Apa
yang menjadi rahasia kesuksesan tarbiyah?
Yang
pertama dan paling utama, adalah istiqamah. Yang menghiasi jiwa para murobbi
dan mad'u atau mutarobbi dalam melewati putaran roda da'wah adalah istiqamah
dalam hidayah, istiqamah dalam keikhlasan, istiqamah dalam kesabaran. Inilah
hal terberat bagi setiap da'i dan bahkan nabi. Ayat yang membuat nabiyullah
Muhammad SAW beruban rambutnya, adalah perintah untuk istiqamah. "Maka
istiqamahlah (kamu) sebagaimana yang Aku perintahkan…" (Qs. Hud: 112).
Dan
inti dari istiqamah adalah kesabaran. "Dan bersabarlah kamu bersama-sama
dengan orang-orang yang menyeru Rabb-Nya di pagi dan senja hari, dengan
mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
(karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan jangan-lah kamu
mengikuti orang yang hatinya felah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta
menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas." (Qs.
Al-Kahfi: 28).
Dalam
perjalanan panjang da'wah dan tarbiyah ini, istiqamah dibangun melalui tarbiyah
imaniyah yang terus-menerus, baik secara jama'i (bersama) maupun dzati
(mandiri). Liqo tarbawi sangat dipenuhi dengan suasana ruhiyah dan peribadahan,
dan berbagai aktifitas jama'i untuk peningkatan sensitivitas ruhiyyah dan
tazkiyatun-nafs (pembersihan jiwa) dilakukan secara periodik dan konsisten.
Kemudian, ditopang oleh suasana saling menasehati dalam kebenaran, dalam
kesabaran dan dalam kasih-sayang.
Rahasia
sukses kedua adalah disiplin dalam tanggung-jawab (indibath
bil-mas'uliyah). Pada masa-masa lalu kita akan menemukan seorang
mutarobbi yang sangat menyesal dan memiliki rasa bersalah yang dalam, ketika
datang terlambat ke liqo. Atau ketika ia udzur
(berhalangan), esok harinya ia sibuk mendatangi saudaranya yang lain hanya
untuk menyalin materi yang diberikan. Juga begitu banyak para Murabbi yang
meninggalkan berbagai urusan pribadi dan keluarganya, karena ia harus mengisi
liqo yang secara rutin dilakukan.
"Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan
yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu
sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad
di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." (Qs.
At-Taubah: 24).
Membolos
bagi seorang murabbi, sepertinya melemparkan sebuah amanah sebesar gunung Uhud.
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul, dan janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui." (Qs. Al-Anfal: 27).
Bila kita menemukan ada Mutarabbi yang punya ongkos pas-pasan untuk hadir
dalam liqo atau halaqah, tidak sedikit kita temukan, Murabbi yang harus pulang
berjalan kaki – karena tidak tersisa lagi uang satu sen pun. Bukan
karena para Mutarabbi tidak membantu, tetapi bahkan sang Murabbi tidak pernah
menampilkan wajah dirinya sedang mengalami kesulitan di hadapan para
mutarabbinya.
"…
orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena (mereka) memelihara
diri dari meminta-minta…" (Qs. Al-Baqarah: 272).
Tanggungjawab
yang berangkat dari kesadaran akan amanah da'wah ini, menjadi tradisi yang
diwariskan para Murabbi kepada mutarabbinya. Nyatanya, semakin mereka disiplin
pada tanggung-jawab da'wah dan tarbiyah, semakin Allah memudahkan semua urusan
mereka. Dan bahkan, seringkali Allah menganugerahkan jalan keluar yang tidak
disangka-sangka atas berbagai kesulitan yang dihadapi.
"Dan
bersabarlah, karena Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang orang yang berbuat
kebaikan." (Qs. Huud: 115).
Rahasia
ketiga, adalah kemenyeluruhan dalam peran tarbiyah (at-takamuliyah
fi daur at-tarbawi). Seorang Murabbi atau Murabbiyah –
ketika mentarbiyah mutarabbinya – tidak hanya memerankan diri sebagai seorang
guru ( muwajjih) yang menyampaikan ilmu-ilmu Islam.
Tetapi pada saat bersamaan, ia menjadi seorang syaikh/ustadz dalam memelihara
dan meningkatkan ruhiyah dan ma'nawiyah
mutarabbi-nya. Ketika menghadapi masalah-masalah yang dialami sang mutarabbi,
ia menjadi bapak atau ibu (walid) bagi mutarabbi-nya. Dengan penuh kasih-sayang
dan kesabaran, ia membimbing sang anak untuk mampu menyelesaikan
persoalan-persoalannya. Memuji keberhasilannya dan memotivasi untuk bangkit
dari kegagalannya. Ketika berada di medan da'wah dan amal jama'i, ia berperan
sebagai pemimpin yang ikhlas, bijak dan juga tegas. Ia tahu kapan harus
berdiskusi dan kapan harus instruksi. Ia buka ruang partisipasi dan syura
(musyawarah) untuk menghasilkan yang terbaik. Ia senantiasa mengambil keputusan
setelah memohon taufiq dan hidayah dari Allah SWT. Dan ketika ia sedang rihlah
(jalan-jalan/tamasya) atau dalam suasana santai dengan para mutarabbi-nya, ia
menjadi teman bicara dan bermain yang mengasyikkan.
Kemenyeluruhan
peran-peran tarbiyah inilah yang telah menghasilkan kader-kader terbaik dari
kalangan sahabat-sahabat Rasul Saw (as-sabiqunal awalun)
dan juga generasi berikutnya. Dengan ini, setiap mad'u atau Mutarabbi merasa
nyaman dalam rumah tarbiyah mereka, memiliki semangat penerimaan ( ruhul-istijabah)
yang kuat terhadap segala arahan dan bimbingan dari sang Murabbi tercinta.
Sehingga, sebentar saja ada di rumah tarbiyah, mereka mengalami perubahan
kepribadian yang cepat (qabil lit-taghyir )
dan selanjutnya mereka keluar dari rumah tarbiyah sebagai penyeru perubahan ke
arah kebaikan.
Demikianlah,
liqo/halaqoh tarbiyah menjadi sarana efektif untuk membangkitkan kesadaran umat
dan membalikkan orientasi hidup mereka. Halaqah ammah
(umum) dan halaqah khashshah
(khusus/liqo) menghiasi malam-malam dan siang, di mana ribuan spidol whiteboard
menuliskan kalimat-kalimat Islam setiap harinya. Sebuah irama yang terus
bergema tak pernah henti. Persis ungkapan nabi Nuh as: "Ya Rabbi,
sesungguhnya aku telah menda'wahi kaumku malam dan siang." (Qs. Nuh: 5).
Saat-saat
liqo tarbawi merupakan yang paling dirindukan. Rasa haus akan ilmu, kerinduan
bertemu sesama ikhwan atau akhwat, berbagi masalah dan pengalaman dengan sang
Murabbi atau murabbiyah, dan pulang kembali ke rumah dengan dada yang penuh
dengan keindahan iman dan kesempurnaan tawakal kepada Allah SWT.
Enam
hari berikutnya, adalah hari-hari da'wah dan tarbiyah. Sang Mutarabbi pada sisa
enam hari berikutnya menjelma sebagai Murabbi dan da'i bagi umat. Ilmu dan
pemahaman yang didapatkan dalam liqo tarbawi kemarin, telah menjadi terna
berbagai liqa'at tarbawi pada keesokan harinya. Merekalah sosok-sosok
Rabbaniyyun. "Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani. Karena kamu
selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya."
(Qs. Ali Imran: 79).
Tidak
ada keraguan sedikit pun untuk menyampaikan ilmu Islam kepada mad'u (obyek
da'wah). Meski usia mereka muda, bukan lulusan pesantren dan sebagian besar
belum menguasai bahasa Arab, namun ada " izzah"
(keyakinan dan kebanggaan) akan fikrah Islam yang mereka miliki. Ada "hamasah"
(semangat menggelora) untuk mengamalkan Islam dan menyerukannya kepada orang
lain. Dan ada "ghirah "
(kecemburuan dan semangat pembelaan) terhadap Islam yang diabaikan oleh
ummat-nya sendiri. Inilah tiga unsur yang menghiasi militansi tarbiyah dan
da'wah mereka pada tingkat individu. Izzah, hamasah
dan ghirah Islamiyah. Ketiga hal
ini tidak lahir kecuali dari mata air keimanan yang jernih, lautan pemahaman
yang luas dan gelombang keikhlasan yang tidak pernah surut. Militansi individu
semakin diperkokoh dengan semangat keterikatan ( ruhul-irtibath)
antar anggota dalam sebuah halaqah, semangat persaudaraan (ruhul-ukhuwah)
yang terpancar dari cahaya wajah-wajah yang mudah saling mengenali, walaupun
belum pernah berjumpa sebelumnya. Serta semangat kerjasama ( ruhul
amal-jama'i) untuk menopang berbagai tanggungjawab dan beban da'wah
melalui semangat saling memberi dan berkorban. Semua ini menjadikan himpunan
mereka sebagai bangunan yang kokoh dan saling menopang (al-bunyan
al-marshush ). Firman Allah: "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur rapi, seakan-akan mereka
seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh". (Qs. As-Shaf: 4).
Wallahu'alam
bishowab
dari
buku 'Tarbiyah Menjawab Tantangan'
Baca juga: Khutbah Jumat: Empat Nilai Dasar Beragama