“Jika anda menghadiri
majelis ilmu maka janganlah kamu hadir kecuali kehadiranmu itu untuk menambah
ilmu dan memperoleh pahala, dan bukannya kehadiranmu itu dengan merasa cukup
akan ilmu yang ada padamu, mencari-cari kesalahan (dari pengajar) untuk menjelekkannya.
Karena ini adalah perilaku orang-orang yang tercela, yang mana orang-orang
tersebut tidak akan mendapatkan kesuksesan dalam ilmu selamanya.
Maka jika anda
menghadiri majelis ilmu sesuai dengan apa yang telah kami sebutkan, maka
tetapilah tiga hal ini dan tidak ada keempatnya :
Pertama :
Bersikap diamlah engkau
seperti diamnya orang yang bodoh
Kedua :
Engkau bertanya seperti
bertanya-nya seorang yang ingin belajar.
Dan bentuk pertanyaan
orang yang belajar adalah bertanya tentang apa yang tidak ia ketahui dan
bukannya bertanya tentang apa yang ia ketahui. Karena menanyakan apa yang telah
kamu ketahui adalah pertanda lemahnya dan kurangnya akal serta menyibukkan
gurumu dengan perkataanmu, menghabiskan waktumu dengan sesuatu yang tidak
berfaedah. Jika orang yang engkau bertanya kepadanya telah menjawab
pertanyaanmu dan telah mencukupi, maka berhentilah dari pembicaraan. Dan jika
ia belum mencukupi dalam menjawab pertanyaanmu atau menjawab pertanyaanmu
sedang engkau belum faham, maka katakanlah : “Saya belum faham”, dan mintalah
tambahan penjelasan darinya. Dan jika ia tidak menambah jawabannya dan diam,
atau mengulangi penjelasannya seperti yang pertama kali dan tidak ada tambahan,
maka tahanlah dirimu dari bertanya kepadanya, kalau tidak demikian maka engkau
akan memperoleh (akibat) yang jelek dan permusuhan, dan tidaklah engkau
mendapat apa yang engkau harapkan berupa tambahan penjelasan.
Ketiga :
Mungkin engkau seorang yang duduk dalam majelis ilmu dan memaparkan seperti
orang alim, dan keadaan yang demikian itu adalah engkau membantah jawabannya
dengan jawaban yang jelas, maka jika tidak demikian keadaannya ada padamu, dan
tidak ada padamu kecuali pengulangan perkataanmu, atau penentangan yang mana
musuhmu tidak melihatnya sebagai penentangan, maka tahanlah dirimu, karena
engkau tidak akan memperoleh dalam pengulangan itu tambahan dan tidak juga
belajar.
Dan jika datang kepadamu
suatu perkataan, atau engkau mengkritik suatu perkataaan dalam suatu kitab,
maka hati-hatilah engkau dari menghadapinya dengan sikap marah yang timbul dari
sikap berlebih-lebihan, sebelum engkau yakin tentang kebatilannya dengan bukti
yang pasti, dan juga janganlah engkau menghadapinya sebagaimana menghadapnya
orang yang membenarkan, berbuat baik kepadanya, sebelum engkau mengetahui
kebenarannya, sehingga akhirnya berarti kamu berbuat dhalim terhadap dirimu
dalam kedua bentuk, atau engkau akan jauh dari mendapatkan kebenaran, akan
tetapi hadapilah ia sebagaimana orang yang bersih hati dari permusuhan
dengannya, dan condong kepadanya, karena engkau jika melakukan hal ini akan
mendapatkan pahala yang banyak, dan pujian yang banyak, dan keutamaan yang
merata.
Penulis dalam tulisan ini menasihati orang yang menghadiri majelis ilmu agar
menfokuskan tujuannya untuk memperoleh pengetahuanh yang baru dan ganjaran
pahala dari Allah, bukan mencari kesalahan yang disengaja untuk
dibesar-besarkan atau kesalahan yang jarang (terjadi dari orang alim itu) untuk
disebarluaskan. Karena sikap yang terakhir disebut ini adalah perangai orang
yang tercela yang tidak akan memperoleh keuntungan dalam ilmu.
Penjelasan
Dalam menghadiri majelis ilmu manusia terbagi menjadi tiga macam :
1. Seorang yang jahil (bodoh) yang hanya mendengar dengan seksama.
2. Seorang penuntut ilmu yang bertanya tentang sesuatu yang belum diketahuinya
dan dia merasa cukup dengan jawaban yang memuaskan, jika kurang puas ia meminta
tambahan jawaban dengan tidak mengulangi (permintaan jawaban tersebut), karena
sikap tersebut dapat menimbulkan permusuhan diantara para penuntut ilmu.
3. Seorang alim yang
senantiasa mengulangi dan membandingkan (suatu masalah) dengan dalil dan bukti,
jika tidak memiliki dalil maka ia tidak perlu untuk membandingkannya, lalu ia
menasihati para pendengar dan pembaca agar bersikap netral, dia tidak membenarkan
setiap permasalahan dan tidak pula ditolaknya sebelum ia memeriksanya dengan
akal yang sehat, dengan demikian akan terwujud ilmu itu dan akan besar pahala
(yang diperoleh)
Maraji':
Diterjemahkan dari kitab silsilah ta'lim.