan tidak bisa diartikan
mengabaikan atau membatalkan apa yang telah terjadi dan dicatat. Karena untuk
setiap aksi ada reaksi, sifat sesungguhnya dari pemaafan adalah bahwa dengan
mengakui dan berpaling dari suatu pelanggaran, maka kita menyeru sumber kasih
sayang dan ampunan untuk melindungi dan mencegah kita dari berbagai pengaruh
negatif. Ketika menyeru, Sifat al-Ghafur akan menangkis dan mengubah
gema dari segala perbuatan salah kita.
Wadud (Yang Maha Pengasih) berasal dari
salah satu kata Arab yang bermakna 'mencintai'. Kata yang lebih umum digunakan
untuk cinta, hubb, adalah cahaya wudd sejati, atau widd
(cinta, kasih sayang). Dua-duanya bermakna cinta, tapi jika widd-nya
murni dan memancar secara terbuka, maka ia menjadi hubb. Seluruh
penciptaan bergantung kepada cinta.
ذُو الْعَرْشِ الْمَجِيدُ
15. Tuhannya Singgasana, Yang Mahaagung.
'Arsy berarti 'singgasana' dari kata 'arasya
yang berarti 'menegakkan, membangun atau menyusun'. Keseluruhan penciptaan
berada di atas fondasi ini, yakni struktur halus dari materi yang di atasnya
Allah telah 'menentukan' penciptaan dan meresap pada Kekuasaan Ilahiah-Nya yang
mutlak. Dia 'duduk' di atasnya, laksana seorang raja duduk di atas sebuah
singgasana.
فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ
16. Yang mengerjakan apa yang Dia kehendaki.
Kehendak Allah akan dilaksanakan. Perbuatan-Nya akan dinampakkan.
Perbuatan Allah mengikuti hukum penciptaan, dan hukum penciptaan dibangun di
atas 'arsy (singgasana). Dalam kisah penciptaan sebagaimana dijelaskan
dalam Alquran, kita menemukan bahwa pada mulanya singgasana Allah tergantung di
atas air, yang berarti bahwa penciptaan lebih bergantung pada kecairan daripada
kepadatan.
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْجُنُودِ
17. Sudah sampaikah kepadamu cerita tentang balatentara,
فِرْعَوْنَ وَثَمُودَ
18. Tentang Fir’aun dan Tsamud?
Ini adalah contoh lain tentang suatu bangsa atau kaum
yang memberontak terhadap pesan kebenaran dan akibatnya dibinasakan. Hal yang
sama terjadi pada kaum Khudud di Yaman. Dalam contoh ini kaum tersebut
sepenuhnya dalam kekuasaan Fir'aun. Junud (tentara, gerombolan, pasukan)
menunjuk kepada para malaikat yang tidak punya jalan untuk menginterpretasikan
apa pun, atau bergerak ke arah mana pun kecuali melalui garis yang benar-benar
lurus. Rujukan kepada kaum Fir'aun dan Tsamud memberi kita contoh lain tentang
bagaimana berbagai peradaban dan kultur 'besar' dihancurkan, meskipun mereka
memiliki akses menuju bentuk-bentuk pengetahuan yang lebih tinggi.
بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي تَكْذِيبٍ
19. Tidak! Bahkan orang-orang tidak beriman gigih
mendustakan kebenaran.
Para penyangkal kebenaran itu berdusta. Artinya mereka
sedang berdusta kepada diri mereka sendiri. Mereka menutupi dan melindungi diri
dari berhubungan dengan kebenaran di luar maupun di dalam diri mereka.
وَاللَّهُ مِن وَرَائِهِم مُّحِيطٌ
20. Dan Allah melingkupi mereka di segala sudut.
Allah adalah al-Muhith (Maha Melingkupi). Muhith
dari sebuah lingkaran adalah kelilingnya. Melingkari sesuatu berarti
menahannya, dan dengan demikian menguasainya. Ayat ini bermakna bahwa Allah
berada pada suatu tempat yang tak terlihat oleh mereka, suatu tempat yang tidak
mereka ketahui, yang tidak terjangkau oleh pandangan mereka. Nabi Muhammad
biasa mengatakan, "Aku bisa melihatmu dari punggungku", artinya bahwa
beliau mengetahui apa yang sedang dilakukan orang-orang di belakang beliau
karena beliau berada dalam keadaan mengetahui total. Ini bukanlah daya tanggap
di luar pancaindera melainkan suatu kepekaan tingkat tinggi yang tidak bisa
dimiliki oleh orang lain. Orang-orang yang demikian kasar sehingga
mengakibatkan ketidakadilan kepada orang lain tidak bisa mengetahui keadilan
sejati yang bersifat halus, yang akhirnya berlaku baik di sini dalam kehidupan
ini maupun dalam kehidupan akan datang. Hukum Allah ber-laku bagi mereka saat
ini juga. Meskipun mereka mungkin menolaknya, namun mereka sudah berada di
halaman pengadilan-Nya.
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَّجِيدٌ
21. Ya, memang! Itu adalah Quran yang mulia!
Itulah realitas menurut sebuah Kitab yang tidak berubah.
Ia ditulis hingga tuntas; ia tidak sembarangan. Apa yang ditulis dan apa yang
telah diuraikannya merupakan suatu gambaran umum mengenai penciptaan yang hams
berupaya kita baca. Namun, upaya itu harus mengikuti jalan tertentu yang sudah
ditetapkan, yakni upaya yang beijalan tidak menurut tingkah kita tapi mengikuti
batas-batas, karena segala sesuatu ada batas-batasnya.
فِي لَوْحٍ مَّحْفُوظٍ
22. Dalam lembaran (loh) yang terjaga.
'Dalam lembaran yang terjaga' terpelihara selamanya. la
tidak hancur, sekalipun oleh Musa yang membanting lembaran-lembaran batu hingga
hancur, karena salinannya dipelihara selamanya. Setiap orang adalah salinan
dari lembaran yang terjaga. Masing-masing kita membawa salinan kesadaran yang
sama. Salinan Alquran berada dalam hati, tapi kita harus berupaya membacanya.
Membacanya berarti menghidupkannya, dan menghidupkannya berarti menyatukan
lahir dengan batin. Jika kita tidak melakukannya, maka kita menjadikan Alquran
hanya sebagai lembaran-lembaran kertas cetak belaka. Seakan-akan kita mempunyai
sekotak vitamin yang tak pernah kita gunakan, sekalipun saat kita sakit dan
membutuhkannya. Karena lembaran yang terjaga itu dipelihara selamanya, maka
sifat abadinya inilah yang memberinya rahmat. Ia tetap selamanya. Bahkan
hukum-hukum yang mengatur hal yang nampaknya sementara pun sudah pasti dan
tidak berubah. Kaki langit yang kokoh, sistem di mana hukum berlaku, berubah.
Tapi, hukum untuk dunia yang nampak ataupun tidak nampak sendiri tidak berubah
sepanjang eksistensi ini terus berjalan.
Baca juga: Khutbah Jumat; Apa Yang Seharusnya Kita Pikirkan?