Dakwah
merupakan kewajiban setiap muslim. Sebagai dai tentu saja kita ingin mencapai
kesuksesan dalam mencapai tugas dakwah. Salah satu bentuk keberhasilan dalam
dakwah adalah berubahnya sikap kejiwaan seseorang. Dari tidak cinta Islam
menjadi cinta, dari tidak mau beramal saleh menjadi giat melakukannya, dari
cinta kemaksiatan menjadi benci dan tertanam dalam jiwanya rasa senang terhadap
kebenaran ajaran Islam, begitulah seterusnya.
Karena dakwha
bermaksud mengubah sikap kejiwaan seorang mad'ú
(objek dakwah), maka pengetahuan tentang psikologi dakwah menjadi sesuatu yang
sangat penting. Dengan pengetahuan tentang psikologi dakwah ini, diharapkan
kita dapat melaksanakan tugas dakwah dengan pendekatan kejiwaan. Rasul Saw.
Dalam dakwahnya memang sangat memperhatikan tingkat kesiapan jiwa orang yang
didakwahinya dalam menerima pesan-pesan dakwah.
Pengertian
Secara harfiah,
psikologi artinya ‘ilmu jiwa’ berasal dari kata yunani psyce ‘jiwa’ dan logos ‘ilmu’.
Akan tetapi yang dimaksud bukanlah ilmu tentang jiwa. Psikologi adalah ilmu
yang mempelajari tingkah laku manusia sebagai gambaran dari keadaan jiwanya.
Adapun dakwah merupakan usaha mengajak manusia agar beriman kepada Allah SWT
dan tunduk kepada-Nya dalam kehidupan di dunia ini, dimanapun ia berada dan
bagaimana pun situasi serta kondisinya.
Dengan
demikian, psikologi dakwah adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia
yang merupakan gambaran dari kejiwaannya guna diarahkan kepada iman takwa
kepada Allah SWT. Bila disederhanakan bisa juga dengan pengertian, dakwah
dengan pendekatan kejiwaan.
SIKAP MENTAL
DAI
Di atas sudah
disebutkan bahwa dakwah merupakan usaha mengubah sikap kejiwaan seseorang dari
tidak islami kepada sikap yang islami. Untuk itu, orang yang berdakwah harus
memiliki sikap mental yang baik dan ini harus bertul-betul terealisasi dalam
kehidupannya sehari-hari. Sikap mental ini antara lain sebagai berikut:
(1) Memiliki kecintaan kepada ajaran Islam, sehingga dalam
kapasitasnya sebagai dai, seorang telah merealisasikan pesan-pesan dakwahnya
dalam kehidupan nyata. Bila tidak, terdapat hambatan psikologis untuk
diterimanya pesan-pesan dakwah oleh madú,
bahkan bisa mengakibatkan hilangnya kewibawaan sebagai dai dan di hadapan Allah
SWT, ia mendapatkan kemurkaan-Nya. Allah SWT berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman,
kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?” (As-Shaff:2)
(2) Lemah lembut kepada madú-nya
agar mereka senang dan mau menerima pesan-pesan dakwah serta mengikuti
jalannya. Bila bersikap sebaliknya, yakni bengis dan kasar, kemungkinan besar
yang terjadi adalah dai dijauhi madú
nya. Ini pula yang dicontohkan oleh Rasul Saw dalam berbagai peristiwa,
sehingga mereka yang semula memusuhi berubah menjadi pendukung-pendukung yang
setia.
(3) Bersikap sabar dan optimis dalam dakwah
(4) Menggunakan cara yang baik dan benar dalam berdakwah,
sehingga secara psikologis dakwah akan mendapat simpati mereka yang semula
tidak suka dan tidak ada alasan untuk menuduh para dai dengan tuduhan yang
tidak benar.
DAKWAH
PSIKOLOGIS
Dakwah
psikologis atau dakwah yang dilakukan dengan pendekatan jiwa memang sangat
penting, turunnya ayat Al Quran secara
bertahap merupakan suatu bukti bahwa pendekatan kejiwaan merupakan sesuatu yang
tidak boleh diabaikan, begitu pula dengan berbagai peristiwa dakwah yang
dialami oleh Rasul Saw. Mislanya dalam turunnya ayat dilarangnya minum khamar,
Allah membuat tiga tahapan:
- peringatan tentang mudharat-nya
(Qs. 2: 219)
- pelarangan sholat dalam keadaan mabuk (
- perintah menjauhi khamar (5:90)
Contoh dalam
Dakwah Nabi
Dalam kaitannya
dengan pelaksanaan dakwah, ada beberapa contoh dari Rasul Saw yang menggunakan
pendekatan kejiwaan, antara lain sebagai berikut:
1.
Menyampaikan
ajaran Islam dengan cara yang mudah dipahami dan dihayati di dalam jiwa
Misalnya
: ketika seorang yang suka berzina sementara ia punya istri dan menyatakan
masuk Islam, tetapi tetap ingin berzina, maka Rasulullah hanya menyuruh orang
tersebut bersikap jujur.
2.
Bersikap lentur
selama tidak menurunkan martabat kebenaran. Seperti yang dilakukan Musa dan
Harun dengan tetap menghormati Firáun sebagai ayah yang mengangkat Musa a.s
3.
Tidak menghina
sesembahan selain Allah yang dilakukan orang-orang yang didakwahi. Hal ini
hanya akan menyebabkan orang tersinggung perasaannya meskipun ia tahu yang
dilakukannya adalah salah. (QS. 6:108)
4.
Mempertimbangkan
kapasitas penerima dakwah, sesuai dengan diturunkannya Al Quran secara bertahap. (Qs. 13:106)
5.
Menggunakan
bahawa kaum yang didakwahi, sehingga pesan-pesan dakwah lebih mudah dan lebih
cepat diterima. (Qs. 14:4)
6.
Berbicara
sesuai dengan tingkat berfikir orang yang didakwahi. Berbicara kepada anak-anak
tentu berbeda dengan bicara kepada dewasa. Begitu juga dengan berbicara kepada
remaja tentu berbeda dengan kepada anak kecil.
7.
Berbicara
dengan ungkapan-ungkapan yang padat makna, sebab berbicara yang bertele-tele
tidak hanya menjenuhkan pemikiran, tetapi juga menyebabkan orang tidak simpati
dan menimbulkan kelelahan jiwa.
8. Guna menyentuh
hati dan perasaan orang yang didakwahi, Rasul menyampaikan pesan dakwah dengan
emosi dan semangat yang tinggi sesuai dengan tema pembicaraannya.
9.
Menyampaikan
pesan dengan menyentuh langsung perasaan orang yang didakwahi.
Baca juga: Khutbah Jumat: Musibah Kebencanaan Bukan dari Allah Swt