Inilah
surat yang dikatakan dalam beberapa hadits seperti sepertiga Al Qur’an
yaitu surah Al Ikhlash.
Pada kesempatan kali dan beberapa posting selanjutnya, kita akan sedikit
mengupas mengenai surat ini. Pada awalnya kita akan melihat dahulu tafsiran
ayat-ayat yang ada pada surat tersebut. Setelah itu kita akan melihat keutamaan
surat ini. Terakhir, kita akan mengkaji waktu kapan saja surat Al Ikhlash
dibaca. Semoga bermanfaat.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1)
اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا
أَحَدٌ (4
(yang artinya)
:
1. Katakanlah: “Dia-lah Allah,
Yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak
pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun
yang setara dengan Dia”.
Pengenalan
Surat ini dinamakan Al Ikhlas karena di dalamnya berisi pengajaran tentang
tauhid. Oleh karena itu, surat ini dinamakan juga Surat Al Asas, Qul Huwallahu
Ahad, At Tauhid, Al Iman, dan masih banyak nama lainnya.
Surat ini merupakan
surat Makiyyah dan termasuk surat Mufashol. Surat Al Ikhlas ini terdiri dari 4
ayat, surat ke 112, diturunkan setelah surat An Naas. (At Ta’rif bi Suratil
Qur’anil Karim)
Ada dua sebab
kenapa surat ini dinamakan Al Ikhlash.Yang pertama, dinamakan Al Ikhlash karena
surat ini berbicara tentang ikhlash. Yang kedua, dinamakan Al Ikhlash karena
surat ini murni membicarakan tentang Allah. Perhatikan penjelasan berikut ini.
Syaikh Muhammad
bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan bahwa Surat Al Ikhlas ini berasal dari
’mengikhlaskan sesuatu’ yaitu membersihkannya/memurnikannya. Dinamakan demikian
karena di dalam surat ini berisi pembahasan mengenai ikhlas kepada Allah ’Azza
wa Jalla. Oleh karena itu, barangsiapa mengimaninya, dia termasuk orang yang
ikhlas kepada Allah.
Ada pula yang
mengatakan bahwa surat ini dinamakan Al Ikhlash (di mana ikhlash berarti murni)
karena surat ini murni membicarakan tentang Allah. Allah hanya mengkhususkan
membicarakan diri-Nya, tidak membicarakan tentang hukum ataupun yang lainnya.
Dua tafsiran ini sama-sama benar, tidak bertolak belakang satu dan lainnya.
(Lihat Syarh Al Aqidah Al Wasithiyyah, 97)
Asbabun
Nuzul
Surat ini turun
sebagai jawaban kepada orang musyrik yang menanyakan pada Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Sebutkan nasab atau sifat Rabbmu pada kami?’.
Maka Allah berfirman kepada Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam,
’Katakanlah kepada yang menanyakan tadi, … [lalu disebutkanlah surat
ini]’(Aysarut Tafasir, 1502). Juga ada yang mengatakan bahwa surat ini turun
sebagai jawaban pertanyaan dari orang-orang Yahudi (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil
Qur’an, At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim, Tafsir Juz ‘Amma 292). Namun,
Syaikh Muqbil mengatakan bahwa asbabun nuzul yang disebutkan di atas berasal
dari riwayat yang dho’if (lemah) sebagaimana disebutkan dalam Shohih Al Musnad
min Asbab An Nuzul.
Tafsir tiap ayat.
Tafsir
Ayat Pertama
قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1(
1.
Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
Kata (قُلْ) –artinya
katakanlah-. Perintah ini ditujukan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam
dan juga umatnya.
Al Qurtubhi
mengatakan bahwa (قُلْ هُوَ اللَّهُ
أَحَدٌ) maknanya adalah :
الوَاحِدُ الوِتْرُ،
الَّذِي لَا شَبِيْهَ لَهُ، وَلَا نَظِيْرَ وَلَا صَاحَبَةَ، وَلَا وَلَد وَلَا
شَرِيْكَ
Al Wahid Al
Witr (Maha Esa), tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang sebanding
dengan-Nya, tidak memiliki istri ataupun anak, dan tidak ada sekutu baginya.
Asal kata dari
(أَحَدٌ) adalah (وَحْدٌ), sebelumnya
diawali dengan huruf ‘waw’ kemudian diganti ‘hamzah’. (Al Jaami’ liahkamil
Qur’an, Adhwaul Bayan)
Syaikh Al
Utsaimin mengatakan bahwa kalimat (اللَّهُ أَحَدٌ) –artinya Allah Maha Esa-, maknanya bahwa
Allah itu Esa dalam keagungan dan kebesarannya, tidak ada yang serupa
dengan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma 292)
Tafsir
Ayat Kedua
اللَّهُ
الصَّمَدُ (2(
2.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Ibnul Jauziy
dalam Zaadul Masiir mengatakan bahwa makna Ash Shomad
ada empat pendapat:
Pertama,
Ash Shomad bermakna:
أنه السيِّد الذي
يُصْمَدُ إليه في الحوائج
Allah adalah As
Sayid (penghulu), tempat makhluk menyandarkan segala hajat pada-Nya.
Kedua,
Ash Shomad bermakna:
أنه الذي لا جوف له
Allah tidak
memiliki rongga (perut).
Ketiga,
Ash Shomad bermakna:
أنه الدائم
Allah itu Maha
Kekal.
Keempat,
Ash Shomad bermakna:
الباقي بعد فناء الخلق
Allah itu tetap
kekal setelah para makhluk binasa.
Dalam Tafsir Al
Qur’an Al Azhim (Tafsir Ibnu Katsir) disebutkan beberapa perkataan ahli tafsir
yakni sebagai berikut.
Dari ‘Ikrimah, dari
Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah :
الَّذِي يَصْمُدُ
الخَلَائِقُ إِلَيْهِ فِي حَوَائِجِهِمْ وَمَسَائِلِهِمْ
Seluruh makhluk
bersandar/bergantung kepada-Nya dalam segala kebutuhan maupun permasalahan.
Ali bin Abi
Tholhah dari Ibnu Abbas mengatakan mengenai: (اللَّهُ الصَّمَدُ) :
هو السيد الذي قد كمل
في سؤدده، والشريف الذي قد كمل في شرفه، والعظيم الذي قد كمل في عظمته، والحليم
الذي قد كمل في حلمه، والعليم الذي قد كمل في علمه، والحكيم الذي قد كمل في حكمته
وهو الذي قد كمل في أنواع الشرف والسؤدد، وهو الله سبحانه، هذه صفته لا تنبغي إلا
له، ليس له كفء، وليس كمثله شيء، سبحان الله الواحد القهار.
Dia-lah As
Sayyid (Pemimpin) yang kekuasaan-Nya sempurna. Dia-lah Asy Syarif (Maha Mulia)
yang kemuliaan-Nya sempurna. Dia-lah Al ‘Azhim (Maha Agung) yang keagungan-Nya
sempurna. Dia-lah Al Halim (Maha Pemurah) yang kemurahan-Nya itu sempurna.
Dia-lah Al ‘Alim (Maha Mengetahui) yang ilmu-Nya itu sempurna. Dia-lah Al Hakim
(Maha Bijaksana) yang sempurna dalam hikmah (atau hukum-Nya). Allah-lah –Yang
Maha Suci- yang Maha Sempurna dalam segala kemuliaan dan kekuasaan. Sifat-Nya
ini tidak pantas kecuali bagi-Nya, tidak ada yang setara dengan-Nya, tidak ada
yang semisal dengan-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Al A’masy
mengatakan dari Syaqiq dari Abi Wa’il bahwa Ash Shomad bermakna:
{
الصَّمَدُ } السيد الذي قد انتهى سؤدده
”Pemimpin yang
paling tinggi kekuasaan-Nya”. Begitu juga diriwayatkan dari ’Ashim dari Abi
Wa’il dari Ibnu Mas’ud semacam itu.
Malik
mengatakan dari Zaid bin Aslam, ”Ash Shomad adalah As Sayyid (Pemimpin).”
Al Hasan dan
Qotadah mengatakan bahwa Ash Shomad adalah (الباقي بعد خلقه) Yang Maha Kekal setelah makhluk-Nya
(binasa).
Al Hasan juga
mengatakan bahwa Ash Shomad adalah
الحي القيوم الذي لا
زوال له
Yang Maha Hidup
dan Quyyum (mengurusi dirinya dan makhlukNya) dan tidak mungkin binasa.
’Ikrimah
mengatakan bahwa Ash Shomad adalah yang tidak mengeluarkan sesuatupun dari-Nya
(semisal anak) dan tidak makan.
Ar Robi’ bin
Anas mengatakan bahwa Ash Shomad adalah (الذي لم يلد ولم يولد) yaitu tidak beranak dan tidak
diperanakkan. Beliau menafsirkan ayat ini dengan ayat sesudahnya dan ini
tafsiran yang sangat bagus.
Ibnu Mas’ud,
Ibnu Abbas, Sa’id bin Al Musayyib, Mujahid, Abdullah bin Buraidah, ’Ikrimah,
Sa’id bin Jubair, ’Atho’ bin Abi Robbah, ’Athiyyah Al ’Awfiy, Adh Dhohak dan As
Sudi mengatakan bahwa
Ash Shomad
adalah (لا جوف له) yaitu tidak
memiliki rongga (perut).
Al Hafizh Abul
Qosim Ath Thobroni dalam kitab Sunnahnya -setelah menyebut berbagai pendapat di
atas tentang tafsir Ash Shomad- berkata, ”Semua makna ini adalah shohih
(benar). Sifat tersebut merupakan sifat Rabb kita ’Azza wa Jalla. Dia-lah
tempat bersandar dan bergantung dalam segala kebutuhan. Dia-lah yang paling
tinggi kekuasaan-Nya. Dia-lah Ash Shomad tidak ada yang berasal dari-Nya. Allah
tidak butuh makan dan minum. Dia tetap kekal setelah para makhluk-Nya binasa.
Baihaqi juga menjelaskan yang demikian.” (Diringkas
dari Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Tafsir
Ayat Ketiga
لَمْ
يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3(
3.
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
Kalimat (لَمْ يَلِدْ) sebagaimana
dikatakan Maqotil,
”Tidak beranak
kemudian mendapat warisan.” Kalimat (وَلَمْ يُولَدْ) maksudnya adalah tidak disekutui.
Demikian karena orang-orang musyrik Arab mengatakan bahwa Malaikat adalah anak
perempuan Allah . Kaum Yahudi mengatakan bahwa ’Uzair adalah anak Allah.
Sedangkan Nashoro mengatakan bahwa Al Masih (Isa, pen) adalah anak Allah. Dalam
ayat ini, Allah meniadakan itu semua.” (Zadul Masiir)
Tafsir
Ayat Keempat
وَلَمْ
يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4(
4.
dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Maksudnya
adalah tidak ada seorang pun sama dalam setiap sifat-sifat Allah. Jadi Allah
meniadakan dari diri-Nya memiliki anak atau dilahirkan sehingga memiliki orang
tua. Juga Allah meniadakan adanya yang semisal dengan-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma
293)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan makna ayat: ”dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia” yaitu tidak ada yang serupa (setara) dengan
Allah dalam nama, sifat, dan perbuatan.
Ringkasnya, surat Al Ikhlash ini berisi penjelasan mengenai keesaan Allah serta kesempurnaan nama dan sifat-Nya.
Baca juga: 10+ orang yang didoakan malaikat