Perang Tabuk dikenal sebagai perang paling \'kritis\'
karena tantangan besar yang dihadapi sahabat menuju tempat itu, yang terletak
nun jauh di dekat perbatasan Syams. Terik panas yang memanggang saat perang
memunculkan berbagai sifat manusia Islam yang sesungguhnya, yang berbeda dari
sifat orang-orang yang pengecut dan munafiqin. Mereka yang terakhir ini datang
kepada Rasulullah meminta izin untuk tidak terlibat dalam berperang dengan
berbagai alasan yang mengada-ada.
Namun, para sahabat yang benar (shidiq) imannya,
menampakkan sifat keberanian dan pengorbanan. Kalapun ada diantara mereka yang
tidak turut berperang, hal itu bukan karena sebab duniawi, namun karena tidak
adanya perlengkapan perang. Mereka telah datang menghadap Rasulullah meminta
perlengkapan itu dan ditolak karena memang tidak ada simpanan perlengkapan itu
padanya. Mereka pun pulang dengan duka yang menggunung dan air mata yang
senantiasa menggenang di pelopak mata. Allah melukiskan kondisi orang-orang ini
dalam firman-Nya:
Dan tiada pula (dosa) atas orang-oorang yang apabila
mereka datang kepadamu supaya kamu memberikan kepada mereka kendaraan, lalu
kamu berkata: "Aku tiada memperoleh kendaraan untuk membawa kalian." Lalu
mereka kembali sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan lantaran
mereka tidak memperoleh apa-apa yang akan mereka nafkahkan." (QS. 9:92)
Diantara mereka adalah Ulyah bin Yazid, yang kemudian bangun malam untuk sholat
tahajjud, kemudian bersimpuh dan bermunajat kepada Allah SWT dengan diiringi
tangis nan memilukan. Do'anya kepada Allah SWT:
"Ya Allah! Engkau telah memerintahkan berjihad maka
akupun mencintainya. Kemudian Engkau tidak menjadikan untukku apa yang
menguatkanku dalam jihad ini, dan Engkau juga tidak menjadikan pada Rasulullah
(kendaraan) yang membawaku dalam jihad ini. Dengan ini aku bersedekah terhadap
setiap muslim dengan kedzaliman mereka yang menimpaku baik pada harta, jasad
dan kehormatan."
Paginya, seperti biasa ia berkumpul dengan sahabat lain. Rasulullah bertanya,
"Dimanakah orang yang bersedekah tadi malam?" Tak seorangpun sahabat
berdiri. "Mana orang yang bersedekah?" Tanya Rasulullah sekali lagi.
Maka berdirilah Ulyah bin Yazid dan menemui Rasulullah. Beliau berkata padanya,
"Bergembiralah, Demi Dzat yang jiwa itu berada dalam genggaman tangan-Nya,
sedekahmu telah ditulis pada zakat yang diterima." [Kutipan dari
Al-Bidayah wa An-Nihayah 5/5 dan disyahkan oleh Albani. Lihat Fiqhus Sirah:
439]
SubhanalLaah! Dengan ungkapan yang dalam ini sahabat yang mulia memahami
universalitas makna sadaqah, yang boleh jadi telah diabaikan oleh mayoritas
kaum muslimin. Meraka membatasi pemahaman sadaqah hanya pada harta semata tanpa
menoleh pada makna yang luas dalam syari'ah.
Rasulullah SAW telah menyebutkan beberapa macam sadaqah dalam sebuah sabdanya:
"Atas setiap persendian kalian sadaqah, setiap tasbih adalah sadaqah,
setiap tahmid adalah sadaqah, setiap tahlil adalah sadaqah. Semuanya
itu dibalas seperti balasan bagi amal dua raka'at dari
sholat dhuha." (HSR. Muslim: 720). Biasanya sadaqah semacam ini mudah
dilaksanakan dan ringan di jiwa.
Sesungguhnya sahabat yang mulia ini, Ulyah bin Yazid, bersedekah dengan perkara
yang sulit bagi jiwa. Ia melepaskan dan mundur dari haknya atas kedzaliman yang
menimpa pada hartanya yang dirampas tanpa dasar kebenaran dan tidak
dikembalikan kepadanya; atau pada jasadnya yang disakiti tanpa dasar yang
benar; atau pada kehormatan yang dihasud tanpa bukti; atau dituduh padahal ia
bebas darinya; atau dihina, dicela tanpa alasan jelas dan benar. Alangkah
agungnya sadaqah seperti ini yang tidak banyak orang yang mampu melaksanakannya.
Karena agungnya sadaqah macam ini, Rasululah SAW memberikan khabar gembira,
bahwasanya ia diterima sebagai zakat. Maka siapakah diantara kita yang mampu
bersedekah seperti ini?
Waqafat Tarbawiyah Fii As-Siirah An-Nabawiyyah (Rambu-rambu Tarbiyah dalam
Sirah Nabawiyah)