Diantara rangkaian
ibadah-ibadah dalam bulan suci Ramadhan yang dangat dipelihara sekaligus
diperintahkan (dianjurkan ) oleh Rasulullah SAW adalah i'tikaf. setiap muslim
dianjurkan (disunnatkan) untuk beri'tikaf di masjid, terutama pada 10 hari
terakhir bulan Ramadhan. I'tikaf merupakan sarana meditasi dan kontemplasi yang
sangat efektif bagi muslim dalam memelihara keislamannya khususnya dalam era
globalisasi, materialisasi dan informasi kontemporer.
Definisi
I'tikaf
Para ulama mendefinisikan i'tikaf yaitu berdiam atau
tinggal di masjid dengan adab-adab tertentu, pada masa tertentu dengan niat
ibadah dan taqorrub kepada Allah SWT . Ibnu Hazm berkata: I'tikaf adalah
berdiam di masjid dengan niat taqorrub kepada Allah SWT pada waktu tertentu
pada siang atau malam hari. ( al Muhalla V/179)
Hukum I'tikaf
Para ulama telah berijma' bahwa i'tikaf khususnya 10 hari
terakhir bulan Ramadhan merupakan suatu ibadah yang disyariatkan dan
disunnatkan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW sendiri senantiasa beri'tikaf
pada bulan Ramadhan selama 10 hari. A'isyah, Ibnu Umar dan Anas ra
meriwayatkan: "Adalah Rasulullah SAW beri'tikaf pada 10 hari terakhir
bulan Ramadhan " HR. Bukhori & Muslim) Hal ini dilakukan oleh beliau
hingga wafat, kecuali pada tahun wafatnya beliau beri'tikaf selama 20 hari.
Demikian halnya para shahabat dan istri beliau senantiasa melaksanakan ibadah
yang amat agung ini. Imam Ahmad berkata: " Sepengetahuan saya tak seorang
pun ulama mengatakan i'tikaf bukan sunnat".
Fadhilah (
keutamaan ) I'tikaf
Abu Daud pernah bertanya kepada Imam Ahmad: Tahukan anda
hadits yang menunjukkan keutamaan I'tikaf? Ahmad menjawab : tidak kecuali
hadits lemah. Namun demikian tidaklah mengurangi nilai ibadah I'tikaf itu
sendiri sebagai taqorrub kepada Allah SWT. Dan cukuplah keuatamaanya bahwa
Rasulullah SAW, para shahabat, para istri Rasulullah SAW dan para ulama'
salafus sholeh senantiasa melakukan ibadah ini.
Macam-macam
I'tikaf
I'tikaf yang disyariatkan ada dua macam; satu sunnah, dan
dua wajib. I'tikaf sunnah yaitu yang dilakukan secara sukarela semata-mata
untuk bertaqorrub kepada Allah SWT seperti i'tikaf 10 hari terakhir bulan
Ramadhan. Dan I'tikaf yang wajib yaitu yang didahului dengan nadzar (janji),
seperti : "Kalau Allah SWT menyembuhkan sakitku ini, maka aku akan
beri'tikaf.
Waktu I'tikaf
Untuk i'tikaf wajib tergantung pada berapa lama waktu
yang dinadzarkan , sedangkan i'tikaf sunnah tidak ada batasan waktu tertentu.
Kapan saja pada malam atau siang hari, waktunya bisa lama dan juga bisa
singkat. Ya'la bin Umayyah berkata: " Sesungguhnya aku berdiam satu jam di
masjid tak lain hanya untuk i'tikaf".
Syarat-syarat
I'tikaf
Orang yang i'tikaf harus memenuhi kriteria-kriteria
sebagai berikut :
1.
Muslim.
2.
2. Berakal
3.
Suci dari janabah ( junub), haidh dan nifas.
Oleh karena itu
i'tikaf tidak diperbolehkan bagi orang kafir, anak yang belum mumaiyiz (mampu
membedakan), orang junub, wanita haidh dan nifas.
Rukun-rukun
I'tikaf
1.
Niat (QS. Al
Bayyinah : 5), (HR: Bukhori & Muslim tentang niat)
2.
Berdiam di
masjid (QS. Al Baqoroh : 187)
Disini ada dua pendapat ulama tentang masjid tempat i'tikaf . Sebagian
ulama membolehkan i'tikaf disetiap masjid yang dipakai shalat berjama'ah lima
waktu. Hal itu dalam rangka menghindari seringnya keluar masjid dan untuk
menjaga pelaksanaan shalat jama'ah setiap waktu. Ulama lain mensyaratkan agar
i'tikaf itu dilaksanakan di masjid yang dipakai buat shalat jum'at, sehingga
orang yang i'tikaf tidak perlu meninggalkan tempat i'tikafnya menuju masjid
lain untuk shalat jum'at. Pendapat ini dikuatkan oleh para ulama Syafi'iyah
bahwa yang afdhol yaitu i'tikaf di masjid jami', karena Rasulullah SAW i'tikaf
di masjid jami'. Lebih afdhol di tiga masjid; masjid al-Haram, masjij Nabawi,
dan masjid Aqsho.
Awal dan akhir I'tikaf
Khusus i'tikaf Ramadhan waktunya dimulai sebelum terbenam
matahari malam ke 21. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW : " Barangsiapa
yang ingin i'tikaf dengan ku, hendaklah ia beri'tikaf pada 10 hari terakhir
Ramadhan (HR. Bukhori). 10 (sepuluh) disini adalah jumlah malam, sedangkan
malam pertama dari sepuluh itu adalah malam ke 21 atau 20. Adapun waktu
keluarnya atau berakhirnya, kalau i'tikaf dilakukan 10 malam terakhir, yaitu
setelah terbenam matahari, hari terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi beberapa
kalangan ulama mengatakan yang lebih mustahab (disenangi) adalah menuggu sampai
shalat ied.
Hal-hal
yang disunnahkan waktu i'tikaf
Disunnahkan
agar orang yang i'tikaf memperbanyak ibadah dan taqorrub kepada Allah SWT ,
seperti shalat, membaca al-Qur'an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar,
shalawat kepada Nabi SAW, do'a dan sebagainya. Termasuk juga didalamnya
pengajian, ceramah, ta'lim, diskusi ilmiah, tela'ah buku tafsir, hadits, siroh
dan sebagainya. Namun demikian yang menjadi prioritas utama adalah
ibadah-ibadah mahdhah. Bahkan sebagian ulama meninggalkan segala aktifitas
ilmiah lainnya dan berkonsentrasi penuh pada ibadah-ibadah mahdhah.
Hal-hal yang diperbolehkan bagi mu'takif (orang yang beri'tikaf)
1.
Keluar dari
tempat i'tikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW terhadap istrinya Shofiyah ra. (HR. Riwayat Bukhori Muslim)
2.
Menyisir atau
mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan.
3.
Keluar dari
tempat keperluan yang harus dipenuhi, seperti membuang air besar dan kecil,
makan, minum (jika tidak ada yang mengantarkannya), dan segala sesuatu yang
tidak mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali setelah
menyelesaikan keperluanya .
4.
Makan, minum,
dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid.
Hal-hal yang membatalkan I'tikaf
1.
Meninggalkan
masjid dengan sengaja tanpa keperluan, meski sebentar, karena meninggalkan
salah satu rukun i'tikaf yaitu berdiam di masjid.
2.
Murtad ( keluar
dari agama Islam ) (QS. 39: 65
3.
Hilangnya akal,
karena gila atau mabuk
4.
Haidh
5.
Nifas
6.
Berjima'
(bersetubuh dengan istri) (QS. 2: 187). Akan tetapi memegang tanpa syahwat,
tidak apa-apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri- istrinya.
7.
Pergi shalat
jum'at ( bagi mereka yang membolehkan i'tikaf di mushalla yang tidak dipakai
shalat jum'at)
I'tikaf bagi Muslimah
I'tkaf disunnahkan bagi wanita sebagaimana disunnahkan
bagi pria. Selain syarat-syarat yang disebutkan tadi, i'tikaf bagi kaum wanita
harus memenuhi syarat-syarat lain sbb:
1. Mendapat izin
(ridlo) suami atau orang tua. Hal itu disebabkan karena ketinggian hak suami
bagi istri yang wajib ditaati, dan juga dalam rangka menghindari fitnah yang
mungkin terjadi.
2.
Agar tempat
i'tikaf wanita memenuhi kriteria syari'at.
Kita telah mengetahui bahwa salah satu rukun atau syarat
i'tikaf adalah masjid. Untuk kaum wanita, ulama sedikit berbeda pendapat
tentang masjid yang dapat dipakai wanita beri'tikaf. Tetapi yang lebih afdhol-
wallahu 'alam- ialah tempat shalat di rumahnya. Oleh karena bagi wanita tempat
shalat dirumahnya lebih afdhol dari masjid wilayahnya. Dan masjid di wilayahnya
lebih afdhol dari masjid raya. Selain itu lebih seiring dengan tujuan umum
syari'at Islamiyah, untuk menghindarkan wanita semaksimal mungkin dari tempat
keramaian kaum pria, seperti tempat ibadah di masjid. Itulah sebabnya wanita
tidak diwajibkan shalat jum'at dan shalat jama'ah di masjid. Dan seandainya ke
masjid ia harus berada di belakang. Kalau demikian, maka i'tikaf yang justru
membutuhkan waktu lama di masjid , seperti tidur, makan, minum, dan sebagainya
lebih dipertimbangkan. Ini tidak berarti i'tikaf bagi wanita tidak diperboleh
di masjid. Wanita bisa saja i'tikaf di masjid dan bahkan lebih afdhol apabila
masjid tersebut menempel dengan rumahnya, jama'ahnya hanya wanita, terdapat
tempat buang air dan kamar mandi khusus dan sebagainya. Wallahu 'alam.
Baca juga: Khutbah Idul Fitri Berbahasa Jawa; Bandha Namung Titipan