Puasa Ramadhan hakekatnya adalah melatih dan mengajari
naluri (instink) manusia yang cenderung tak terkontrol. Naluri yang sulit terkotrol
dan terkendali itu adalah naluri perut yang selalu menuntut untuk makan dan
minum dan naluri seks yang selalu bergelora sehingga manusia kewalahan untuk
mengekang dua naluri ini. Dalam sejarah manusia didapatkan dua falsafah yang
dapat menguasai dan mendominasi kebanyakan manusia, yakni falsafah materialisme
yang berorientsi pada materi saja, dan falsafah spiritualisme yang hanya
berorientasi pada rohaniah saja.
Orang-orang yang berorientasi materi - terdiri dari
orang-orang atheis, komunis dan animisme dan berhalaisme - mereka hidup untuk
dunianya saja. Mereka melepaskan kenhendak nalurinya dan tak pernah puas. Bila
terpenuhi satu keinginannya, timbul keinginan baru begitu seterusnya. Sahwat
manusia bila sudah terbakar maka akan mengheret dari sedikit ke yang banyak,
dari banyak ke yang terbanyak. Allah mengecam orang-orang seperti ini:
"Biarkanlah mereka makan, dan bersenang-senang, mereka dilalaikan oleh
angan-angan dan mereka akan mengetahui akibatnya".(QS Al Hijr 3). Ayat
lain: "Orang-orang kafir mereka bersenang-senang dan makan seperti
binatang ternak makan. Dan neraka adalah tempat tinggalnya".(QS Muhammad
12) Mereka hidup di dunia ini dalam keadaan kosong. Jiwanya dikuasai nafsunya,
m enghalalkan segala cara, dan dihari kiamat nanti mereka mendapat balasan yang
setimpal. "Demikian itu bersenang-senang di bumi tanpa haq dan mereka
sombong".(QS Ghofir 75)
Sementara filsafat spiritualisme yang didasarkan pada
kerahiban, berpandangan bahwa pengabdian kepada Tuhan harus menekan naluri seks
mengikis habis pendorong-pendorongnya dan mematikannya yang juga diatasi dengan
mengurangi makan. Dengan kata lain mereka masuk dalam kancah peperangan melawan
jasad manusiawinya. Filsafat ini dilakukan oleh gereja sejak dahulu kala.
Orang-orang Barat dewasaa ini melepaskan diri dari filsafat gereja, mereka
menggunakan waktu dan harta kekayaannya untuk memenuhi sahwat jasmaninya.
Filsafat spiritualismenya telah lenyap, bahkan gereja-gereja sudah tiada lagi
pengunjungnya walaupun pada hari Minggu. Seandainya masih ada, itu hanya
sekelompok minoritas yang hidup di dunia Islam.
Agama Islam adalah agama yang seimbang. Ia menghormati
rohani dan jasmani sekaligus, ia memperhatikan nilai-nilai ideal manusia, tapi
juga menjamin kebutuhan hidup naluri duniawinya asal dalam ruang keutamaan,
ketaatan, kehormatan. Ia membolehkan manusia makan dengan catatan dalam batas
kewajaran dan kehormatan. "Makanlah dan minumlah, berpakaianlah dan
bersedekahlah tanpa berlebih-lebihan dan tidak diiringi kesombongan".(HR
Bikhari) Islam mengimbangkan antara ruhani dan jasmani. "Ya Allah, a ku
berlindung kepadamu dari lapar, karena sesungguhnya seburuk- buruk tidur adalah
dalam keadaan lapar. Dan aku berlindung kepadamu dari khianat, karena itu
adalah seburuk-buruk suasana kejiwaan".(HR Abu Daud) Islam memperhatikan
kehidupan dunia dan akherat, "Dan dikatakan kepada orang-orang yang
bertaqwa: Apa yang Tuhan kalian turunkan? mereka berkata: 'Keuntungan bagi
orang-orang yang berbuat baik di dunia ini dan akherat lebih baik, dan sebaik
tempat bagi orang-orang yang bertaqwa".(QS AN Nahl 30)
Ajaran Islam datang untuk mensucikan manusia, mengangkat
darjatnya, ia mensucikan fisikalnya dengan mandi dan berwudlu, mensucikan
jiwanya denga ruku' dan sujud. Islam adalah jasmani dan ruhani, dunia dan akherat
dengan falsafah puasa. Islam menegaskan bahwa manusia terdiri dari jasmani dan
ruhani. Nilai manusia tidak terletak pada jasadnya, akan tetapi terletak pada
ruhani yang menggerakkannya. Kerena ruhani inilah, Allah memerintahkan pada
malaikatnya untuk hormat kepada manusia, karena ruhani datangnya dari Allah SWT.
Firman Allah: "Ingatlah diwaktu Tuhanmu berkata kepada para malaiakat:
"Aku menciptakan manusia dari tanah, dan setelah aku sempurnakan aku
tiupkan kedalamnya ruh-Ku, maka hormatlah kalian kepadanya".(QS ShAd
71-72) Setelah itu manusia ada yang mengenali siapa yang meniupkan ruh
kapadanya dan yang memuliakannya atas seluruh makhluknya. Mereka itu akan
bersyukkur kepada pemberi nikmat, sementara ada manusia-manusia yang melupakan
Tuhannya, melupakan kepada dzat yang meniupkan ruh kepadanya.
Demikian juga halnya kebudayaan. Kebudayaan yang memegang
kendali alam sekarang ini telah melupakan Tuhannya, melalaikan haknya. Dunia
ini tidak memiliki kebudayaan yang mengakui ruhani dan jasmani, berorientasi
dunia dan akherat dan menentukan hak-hak manusia disamping hak-hak Allah
-kebudayaan Islam-. Puasa Ramadhan sebagaimana Rasulullah jelaskan dapat
mengangkat derajat pelakunya menjadi unsur rahmat, kedamaian, ketenangan,
kesucian jiwa, aklaq mulia dan perilaku yang indah ditengah-tengah masyarakat.
"Bila salah seorang dari kalian berpuasa maka hendaknya ia tidakberbicara
buruk dan aib. dan jangan berbicara yang tiada manfaatnya dan bila dimaki
seseorang maka berkatalah, 'Aku berpuasa'". (HR. Bukhori).
Dalam bulan Ramadhan terdapat filsafat Islam yang
mengaitkan dunia dengan akhirat, mengaitkan jasmani dan ruhani, mengaitkan bumi
dengan langit, mengaitkan manusia dengan wahyu, dan mengaitkan dunia dengan
kitab yang menerangi jalannya dan menetukan tujuannya