Puasa yang telah kita lakukan selama sepuluh hari di
bulan Ramadhan ini, tidak lain tujuannya adalah dalam rangka menjadikan
orang-orang beriman menjadi muttaqin; meraih predikat taqwa. Sebagaimana firman
Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertaqwa. (QS. Al-Baqarah : 183)
Bagaimanakah karakter muttaqin atau orang yang bertaqwa itu? Salah
satunya adalah sedikit tidur di malam hari.
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ *
آَخِذِينَ مَا آَتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ *
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam
taman-taman (surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian
Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang
berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam.
(QS. Adz-Dzariyat : 15-17)
Ketika menjelaskan ayat ketujuh belas ini dalam Fii Zhilaalil Qur'an,
Sayyid Qutb berkata: "Mereka itulah yang bangun di penghujung malam
tatkala orang-orang terlelap. Mereka menghadapkan dirinya kepada Allah dengan
memohon ampunan dan kasih sayang-Nya. Mereka tidak merasakan nikmatnya terlelap
kecuali sejenak dan tidak tidur pada malam hari kecuali sebentar. Mereka asyik
bersama Rabbnya di keheningan malam"
Jelaslah, bahwa sedikit tidur di waktu malam itu bukan untuk begadang, juga
tidak sama dengan orang kerja shif tiga. Tetapi sedikit tidur malam karena
mengerjakan shalat malam, qiyamul lail. Puasa yang hendak meraih derajat taqwa,
juga berupaya mencapai karakternya. Sehingga kita lihat, ada pembiasaan qiyamul
lail selama bulan Ramadhan, terutama melalui shalat tarawih.
Karena sangat eratnya qiyamul lail dengan shalat tarawih, Imam Nawawi dalam Riyadhus
Shalihin menyandingkan bab keutamaan shalat malam dengan bab shalat tarawih,
tanpa ada bab lain yang memisahkan keduanya. Dalam bab shalat tarawih itu, ada
dua hadits yang dicantumkan oleh Imam Nawawi. Keduanya menggunakan istilah yang
sama: Qiyamu Ramadhan.
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa yang qiyam Ramadhan, karena iman dan mengharapkan pahala (dari
Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (Muttafaq 'alaih)
Sedangkan hadits kedua, sebelum lafadz itu ada tambahan dari Abu Hurairah:
يُرَغِّبُ فِى قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ
أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ
Rasulullah sangat menganjurkan shalat tarawih, tetapi
tidak mewajibkannya. (HR. Muslim)
Ketika menjelaskan hadits ini, Dr. Mushtofa Al-Bugho bersama empat ulama
lainnya dalam kitab Nuzhatul Muttaqin mengatakan: "Hadits ini
menekankan sunah shalat tarawih... shalat tarawih dilakukan secara berjamaah
oleh Rasulullah hanya pada tiga hari pertama, lalu dihentikan Rasulullah karena
beliau khawatir akan menjadi wajib. Lalu dilakukan secara berjamaah lagi pada
masa pemerintahan Umar r.a. dengan mendapat persetujuan para ulama zaman itu.
Dengan demikian, shalat tarawih juga berfungsi sebagai upaya pembiasaan. Bukan
berarti banyaknya shalat yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan begitu saja
kita tinggalkan selepas Ramadhan. Tidak berbekas. Jangan sampai ketika di bulan
Ramadhan kita sudah menunaikan shalat tarawih setelah Isya' lalu shalat tahajud
sebelum atau sesudah sahur, tiba-tiba di bulan Syawal dan bulan-bulan
selanjutnya nanti kita terlelap dalam tidur panjang tanpa qiyamul lail sama
sekali. Jika begitu halnya, bisa dikatakan puasa kita gagal. Sebab puasa hendak
menjadikan pelakunya menjadi bertaqwa, dan salah satu karakter orang yang
bertaqwa adalah sedikit tidur di waktu malam karena menunaikan qiyamul lail.
Begitu banyak keutamaan qiyamul lail yang telah dijelaskan oleh Rasulullah SAW
dalam hadits-hadits beliau. Bahkan beliau adalah orang yang paling perhatian
terhadap qiyamul lail. Semakin besar beban dakwah, semakin meningkat qiyamul lail.
Semakin besar tantangan hidup, semakin meningkat qiyamul lail. Semakin tinggi
derajat, semakin giat qiyamul lail. Itu yang hendak beliau sampaikan kepada
umatnya, sehingga meskipun sudah diampuni dosa-dosanya, beliau tetap luar biasa
dalam melaksanakan qiyamul lail sampai kaki beliau bengkak karenanya. Ketika
Aisyah menanyakan itu, beliau menjawab:
يُرَغِّبُ فِى قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ
أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ
Apakah aku tidak suka menjadi hamba yang bersyukur? (HR. Bukhari Muslim)
Adapun keutamaan qiyamul lail yang tersirat dalam hadits quliyah beliau adalah
sebagai berikut:
1. Salah satu jalan menuju surge
Rasulullah SAW bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلاَمَ
وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ
بِسَلاَمٍ
Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan,
sambunglah silaturahim dan shalatlah kalian pada saat manusia tidur malam, maka
kalian akan masuk surga dengan tenang. (HR. Tirmidzi,
Ibnu Majah, dan Hakim)
2. Menaikkan Derajat di Surga
Bukan hanya sekedar masuk surga, orang yang ahli qiyamul
lail akan mendapatkan kamar-kamar yang istimewa. Derajat ini disediakan bagi
orang yang melaksanakan qiyamul lail.
إن في الجنة غرفا يرى ظاهرها من باطنها
وباطنها من ظاهرها أعدها الله لمن آلان الكلام وأطعم الطعام وتابع الصيام وصلى
بالليل والناس نيام
Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang luarnya
terlihat dari dalamnya dan dalamnya terlihat dari luarnya, Allah sediakan untuk
orang yang memberi makan, berkata lemah lembut, melanjutkan puasa, menebar
salam, dan shalat malam pada saat orang lain sengan tidur.
(HR. Baihaqi, dishahihkan Al-Albani)
3. Kebiasaan orang-orang pilihan dan penghapus dosa
Keutamaan qiyamul lail berikutnya adalah, bahwa amalan
ini merupakan amal orang-orang pilihan, orang-orang shalih. Qiyamul lail
mendekatkan pelakunya kepada Allah, penutup kesalahan dan dosa.
عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ
دَأْبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمَكْفَرَةٌ
لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ
Lakukanlah shalat malam karena ia adalah kebiasaan
orang-orang shalih sebelum kalian, ia pendekat kepada Rabbmu, penutup kesalahan
dan pencegah dosa. (HR. Tirmidzi, dihasankan oleh
Al-Albani)
4. Shalat paling utama setelah shalat fardhu
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ
الْمَكْتُوبَةِ الصَّلاَةُ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ
Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam (HR.
Muslim)
5. Banyaknya ayat Al-Qur'an yang dibaca ketika qiyamul lail menjadi penentu
derajat seseorang di sisi Allah
Semakin lama atau panjang shalat seseorang, yakni dengan
memperlama berdiri karena panjangnya ayat yang dibaca, semakin tinggi derajat
seseorang di sisi Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
مَنْ قَامَ بِعَشْرِ آيَاتٍ لَمْ يُكْتَبْ
مِنَ الْغَافِلِينَ وَمَنْ قَامَ بِمِائَةِ آيَةٍ كُتِبَ مِنَ الْقَانِتِينَ
وَمَنْ قَامَ بِأَلْفِ آيَةٍ كُتِبَ مِنَ الْمُقَنْطَرِينَ
Barangsiapa yang shalat (malam) dengan membaca sepuluh
ayat maka tidak dicatat sebagai orang yang lalai. Barangsiapa yang shalat
dengan membaca seratus ayat maka dicatat sebagai orang yang taat. Barangsiapa
yang shalat dengan membaca seribu ayat maka dicatat sebagai muqanthirin (orang
yang dapat pahala sebesar satu qinthar). (HR. Abu Dawud,
dishahihkan oleh Al-Albani)
Semoga keutamaan qiyamul lail di atas semakin memotivasi kita untuk
melaksanakan qiyamul lail. Bermula dari pembiasaan di bulan Ramadhan, semoga
kita istiqamah qiyamul lail di bulan-bulan berikutnya. Wallaahu a'lam bish
shawab.
Baca juga: Tehnik Menghafal dan Murajaah Al Quran