Tafsir Surah Al Adiyat



Surah Al-'Adiyat  terdiri atas 11 ayat dan tergolong surah makkiyah, surat ini berada dalam urutan 100 dari urutan surat dalam Al-Qur’an, dan diturunkan setelah surat Al-’asr. Nama  Al 'Aadiyat  diambil dari kata  Al 'Aadiyaat  yang artinya berlari kencang yang terdapat pada ayat pertama surat ini.

 

Surat ini menjelaskan tentang qasam yang dilakukan Allah untuk menegaskan pentingnya perkara yang disebutkan (1-7) Cerita tentang tabiat manusia yang terpedaya oleh dunia dan cinta kepadanya (8) Motivasi manusia untuk senentiasa berbuat baik sehingga dirinya siap untuk kembali kepada Allah dan menerima balasan yang baik pula.. Bahwa setiap manusia akan dibangkitkan dari kubur dan di kala isi dada mereka ditampakkan (9-11).

 

Hubungan Surat Al-’Adiyat dengan surat sebelumnya: Bahwa surat ini Allah SWT mencela mereka orang-orang yang telah mencintai kehidupan dunia dan mengabaikan kehidupan akhirat dan tidak mempersiapkan diri mereka untuk kehidupan akhirat itu dengan amal kebajikan sementara surat sebelumnya bercerita tentang balasan atas perbuatan yang baik dan yang buruk. Hubungan Surat Al-’Adiyat dengan surat setelahnya: Bahwa pada surat ini menerangkan tentang kejadian bahwa manusia akan dibangkit dari kuburnya, sementara pada surat Al-Qari’ah menjelaskan tentang hari kiamat yang merupakan aplikasi dari hari berbangkit.. Sebagaimana pada akhir surat dijelaskan bahwa segala tingkah laku manusia akan diceritakan oleh Allah dan pada surat setelahnya Allah memberikan balasan bagi masing-masing perbuatan tersebut.

 

 

وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا 1

Demi [kuda] yang berlari kencang dengan terengah-engah

 

Al-'Adiyat  berasal dari kata kerja  'ada  yang berarti 'berlari, berderap, lari cepat-cepat atau berlomba cepat'.  Dhabhan  berarti 'dengusan, suara terengah-engah atau megap-megap karena berlari terlalu cepat'. Kuda-kuda berlari kencang seolah-olah menyerbu musuh. Hal ini bisa juga berkenaan dengan serbuan kekuatan musuh terhadap kaum muslim atau, kalau tidak, serbuan kekuatan iman. Sebagian orang saleh menganggap ayat ini berkenaan dengan serangan  nafs  pada saat berada di alam zikir yang tinggi.

 

Ayat pertama ini menjelaskan akan keistimewaan kuda itu dalam penyerbuan mengejar musuh yang hebat dahsyat itu kelihatanlah bagaimana pentingnya kendaraan atau angkatan berkuda (Cavalerie). Kuda-kuda itu dipacu dengan penuh semangat oleh yang mengendarainya, sehingga dia berlari kencang sampai mendua, artinya sudah sama derap kedua kaki muka dan kedua kaki belakang, bukan lagi menderap. Sehingga berpadulah semangat yang mengendarai dengan semangat kuda itu sendiri; kedengaran dari sangat kencang dan jauh larinya, nafasnya jadi terengah, namun dia tidak menyatakan payah, bahkan masih mau dihalau lagi.

 

Pada ayat pertama ini juga mengandung al-qasam (sumpah) Allah pada salah satu makhluknya yaitu seekor kuda. Di dalam Al-Qur’an ada kata yang mengandung arti sumpah yang disebut Qasam. Qasam (sumpah) dalam perkataan termasuk salah satu cara memperkuat ungkapan kalimat yang diiringi dengan bukti nyata, sehingga lawan dapat mengakui apa yang semula diingkarinya. Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Qasam digunakan dalam kalamullah untuk menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalahpahaman, membangun argumentasi, menguatkan khabar dan menetapkan hukum dengan cara paling sempurna.

 

Aqsam adalah bentuk jamak dari qasam yang berarti al-hilf dan al-yamin, yakni sumpah. Shighat asli qasam ialah fi’il atau kata kerja “aqsama” atau “ahlafa” yang di muta’addi (transitif) kan dengan “ba” menjadi muqsam bih (sesuatu yang digunakan untuk bersumpah) kemudian muqsam alaih, yang dinamakan dengan jawab Qasam. Misalnya firman Allah dalam: “Mereka bersumpah dengan nama Allah, dengan sumpah yang sungguh-sungguh, bahwasanya Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati” (An-Nahl:38) 

 

Ada tiga unsur dalam shighat qasam (sumpah) fi’il yang ditransitifkan dengan “ba” muqsam bih dan muqsam alaih. Oleh karena qasam itu sering dipergunakan dalam percakapan maka ia ringkas, yaitu fi’il qasam dihilangkan dan dicukupkan dengan “ba” kemudian “ba” pun diganti dengan “wawu” pada isim zhahir, seperti: “Demi malam, bila menutupi (cahaya siang),”(Al-Lail:1) Dan diganti dengan “ta” pada lafazh jalalah, misalnya: “Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu,” (Q.S. Al-Anbiya’:57) Namun qasam dengan “ta” ini jarang dipergunakan, sedang yang banyak digunakan ialah “wawu”. 

 

Qasam dan yamin mempunyai makna yang sama. Qasam didefenisikan sebagai “mengikat jiwa (hati) agar tidak melakukan atau melakukan sesuatu, dengan suatu makna yang dipandang besar, agung, baik secara hakiki maupun secara I’tiqadi, oleh orang yang bersumpah itu, sumpah dinamakan juga dengan yamin (tangan kanan), karena orang Arab ketika sedang bersumpah memegang tangan kanan orang yang diajak bersumpah.

 

Bahasa Arab mempunyai keistimewaan tersendiri berupa kelembutan ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan berbagai tujuannya. Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Al-Qur’an Al-Karim diturunkan untuk seluruh manusia dan manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Diantaranya ada yang meragukan, ada yang mengingkari dan adapula yang amat memusuhi, karena itu dipakailah Qasam dalam kalamullah guna menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalahpahaman, membangun argumentasi, menguatkan khabar dan menetapkan hukum dengan cara paling sempurna. 

 

Qasam ada yang nampak jelas, tegas dan adakalanya tidak jelas (tersirat) 1) Zhahir, ialah sumpah yang didalamnya disebutkan Fi’il qasam dan muqsam bih dan diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya, sebagaimana pada umumnya, karena dicukupkan dengan huruf berupa “ba”, “wawu” dan “ta”.  Dan ada juga yang didahului “la nafy”, seperti: “Tidak sekali-sekali, aku bersumpah dengan hari kiamat. Dan tidak sekali-kali aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). (Al-Qiyamah: 1-2) 2) Mudhmar, yaitu yang didalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh “lam taukid” yang masuk kedalam jawab qasam.

 

Dengan demikian.. Ayat 1 sampai ayat 5 surat al-adiyat Allah bersumpah untuk meyakinkan manusia tentang hakikat kerugian besar yang pasti akan dialami oleh mereka yang ingkar dan tidak mensyukuri nikmat Allah. Allah berhak bersumpah dengan apa saja dari salah satu makhluk-Nya, namun manusia tidak boleh bersumpah kecuali dengan nama Allah SWT.

 

فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا 2

Dan yang memercikkan bunga api Ini gambaran lain tentang serbuan.

 

Sambaran percikan api bisa jadi merupakan rabuk  nafs  yang mengering ketika percikan  'irfan  (pengetahuan langsung) menyalakannya. Lagi-lagi hal itu menunjukkan daya, kekuatan dan petunjuk. Kita dapat merasakan dalam ayat ini suatu situasi perjuangan dan pertempuran, bentrokan antara dua kekuatan yang berlawanan, konfrontasi antara iman (kepercayaan, keyakinan) dan kufur (penyangkalan realitas).

 

 

 فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا 3

Dan yang menyerang tiba-tiba di waktu pagi

 

Kata  shubh,  yang berarti 'fajar, pagi', di sini berarti membuka wilayah musuh, membuka kegelapan dengan cahaya pagi, membuka kegelapan batin kita dengan cahaya Allah.

 

 فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا 4.

Lalu menerbangkan debu

 

Para penyerang—yang menimbulkan percikan-percikan—mengaduk-aduk debu yang sudah ada, karena debu adalah  adim  (lapisan kerak bumi) yang pertama, yang paling rendah, dan asal penciptaan Adam. Penyucian jiwa mirip dengan peluruhan debu dari tubuh, yakni, transendensi tubuh di dunia ini dan di dunia akan datang.

 

 

 فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا 5

Lalu kuda-kuda itu menyerbu ke tengah kerumunan musuh

 

Tiba-tiba para penyerang ini mendapati dirinya di tengah-tengah musuh, di tengah kerumunan. Seseorang bisa tiba-tiba berada di tengah  wahm (ilusi) -nya sendiri, bisikan hati dan nafs -nya. Ia bisa tiba-tiba mendapati dirinya berada di tengah kerumunan orang-orang yang dianggapnya kufur. Tiba-tiba dunia subyektifnya runtuh tanpa ada peringatan lebih dahulu.

 

Dinamisme dari apa yang digambarkan dalam ayat-ayat pertama ini merupakan sesuatu yang dapat kita semua saksikan. Gambaran tersebut melukiskan serangan bersemangat yang memiliki suatu tujuan, suatu misi, di mana unsur-unsur pokok muncul, yakni percikan api dan debu, kemudian pergerakan ke tengah-tengah, dan pelepasan napas yang penghabisan, karena terengah-engah dan sesak napas, yang diakibatkan oleh semangat. Tiba-tiba kita diberikan suatu pandangan kaleidoskopis (yang berubah-ubah dengan cepat) tentang apa yang dapat kita saksikan dari berbagai peristiwa luar di dalam hati kita. Panorama dari berbagai peristiwa dan perbuatan di dunia lahir merupakan cermin dari apa yang berlangsung dalam batin.. Lalu tiba-tiba kita sampai pada alam manusia, sifat dasamya yang dapat dilihat dan tidak dapat dilihat yang dapat kita selidiki, perhatikan, dan renungkan agar kita dapat melampaui apa yang terdekat kepada kita, yakni, di luar kecenderungan-kecenderungan kita yang alamiah dan rendah.

 

Allah menggunakan sumpah dengan menyebut binatang kuda, karena ia memiliki sifat-sifat terpuji dibanding binatang lainnya, karena kuda merupakan sarana perang terbaik saat itu, dan bahkan merupakan corong suatu sikap terpuji seperti cekatan, cepat dan tangkas.. Karena itu ini merupakan pelajaran bagi orang beriman untuk memperhatikan sisi tarbiyahnya dan melatih diri senantiasa berjihad di jalan Allah, membiasakan diri terhadap urusan yang penting dan memiliki kesungguhan, inovasi dan ketangkasan dalam berbuat.

 

 

إِنَّ الْإِنسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ 6

Sesungguhnya manusia tidak bersyukur kepada Tuhannya!

 

Kecenderungan yang paling lazim pada manusia adalah  kunud,  yang berarti 'tidak ada rasa syukur'. Manusia mengingkari rahmat, kasih sayang, dan nikmat Allah. Itu memang sifatnya karena dalam dirinya ada benih ketidak-bergantungan yang menggemakan sifat Allah, Yang Sama Sekali Tidak Bergantung. Dalam kesombongannya manusia menganggap dirinya independen, suatu pemikiran yang sesat mengenai aspek Ilahiah.

 

 

وَإِنَّهُ عَلَى ذَلِكَ لَشَهِيدٌ

Dan sesungguhnya ia menjadi saksi langsung atas hal itu. Namun, pada manusia ada sesuatu yang lebih dalam dari rasa tak bersyukur, yakni kesadaran akan kesadaran, dan hal ini menjadikan dia sebagai saksi atas dirinya sendiri dalam situasi tersebut. Manusia sendiri adalah saksi untuk dirinya sendiri ketika dalam keadaan tidak bersyukur. Penyaksian ini tidak bisa terjadi kalau tidak ada sesuatu yang sudah ada dalam dirinya yang bahkan lebih tinggi dari  nafs,  atau dengan kata lain, kalau  nafs  yang tinggi tidak menerangi  nafs  yang rendah.  Nafs  yang rendah menyangkal, meragukan, bermuka dua, dan berubah warna sesuai dengan keadaan, sedangkan kesadaran yang tinggi menerangi kesadaran yang rendah. Cahaya ilmu pengetahuan sudah ada dalam diri manusia, tapi ia harus membiarkannya memantul dalam mata batinnya, agar ia dapat melihat dengan jelas. Yang dilihat manusia tergantung pada mata yang digunakannya untuk melihat, apakah menggunakan mata  nafs  yang rendah atau menggunakan mata batinnya yang tinggi.

 

Ayat 6 dan 7 menegaskan bahwa: Sesungguhnya jenis manusia secara umum, dan lebih-lebih yang durhaka, sangat kikir, dan ingkar terhadap Tuhan yang memelihara dan selalu berbuat baik kepadanya; dan sesungguhnya manusia itu secara pribadi menjadi saksi atau menyadari dirinya bahwa dia memang demikian, yakni kikir dan durhaka. Dia kikir dan durhaka 

 

 

وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ 8

Dan sesungguhnya ia sangat teguh dalam kecintaannya terhadap harta.

 

Sifat manusia memang ingin 'terikat' pada hal yang baik— syadid  (kokoh, kuat) berasal dari  syadda,  yang berarti 'mengetatkan, mengikat'. Ia mencintai hal yang dianggapnya baik, walaupun yang kelihatan baik bagi dia saat ini mungkin tidak baik baginya. karena cintanya kepada al-Khair (harta)*) meluap-luap dan berlebih-lebihan. 

Harta dinamai khair (baik)—oleh ayat di atas—untuk mengisyaratkan bahwa ia harus diperoleh dengan cara yang baik dan digunakan untuk tujuan kebaikan. Ia juga mengisyaratkan bahwa harta benda adalah sesuatu yang baik; semakin banyak ia semakin baik. Yang menjadikan harta tidak baik adalah kecintaan yang berlebihan terhadapnya yang mengantar seseorang bersifat kikir, atau menggunakannya bukan pada tempatnya.

أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ 9

Apakah ia tidak mengetahui, tatkala apa yang ada dalam kubur dibangkitkan .

 

Manusia selalu mencari perlindungan dan kesenangan, dan juga ingin dibiarkan sendiri dengan nilai-nilainya. Ayat ini bertanya kepada kita, 'Apakah manusia tidak menyadari bahwa apa yang tersembunyi dalam hati, apa yang tersembunyi dalam kubur, akhirnya akan keluar?' Akhirnya kita semua akan dikeluarkan dari kubur-kubur kita, dan yang sekarang tersembunyi dalam hati akan diungkapkan dalam kehidupan mendatang. Apa pun yang dikubur atau disembunyikan akhirnya akan terungkap.

 

 

وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ 10

Dan apa yang ada dalam dada akan ditampakkan

 

Hashala  berarti 'disamping, jelas'. Apa yang tersembunyi dalam dada akan ditampakkan dan menjadi jelas. Penampakkan ini dapat terjadi sekarang jika kita sungguh-sungguh ingin mengetahui apa yang ada dalam hati kita. Tujuan eksistensi ini adalah mencapai kesatuan, menyatukan yang ada dalam hati kita dengan perbuatan kita, melalui kejelasan dan kesadaran.

 

Ayat 9 dan 10 melanjutkan kecaman surah ini melalui satu pertanyaan, yaitu:

Maka jika demikian itu halnya manusia yang kikir dan durhaka, apakah dia tidak mengetahui apa yang akan dialaminya apabila dibongkar dengan mudah apa yang ada di dalam kubur dan dilahirkan serta dipisahkan apa yang ada di dalam dada dari kebaikan dan keburukan?

 

 

إِنَّ رَبَّهُم بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّخَبِيرٌ 11

Sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itn akan benar-benar mengetahui mereka.

 

Hari ketika penyatuan atau pembukaan itu terjadi akan menjadi hari kebijakan Tuhan kita. Ketuhanan adalah hal yang menggiring kila kepada tauhid, kepada keesaan. Untuk mendapatkan hikmah dari pengalaman kita dalam kehidupan ini kita harus yakin bahwa apa pun yang ditakdirkan juga akan terungkap dan terang dalam pengetahuan sempurna Tuhan kita.

 

Penutup surah ini menegaskan hakikat yang tidak boleh dilupakan oleh siapa pun yaitu: Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui sikap dan aktivitas seluruh makhluk. Pengetahuan-Nya itu akan jelas terlihat oleh semua makhluk termasuk mereka yang kikir dan durhaka itu, lebih-lebih pada hari dibongkarnya segala sesuatu di dalam kubur.

 

Kekikiran adalah sifat buruk yang diakibatkan oleh cinta yang berlebihan terhadap harta. Kesaksian manusia terhadap kekikirannya dapat terjadi di dunia, pada saat dia disentuh oleh kesadaran tentang buruknya kekikiran, karena penilaian tentang keburukan kekikiran adalah fitrah manusia dan bersifat universal. Namun, yang pasti kesaksian tersebut terjadi setelah kematiannya pada saat dia menyadari bahwa harta yang ditinggalkannya tidak berguna baginya lagi dan kedurhakaan telah mengantarnya kepada siksa.

 

Mencintai harta adalah naluri manusia sehingga dibenarkan agama. Yang dikecamnya adalah cinta yang meluap-luap terhadap harta, karena itu berpotensi menjadikan seseorang lupa daratan sehingga mengabaikan nilai-nilai agama dan budaya. Segala yang dirahasiakan akan tebongkar di Hari Kemudian. Itu diilustrasikan seperti keadaan seorang yang membuka lemari ketika mencari sesuatu dengan tergesa-gesa. Keadaan serupa dalam bentuk yang lebih besar dan serius kelak akan terjadi di dalam kubur. Di sana, dibongkar dan dicari segala sesuatu disertai dengan ketergesa-gesaan membongkar serta kegelisahan siapa yang dibongkar isi hatinya untuk ditemukan detak-detik jantungnya serta apa yang terdapat dalam bawah sadarnya.

 

Baca juga: Tips Menjadikan Bekerja sebagi Ibadah


Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama