Menghitung Diri

 


Betapa cepatnya waktu bergulir, siang dan malam silih berganti tanpa kita sadari, berputar terus tanpa henti merenggut hari-hari dan umur kita. Bulan demi bulan terus berlalu seakan bagai mimpi, lewat dengan begitu cepat seperti seorang penyebrang jalan. Bahkan setahun pun tidak kita rasakan, padahal ia adalah kesempatan untuk persiapan menuju perjalanan yang jauh.., apa yang telah kita perbuat selama ini, ketaatan apa yang dapat kita persembahkan?Pahala dan kebaikan apa yang telah kita usahakan?


Setiap Orang akan Mendapati Apa yang Ia Kerjakan

Walaupun kita telah lupa terhadap apa yang kita lakukan di masa lalu, baik itu kebaikan maupun keburukan, namun itu semua terjaga dan tercatat dalam buku catatan amal. Dua malaikat pencatat (kiraman katibin) tak pernah lalai mengawasi gerak-gerik dan ucapan kita.

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. 50:18)



Tak ada satu kata yang diucapkan oleh anak Adam, kecuali ada pengawas yang selalu menulis dan menghitungnya, tidak ada yang terlewat walau hanya satu kalimat atau satu gerakan.

“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. 82: 10-12)


Kelak nanti di Hari Kiamat setiap orang akan melihat rekaman dari perbuatannya selama di dunia. Tak satu pun yang dapat mengelak, masing masing diliputi kegundahan dan rasa takut, kecuali orang-orang mukmin, maka mereka mendapatkan curahan rahmat dari Allah disebabkan ketaatan mereka kepada-Nya dan karena mereka selalu mengikuti Rasul-Nya.

“Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut.Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya.Pada hari itu, kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.(Allah berfirman) “Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguh-nya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan”. Adapun orang-orang yang beriman dan mengerja-kan amal yang saleh, maka Rabb mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga).Itulah keberuntungan yang nyata. (QS. 45:28-30)


Pada Hari Kiamat, orang-orang kafir dan ahli maksiat menunduk lesu, menyesali perbuatannya selama di dunia, mereka dalam keadaan hina dan ketakutan seraya menyeru kecelakaan atas diri mereka.

“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabbmu tidak meng-aniaya seorang jua pun.” (QS. 18:49)


Bersegeralah Sebelum Ajal Menjemput

Satu hal yang patut untuk kita renungi adalah, apa persiapan kita untuk menghadapi Hari Akhirat? Apakah kita telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melakukan berbagai amal yang dapat menyelamatkan kita dari huru-hara dan kedahsyatannya? Pernahkah kita menghitung diri atas apa yang telah kita ucapkan dan kita perbuat? Mari segera kita jawab sebelum datang waktunya bagi kita untuk mengucapkan,

“Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” Kemudian kita dapati jawaban, “Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitan.” (QS. 23:100)


Sungguh para salaf adalah orang-orang yang paling banyak melakukan ibadah, ketaatan dan amal shalih. Namun ternyata mereka tidak begitu saja mengandalkan amal perbu-atan mereka, bahkan mereka senan-tiasa merasa khawatir kalau-kalau apa yang mereka lakukan itu masih belum diterima oleh Allah, sehingga terus merasa kurang dalam beramal dan tak henti-hentinya memohon ampunan kepada Allah.


Coba kita perhatikan bagaimana Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam melakukan shalat hingga kedua kaki beliau bengkak, kemudian dalam sehari beliau beristighfar mohon ampunan kepada Allah lebih dari seratus kali.
Apakah beliau pernah bermaksiat kepada Allah sehingga harus mohon ampun sehari lebih dari seratus kali? Demi Allah beliau adalah manusia yang paling taat. Itu semua beliau lakukan tak lain karena muhasa-bah yang tiada henti, muraqabah dan sikap tawadlu’ yang sempurna kepada Allah, sehingga beliau terus bertaubat dan beristighfar kepada-Nya.Beliau tidak semata-mata mengandalkan kedudukannya yang mulia dan tinggi sebagai nabi, bahkan beliau sendiri menyatakan, ”Seseorang masuk Surga bukan semata-mata karena amalnya.” Para shahabat bertanya, ”Tidak pula engkau wahai Rasulullah? Beliau menjawab, ”Tidak juga aku, kecuali jika Allah mencurahkan kepadaku rahmat dan keutamaan-Nya.”

Jika seorang penghulu Nabi saja keadaannya seperti itu, maka bagaimana lagi dengan kita?Bagaimana mungkin kita merasa bangga dengan amal kita, bahkan kita sering banyak bergurau, bermain-main, padahal kita tidak tahu ke mana tempat kembali kita kelak di akhirat?

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada Hari Kiamat, maka tidaklah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan. (QS. 21:47)


Dalam ayat lain Allah juga berfirman,

“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. 3:30)


Allah akan memutuskan perkara-perkara di antara hamba-hamba-Nya, menghitung keseluruhan amal mereka tak satu pun yang ketinggalan dan Dia tidak akan menzhalimi hamba-Nya. Bahkan Dia memaafkan, mengampuni dan menyayangi, namun Dia juga menyiksa siapa saja yang dikehendaki dengan kebijaksanaan dan keadilan-Nya.

 


Setiap Kita Akan Ditanya

Karena dahsyatnya Hari Pembalasan, maka Allah memerintahkan hamba-Nya untuk selalu menghitung diri dan mempersiapkan hari depan, sehingga ketika datang kematian, maka ia tidak dalam keadaan lalai dan terlena. Dia berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 59:18)


Imam Ibnu Katsir berkata, “Mak-sudnya adalah hitunglah diri kalian sebelum nanti dihitung, lalu lihatlah apa yang telah kalian siapkan berupa amal shalih untuk bekal hari kepulanganmu dan menghadap Tuhanmu.”

Seorang mukmin harus selalu menghitung diri karena ia tahu bahwa kelak besok di hadapan Allah ia akan dihisab. Allah telah memberitahukan kepada kita, bahwa kita semua nanti akan ditanya tentang nikmat yang telah kita terima di dunia,
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu ).” (QS. 102:8)


Kita semua akan ditanya tentang nikmat itu, makan dan minum yang kita santap, harta benda, rumah, kendaraan dan pakaian, untuk apa semua itu dan bagaimana kita memperolehnya. Nabi n telah bersabda,
“Tak akan bergeser kaki seorang hamba, sehingga ia ditanya tentang empat hal; Tentang umurnya dihabiskan untuk apa, tentang ilmunya apa yang ia amal-kan dengan ilmu itu, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia
belanjakan, dan tentang badannya untuk apa ia gunakan”


Mari kita semua menjawabnya, tentunya dengan jawaban yang benar dan jujur, sebab perkara ini bukan perkara sepele dan main-main.Ini butuh keseriusan karena berkaitan dengan ujung nasib kita, surga atau neraka.
Salah seorang salaf berkata,” Andaikan Allah mengancamku, bahwa jika aku bermaksiat kepada-Nya, maka Dia akan memenjarakanku di dalam sel yang sempit, maka itu sepantasnya membuatku untuk tidak malas dalam beribadah, maka bagaimana lagi jika ia telah mengancamku dengan siksa api neraka, jika aku bermaksiat kepada-Nya?

 


Cara Muhasabah Diri

Imam Ibnul Qayyim berkata ten-tang cara muhasabah, “Pertama-tama hendaklah menghitung diri dalam masalah kewajiban, jika ingat masih ada kekurangan, maka hedaknya segera disusul dengan mengqadla atau memperbaikinya.
Kemudian setelah itu menghitung diri dalam masalah larangan, jika mengetahui ada larangan yang telah dikerjakan atau diterjang, maka hendak-nya segera menyusulnya dengan bertaubat dan beristighfar serta banyak melakukan kebajikan-kebajikan yang akan dapat menghapusnya.


Lalu selanjutnya muhasabah diri dalam hal kelalaian, jika selama ini telah sering lalai akan tujuan dari penciptaan manusia di dunia, maka harus segera mengingatnya serta menghadapkan diri kepada Allah.


Kemudian menghitung diri dalam hal ucapan, langkah kedua kaki, aktivi-tas kedua tangan, pendengaran telinga, penglihatan: Apa yang dikehendaki dengan semua itu, untuk siapa serta apa tujuan melakukannya?Dan harus diketahui, bahwa seluruh ucapan dan perbuatan hendaknya mempunyai dua sisi pertimbangan yang selalu diingat.

Yang pertama pertimbangan untuk siapa berbuat dan ke dua bagaimana berbuat. Yang kedua adalah pertanyaan tentang keikhlasan dan yang ke dua pertanyaan tentang mutaba’ah (mengikuti tata cara yang diajarkan Nabi).


Nasehat dan Teladan

Berkata al-Hasan, ”Semoga Allah merahmati seorang hamba yang ketika menginginkan sesuatu, ia merenung terlebih dahulu, kalau itu untuk Allah, maka ia terus dan kalau untuk selain-nya maka ia urungkan.


Berkata Ibrahim at-Taimiy, “Aku mengumpamakan diriku berada di Surga makan buah-buahnya dan minum dari air sungainya, lalu bercanda dengan para bidadari. Lalu aku mengumpama-kan diriku berada di neraka, memakan buah zakum, meminum nanah, dirantai dan dibelenggu. Lalu aku katakan pada diriku, “Hai jiwa, apa yang kau mau sekarang? Jiwa itu menjawab, “Aku ingin kembali ke dunia dan melakukan amal shalih”. Aku pun berkata, “Kini angan-anganmu (untuk kembali ke dunia) tercapai , maka beramallah!”


Ibnul Jauzi berkata, “Sepantasnya orang yang tidak tahu kapan ia akan mati untuk selalu mempersiapkan diri, janganlah ia tertipu dengan usia muda dan kesehatannya.”
Berapa banyak pemuda yang mati karena sakit yang mendadak, berapa banyak yang mati karena kecelakaan, berapa banyak yang mati disebabkan kecanduan dan berapa banyak pula yang meninggal karena perkelahian dan tawuran?
Siapa yang tahu umur seseorang.


Sumber: Kutaib “waqafat ma’a nihayatil ‘aam” Khalid Abu Shalih.


Baca juga: Khutbah Jum’at: Pentingnya Tarbiyah Islamiyah Dalam Keluarga


Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama