"Katakan (wahai Muhammad) apabila bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluarga besarmu, harta yang kamu cari, perdagangan yang kamu khawatir kebangkrutannya dan rumah tinggal yang disenanginya, lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya dan berjuang di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." (QS. At-Taubah:24)
Alhamdulillah kita telah dijadikan sebagai hamba-hamba
muslim yang berserah diri kepada-Nya dengan menyatakan Laailaha illallah wa
anna Muhammad Rasulullah. Hanya saja kenyataannya masih banyak
dari kita yang belum konsekuen dengan pernyataannya. Kita menyatakan mencintai
Allah, kenyataannya lebih mencintai hawa nafsu kita, sehingga tidak sedikit
ajaran Allah yang kita langgar. Bahkan lebih dari itu menuhankan kebendaan
dengan cara mencintainya melebihi cinta kita kepada Allah. Oleh karena itu
Allah mensinyalir hal tersebut dalam Al-Quran surat Al-Baqarah:165,
"Sungguh orang beriman lebih mencintai Allah daripada yang lainnya."
Definisi cinta menurut terminologi bahasa adalah
kecenderungan atau keberpihakan. Sementara menurut terminologi syara' adalah
keberpihakan kepada yang dicintai sehingga mengikuti apa yang dia kehendaki dan
meninggalkan apa yang tidak dia sukai, baik secara terang-terangan atau
tersembunyi.
Hal-hal yang dapat memalingkan cinta kita kepada Allah,
seperti yang disitir Allah dalam Al-Quran surat Al-Imran, "Dihiasi bagi
manusia cinta kepada hawa nafsunya daripada wanita, anak-anak, kumpulan emas
dan perak, kuda berwarna (kendaraan), peternakan, pertanian, itulah isi dari
kehidupan dunia, dan Allah memiliki tempat kembali yang labih baik"
Di atas disebutkan enam bagian yang apabila dicintai oleh
manusia melebihi cintanya kepada Allah atau mengikuti kehendak mereka sampai
mengangkangi kehendak Allah, maka berarti telah menuhankan hal-hal tersebut,
ini sangat berbahaya. Lebih tegas lagi Allah memperingatkan dalam surat
At-Taubah:24, "Katakan (wahai Muhammad) apabila bapak-bapakmu,
anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluarga besarmu, harta yang
kamu cari, perdagangan yang kamu khawatir kebangkrutannya dan rumah tinggal
yang disenanginya, lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya dan berjuang di
jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya."
Bagaimana Kita Mencintai Allah
Dalam upaya mencintai Allah, kita harus mengenalnya
dengan baik sesuai dengan informasi Al-Quran dan Rasulullah saw, baik kaitannya
dengan rububiyah-Nya atau uluhiyah-Nya atau asma' dan sifat-sifat-Nya, baru
kemudian mengenal hukum-hukum-Nya, baik perintah maupun larangan. Seorang
dikatakan mencintai Allah apabila memenuhi empat syarat:
1. Berbuat sesuai dengan kehendak Allah, dengan
menjalankan perintah-perintah-Nya.
2. Meninggalkan seluruh larangan-Nya baik secara dhohir
maupun batin.
3. Mencintai orang-orang yang dicintai Allah, yaitu kaum
beriman.
4. Membenci mereka yang dibenci Allah, yaitu kaum kafir,
fasik dan munafik.
Apa saja yang menghantarkan kita mencintai Allah.
Menurut Ibnul Qayyim, seorang ulama' abad ke-7, ada
sepuluh hal yang menyebabkan orang mencintai Allah SWT:
1. Membaca Al-Quran dan memahaminya dengan baik.
2. Mendekatkan diri kepada Allah melalui media sholat
sunnah sesudah sholat wajib.
3. Selalu menyebut dan berdzikir dalam segala kondisi
dengan hati, lisan, dan perbuatan.
4. Mengutamakan kehendak Allah disaat berbenturan dengan
keinginan hawa nafsu.
5. Menanamkan di dalam hati asma' dan siaft-sifat Allah SWT,
dan memahami maknanya.
6. Memperhatikan karunia dan kebaikan Allah kepada kita,
baik nikmat dhohir maupun nikmat batin.
7. Menunduk hati dan diri ke kehariban Allah.
8. Menyendiri bermunajat dan membaca kitab suci-Nya, diwaktu
malam saat orang sedang lelap tidur.
9. Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang sholeh,
serta mengambil hikmah dan ilmu mereka.
10. Menjauhkan segala sebab-sebab yang dapat menjauhkan
kita daripada Allah.
Penyeimbang Cinta Kepada Allah
Untuk mencintai Allah diperlukan penyeimbang. Digambarkan
oleh para ulama bahwa cinta itu bagaikan badan burung, sehingga ia tidak bisa
terbang kecuali dengan dua sayap. Dua sayap itulah penyeimbang cinta kita
kepada Allah, yaitu rasa harap di satu sisi dan rasa cemas di sisi lain. Rasa
harap akan menimbulkan khusnudzan (berbaik sangka) kepada Allah. Bila kita
mengerjakan kebaikan, kita berharap amalan kita itu diterima sebagai amal
shaleh yang berpahala. Sementara rasa cemas akan mendorong kita melakukan
kebaikan, karena rasa cemas itu kita khawatir jangan-jangan amalan baik kita
tidak diterima Allah karena ada faktor X-nya. Maka apabila ada rasa cemas pada
diri seseorang ketika dia mengerjakan hal-hal wajib, tercermin di dalam
benaknya jangan-jangan amalan itu tidak diterima atau kurang sempurna, maka dia
terdorong untuk mengerjakan sunnah-sunah dst. Rasa cemas itu juga yang dapat
mencegah seseorang untuk tidak melakukan maksiat dan dosa. Dengan demikian
burung yang berbadan cinta, bersayap rasa harap sebelah kanan dan rasa cemas di
sebelah kiri, maka burung itu akan terbang melayang ke langit bersujud
dihadapan sang maha perkasa dan bijaksana. Wallahu a'lam.
Baca juga: Khutbah Jum’at; Menjadi Pemimpin Keluarga Terbaik