Definisi
Su’ul artinya jelek dan khatimah artinya penutup.
Yang dimaksud dengan su’ul khatimah adalah penutup kehidupan dunia
yang buruk, seperti seseorang meninggal dunia dalam keadaan me-nentang Allah
Subhannahu wa Ta'ala yang Maha Agung dan Tinggi, berada dalam kemurkaan-Nya,
serta menyepelekan perkara yang telah Allah wajibkan atasnya.
Dan tidak diragukan lagi, bahwa akhir kehidupan orang yang seperti ini adalah
akhir kehidupan yang seng-sara lagi celaka, sehingga orang-orang yang bertaqwa
senantiasa merasa takut kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , selalu mendekatkan
diri kepada-Nya dan memohon agar dijauhkan darinya.
Tanda-Tanda Su’ul Khatimah
Terkadang tampak pada orang yang sedang menghadapi kematian tanda-tanda
yang menunjukkan kepada akhir hidup seseorang yang tidak baik, seperti:
berpaling dari ucapan kalimat syahadah, yaitu -persaksian, bahwa tiada ilah
yang berhak disembah selain Allah- dan membicarakan perkara yang jelek dan
haram ketika mejelang kematian. Ia menampakkan keterikat-an dengan
perkara tersebut. Termasuk yang demikian juga adalah perkataan dan perbuatan
yang menunjukkan pem-bangkangan terhadap agama Allah serta berpaling (tidak
menerima) ketentuan-Nya.
Di bawah ini akan kami berikan beberapa contoh yang diriwayatkan oleh para
ulama:
Al ‘Alamah Ibnul Qayyim Rahimahullaah di dalam kitabnya “Al jawabul Kaafi“
telah menyebutkan, “Bahwa ada salah seorang ketika kematian menjem-putnya,
dikatakan kepadanya untuk mengucapkan persaksian la ilaha illallah, maka dia
mengatakan, “Tidak ada artinya bagiku dan aku pun tidak tahu sesungguhnya,
apakah aku pernah melakukan shalat untuk Allah?” Dan dia tidak bisa
mengucapkannya.
Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullaah di dalam kitabnya “Jami’ul ‘Ulum wal Hikam“
telah menukil dari salah seorang ulama’ bernama ‘Abdul Aziz bin Abi Rawaad
sesungguhnya beliau berkata, “Aku telah mendatangi seorang lelaki yang sedang
menghadapi kematian, ia di-ajarkan untuk mengucapkan “La ilaha illallah (Tiada
ilah yang berhak di sembah melainkan Allah)”, namun di akhir ucapannya dia
mengingkari ucapan itu (kalimat tauhid) dan meninggal dalam kekafiran”.
Berkata al-Hafidz Ibnu Rajab Rahimahullaah , “Maka saya bertanya perihal dirinya,
ternyata dia adalah seorang peminum khamr (minuman keras), kemudian ketika itu
pula Abdul Aziz berkata, “Hati-hatilah kamu sekalian dari per-buatan dosa, maka
pada dasarnya per-buatan itulah yang menyebabkannya.”
Dan senada dengan kisah di atas apa yang telah diceritakan oleh al- Hafidz Adz
Dzahabi , sesungguhnya ada seorang lelaki bersahabat dengan peminum khamr
(minuman keras) dan ketika kematian akan menjemputnya, datang kepadanya
seseorang lalu me-nalqinnya dengan syahadah, namun dia justru berkata,
“Minumlah kamu dan berilah minum kepadaku,” kemudian ia meninggal.
Beliau
juga menyebutkan di dalam kitabnya Al-Kabaair, “Sesung-guhnya ada seseorang
lelaki dan dia adalah termasuk orang-orang yang suka bermain catur. Ia sedang
meng-hadapi kematian, kemudian dikatakan kepadanya la ilaha illallah, maka dia
berkata, “Skak!” Kemudian setelah itu dia meninggal. Perkataan lisannya lebih
dominan dan sudah terbiasa dengan permainan dalam kehidupannya, akhirnya dia
mengatakan ungkapan sebagai pengganti kalimat tauhid dengan ungkapan, “Skak! “.
Dan semisal dengan ini apa yang telah diceritakan oleh al ‘Alamah Ibnul Qayyim
rahimahullah tentang seorang lelaki yang diketahui sangat cinta dengan nyanyian
dan suka menirunya, maka ketika menyongsong kematian, dikatakan kepadanya,
“Ucapkanlah persaksian bahwa tiada ilah yang berhak disembah, melainkan Allah
(la ilaha illallah)”, maka dia mengigau dengan nyanyian dan berkata, “Tatana
tana tana…”, ( jenis nyanyian pada saat itu -pent) sampai selesai, dan belum
sempat mengucapkan kalimat tauhid.
Ibnul Qayyim juga berkata, “Telah mengkhabarkan kepadaku sebagian pedagang
perihal salah seorang kera-batnya. Ketika itu ia sedang menjemput kematian dan
dia berada disampingnya, para pedagang menuntunnya untuk mengucapkan persaksian
bahwa tiada ilah yang berhak di sembah melainkan Allah, namun dia berkata,
“Yang ini murah harganya, dan ini adalah barang yang bagus, ini demikian”,
sampai dia meninggal dan belum sempat mengucapkan kalimat tauhid .
Dan
akan senantiasa tampak di kalangan ummat manusia di setiap zaman dan tempat
tentang perkara akhir hidup yang jelek ini bagi orang yang terang-terangan
melakukan kemaksia-tan dan kejahatan. Kami memohon kepada Allah agar memberikan
ampunan dan keselamatan dari perkara ini .
Ibnul Qayyim Rahimahullaah dalam hal ini memberikan catatan penting, beliau
memberikan komentar terhadap beberapa kisah atau cerita di atas dengan
perkataannya, “Maha Suci Allah Subhannahu wa Ta'ala , berapa banyak di antara
manusia yang melihat perkara ini dan dapat menjadikannya sebagai pelajaran? Dan
kejadian lebih dahsyat yang tidak mereka ketahui dari keadaan orang-orang yang
sedang menghadapi kematian sangatlah banyak dan banyak sekali.”
Ketika seorang hamba sedang dalam kondisi hadir pikirannya, kuat dan sempurna
pe-ngetahuannya, maka sungguh Setan
masih dapat mempengaruhi, dan mempermainkannya sesuai dengan apa yang
dia kehendaki dari perbuatan ma’shiyat. Sehingga Allah melalaikan hati orang
tersebut dari mengingat kepada Nya, menjadikan lisannya enggan untuk menyebut
nama-Nya, dan anggota badannya tidak mau melakukan keta’atan. Maka
bagaimana lagi kiranya pada saat seorang hamba kekuatannya hilang, sementara
hati serta jiwanya sibuk dengan apa yang menunjukkan akhir hidup yang jelek?
Dan di lain pihak, Setan telah
mengumpulkan kekuatan dan daya upayanya, serta berusaha membinasa-kannya,
dengan segala cara guna mengambil kesempatan, karena ketika sakarat adalah
merupakan akhir per-buatan seseorang.
Maka pada waktu menjelang ajal itulah sangat kuatnya keadaan Setan dan selemah-lemahnya keadaan manusia, lalu
siapakah yang bisa selamat jika anda memperhatikan kondisi seperti ini?”
Allah Ta’ala berfirman:
Artinya: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan
yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan
orang-orang yang zalim dan memperbuat yang Dia kehendaki.” (Q.S. Ibrahim :
27)
Maka bagaimana mungkin seseorang bisa mendapatkan akhir hidup yang baik,
sedangkan Allah telah melalaikan hatinya dari mengingat kepada Nya, lalu dia
mengikuti hawa nafsunya, dan apa yang dia lakukan telah melampaui batas? Bagi
orang yang hatinya jauh dari Allah Ta’ala, melalaikan-Nya, menuhankan hawa
nafsunya, berjalan demi syahwatnya, dan lisannya kering dari mengingat kepada-Nya,
serta anggota tubuhnya telah berhenti dari ketaatan kepada-Nya, dan sibuk
dengan kema’siatan, sangatlah jauh baginya- untuk mendapatkan akhir hidup yang
baik.
Kategori Su’ul Khatimah
Akhir hidup yang jelek (su’ul khatimah) digolongkan menjadi dua:
1. Seburuk-buruk keadaan, hal ini terjadi manakala hati dalam
kondisi kalah(lemah) di saat kematian datang, dan ia telah dikuasai oleh dua
kemung-kinan; Keraguan atau Pengingkaran, sehingga ruh dicabut dalam keadaan
seperti itu. Telah terdapat hijab peng-halang antara dia dan Allah,
dan ini menunjukkan kebinasaan dan kekalnya siksaan.
2. Keadaan yang lebih ringan, manakala hatinya ketika datang
kema-tian condong dan cinta kepada perkara dunia dan syahwat yang terlarang.
Perkara-perkara tersebut senantiasa tergambar di dalam hatinya, dan seseorang
akan meninggal sesuai dengan perjalanan hidupnya. Jika dia termasuk orang yang
sibuk dengan masalah riba, maka di akhir hidupnya akan disibuk-kan dengannya,
dan jika dia termasuk orang yang gemar mengerjakan perkara yang haram
(terlarang) semisal obat-obat yang memabukkan, nyanyian, rokok, melihat
gambar-gambar yang terlarang dan berbuat aniaya terhadap manusia dan yang
sejenisnya maka di akhir kematiannya terkadang demikian juga. Dan yang demikian
apabila pada diri seseorang ada pijakan tauhid (ke-imanan), maka dia akan
terbebas dari siksa dan hukuman. Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala menjauhkan
dari sifat-sifat seperti ini.
Sebab-Sebab Su’ul Khatimah
Di antara sebab-sebab su’ul khatimah adalah sebagai berikut :
1.
Rusaknya Aqidah (Keyakinan).
2.
Adanya ketergantungan kepada dunia, dan terjerumus kepada jalan-jalan yang
terlarang.
3.
Menyeleweng dari jalan yang lurus dan menolak terhadap kebenaran serta
petunjuk.
4. Selalu berbuat maksiat dan gemar melakukannya.
Sesungguhnya jika seseorang gemar terhadap sesuatu sepanjang hidupnya,
menyintainya, dan punya ketergantungan kepadanya; maka akan terbayang olehnya
ketika akan meninggal, dan kondisi tersebut pada kebanyak-an kejadian
menggambarkan keadaan kematiannya.
Berkata al-Hafidz Ibnu Katsir, “Se-sungguhnya perbuatan dosa, maksiat dan
kecondongan kepada hawa nafsu, pengaruhnya akan mendominasi pelakunya ketika
menjelang kematian dan Setan akan
menguatkannya, maka akan kumpul padanya dua kekalahan dengan lemahnya keimanan,
sehingga dia akan terjatuh dalam akhir hidup yang tidak baik, Allah Subhannahu
wa Ta'ala berfirman,
Artinya, “ Dan adalah Setan itu
tidak mau menolong manusia“ (QS. 25 :29 )
Dan akhir hidup yang buruk semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala menjauhkannya dari
kita tidak akan menimpa kepada orang yang shalih secara lahir dan batin, yang
jujur perkataan dan perbuatannya, dan tidak pernah terdengar cerita yang
demikian.
Akan tetapi akhir hidup yang tidak baik akan menimpa seseorang yang telah rusak
batinnya yaitu keyakinannya, dan lahirnya yakni perbuatannya serta bagi
seseorang yang berani melakukan perbuatan dosa-dosa besar, dan suka melakukan
perbuatan jahat, maka per-kara ini akan selalu menguasainya sampai nyawa
menjemput sebelum melakukan taubat.
Oleh
karena itu, sudah sepantasnyalah bagi orang yang berakal untuk berhati-hati
atas keterikatan dan ketergantungan kepada sesuatu yang terlarang. Selayaknya
hati, lisan dan anggota tubuhnya selalu mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala ,
dan menjaga diri supaya selalu dalam keta’atan kepada-Nya dalam kondisi apa
pun, demi menjaga diri dari perkara ini yang jika ia hilang, luput dan
terkalahkan dengan perkara-perkara yang terlarang, maka seseorang akan celaka
selama-lamanya.
“Ya Allah jadikanlah sebaik-baik perbuatan kami pada akhir hidup kami, dan
sebaik-baik kehidupan kami seba-gai akhir hayat kami, dan sebaik-baik hari
kami, hari di mana kami akan bertemu dengan Mu. Ya Allah, tunjukilah kami semua
kepada perbuatan yang baik dan jauhkanlah diri kami dari perbuatan yang mungkar
dan terlarang."
Dan
semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi
kita Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam , keluarganya, dan para shahabatnya.
Diterjemahkan oleh ‘Ammu Khansa ‘Arba’in, dari kutaib “Husnul Khatimah wa
Su’uha”, Khalid bin ‘Abdul Rahman asy-Syayi’ hal: 11-16
Baca juga: Khutbah Jum’at: Membentuk Pribadi Berkarakter Luhur di Era Modern