"Siapa saja yang beramal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan
sedangkan dia dalam keadaan beriman maka Aku akan hidupkan mereka dalam
kehidupan yang baik." ( An-Nahl: 97 )
Nabi bersabda, "Sungguh Allah tidak mendzalimi orang
mukmin, diberikan kebaikan di dunia, dan di akhirat kelak mendapat balasan,
sementara orang kafir Allah berikan rizkinya, karena kebaikannya di dunia,
tetapi tidak mendapatkan apa-apa diakhirat kelak (bahkan neraka
tempatnya)" (HR. Ahmad Muslim).
Menurut Ibnu Hazm, seorang ulama Andalusia, bahwa manusia
seluruhnya sedang menuju ke satu arah yaitu mengusir kegelisahan. Gelisah
bodoh, maka belajar, gelisah miskin, dia bekerja, gelisah tidak berperan dalam
masyarakat, maka dia mencari jabatan, status sosial dll. Namun seluruh upaya
tersebut, tidak membawa kebahagiaan, baik ilmu, harta, maupun jabatan. Hanya
satu jalan yang dapat membawa kebahagiaan seseorang, yaitu apabila dia
menjadikan Islam sebagai Way of Life, dan menjadikan seluruh sepak terjangnya
di jalan Allah.
000000000000000000000000000000000000000000
Kala Musibah Menimpa
Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya,
"Dan sungguh akan Kami berikan
cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa
lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari
Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. al-Baqarah:155-157)
Di dalam musnad Imam Ahmad, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Tidaklah seorang hamba yang ditimpa musibah mengucapkan, "Inna
lillahi wa inna ilaihi raji'un, ya Allah berilah aku pahala dalam musibahku ini
dan gantilah untukku dengan sesuatu yang lebih baik," kecuali Allah akan
memberikan pahala dalam musibahnya dan akan memberikan kepadanya ganti yang
lebih baik." (HR. Ahmad 3/27)
Kita Milik Allah dan Kembali Kepada-Nya
Jika seorang hamba benar-benar
menyadari bahwa dirinya adalah milik Allah subhanahu wata’ala dan akan
kembali kepada-Nya maka dia akan terhibur tatkala tertimpa musibah. Kalimat istirja' ini merupakan penyembuh dan obat paling
mujarab bagi orang yang sedang tertimpa musibah. Dia memberikan manfaat baik
dalam waktu dekat maupun di waktu yang akan datang. Kalimat tersebut memuat dua
prinsip yang sangat agung. Jika seseorang mampu merealisasikan dan memahami
keduanya maka dia akan terhibur dalam setiap musibah yang menimpanya.
Dua
prinsip pokok tersebut adalah:
Pertama; Bahwasanya
manusia, keluarga dan harta pada hakikatnya adalah milik Allah subhanahu
wata’ala. Dia bagi manusia tidak lebih hanya sebagai pinjaman atau titipan,
sehingga jika Allah subhanahu wata’ala mengambilnya dari seseorang maka
ia ibarat seorang pemilik barang yang sedang mengambilnya dari si peminjam.
Demikian juga manusia diliputi oleh ketidakpunyaan, sebelumnya (ketika lahir)
dia tidak memiliki apa-apa dan setelahnya (ketika mati) ia pun tidak memiliki
apa-apa lagi.
Dan segala sesuatu yang dimiliki oleh seorang hamba tidak lebih hanya seperti
barang pinjaman dan titipan yang bersifat sementara. Seorang hamba juga
bukanlah yang telah menjadikan dirinya memiliki sesuatu setelah sebelumnya
tidak punya. Dan diapun bukanlah menjadi penjaga terhadap segala miliknya dari
kebinasaan dan kelenyapan, dia tak mampu untuk menjadikan miliknya tetap terus
abadi. Apapun usaha seorang hamba tidak akan mampu untuk menjadikan miliknya
kekal abadi, tidak akan mampu menjadikan dirinya sebagai pemilik hakiki.
Dan juga seseorang itu harus membelanjakan miliknya berdasarkan perintah
pemiliknya, memperhatikan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang. Dia
membelanjakan bukan sebagai pemilik, karean Allah-lah Sang Pemilik, maka tidak
boleh baginya membelanjakan titipan itu kecuali dalam hal-hal yang sesuai
dengan kehendak Pemilik Yang Hakiki.
Kedua; Bahwa kesudahan dan tempat kembali seorang hamba adalah
kepada Allah Pemilik yang Haq. Dan seseorang sudah pasti akan meninggalkan
dunia ini lalu menghadap Allah subhanahu wata’ala sendiri-sendiri
sebagaimana ketika diciptakan pertama kali, tidak memiliki harta, tidak membawa
keluarga dan anak istri. Akan tetapi manusia menghadap Allah dengan membawa
amal kebaikan dan keburukan.
Jika awal mula dan kesudahan seorang hamba adalah demikian maka bagaimana dia
akan berbangga-bangga dengan apa yang dia miliki atau berputus asa dari apa
yang tidak dimilikinya. Maka memikirkan bagaimana awal dirinya dan bagaimana
kesudahannya nanti adalah merupakan obat paling manjur untuk mengobati sakit
dan kesedihan. Demikian juga dengan mengetahui secara yakin bahwa apa yang akan
menimpanya pasti tidak akan meleset atau luput dan begitu juga sebaliknya.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa
di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam
kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian
itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu
jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. al-Hadid:22-23)
Lihat Nikmat yang Tersisa
Termasuk salah satu terapi dalam menghadapi musibah adalah dengan cara melihat
seberapa musibah dan seberapa besar nikmat yang telah diterima. Maka akan
didapati bahwa Allah subhanahu wata’ala masih menyisakan baginya yang
semisal dengannya, atau malah lebih baik lagi. Dan jika seseorang bersabar dan
ridha maka Allah subhanahu wata’ala akan memberikan sesuatu yang lebih
baik dan besar daripada apa yang hilang dalam musibah, bahkan mungkin dengan
berlipat-lipat ganda. Dan jika Allah subhanahu wata’ala menghendaki maka
akan menjadikan lebih dan lebih lagi dari yang ada.
Musibah Menimpa Semua Orang
Merupakan obat yang sangat bermanfaat
di kala musibah sedang menimpa adalah dengan menyadari bahwa musibah itu pasti
dialami oleh semua orang. Cobalah dia menengok ke kanan, maka akan didapati di
sana orang yang sedang diberi ujian, dan jika menengok ke kiri maka di sana ada
orang yang sedang ditimpa kerugian dan malapetaka. Dan seorang yang berakal
kalau mau memperhatikan sekelilingnya maka dia tidak akan mendapati kecuali di
sana pasti ada ujian hidup, entah dengan hilanganya barang atau orang yang
dicintai atau menemui sesuatu yang tidak mengenakkan dalam hidup.
Kehidupan dunia tidak lain adalah ibarat kembangnya tidur atau bayang-bayang
yang pasti lenyap. Jika dunia mampu membuat orang tersenyum sesaat maka dia
mampu mendatangkan tangisan yang panjang. Jika ia membuat bahagia dalam sehari
maka ia pun membuat duka sepanjang tahun. Kalau hari ini memberikan sedikit
maka suatu saat akan menahan dalam waktu yang lama. Tidaklah suatu rumah
dipenuhi dengan keceriaan kecuali suatu saat akan dipenuhi pula dengan duka.
Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu berkata, "Pada setiap kegembiraan
ada duka, dan tidak ada satu rumah pun yang penuh dengan kebahagiaan kecuali
akan dipenuhi pula dengan kesedihan. Berkata pula Ibnu Sirin, "Tidak akan
pernah ada senyum melulu, kecuali setelahnya pasti akan ada tangisan."
Hindun binti an an-Nu'man berkata, "Kami melihat bahwa kami adalah
termasuk orang yang paling mulia dan memiliki harta paling banyak, kemudian
matahari belum sampai terbenam sehingga kami telah menjadi orang yang paling
tidak punya apa-apa. Dan merupakan hak Allah subhanahu wata’ala bahwa
tidaklah Dia memenuhi suatu rumah dengan kebahagiaan, kecuali akan mengisinya
pula dengan kesedihan." Dan ketika seseorang bertanya tentang apa yang
menimpanya maka dia mengatakan, "Kami pada suatu pagi, tidak mendapati
seseorang pun di Arab kecuali berharap kepada kami, kemudian kami di sore
harinya tidak mendapati mereka kecuali menaruh belas kasihan kepada kami."
Keluh Kesah Melipatgandakan Penderitaan
Di antara obat untuk menghadapi
musibah adalah dengan menyadari bahwa keluh kesah tidak akan dapat
menghilangkan musibah. Bahkan hanya akan menambah serta melipatgandakan sakit
dan penderitaan.
Musibah Terbesar Adalah Hilangnya Kesabaran
Termasuk Obat ketika tertimpa musibah
adalah dengan mengetahui bahwa hilangnya kesabaran dan sikap berserah diri
adalah lebih besar dan lebih berbahaya daripada musibah itu sendiri. Karena
hilangnya kesabaran akan menyebabkan hilangnya keutamaan berupa kesejahtaraan,
rahmat dan hidayah yang Allah subhanahu wata’ala kumpulkan tiga hal itu
dalam sikap sabar dan istirja' (mengembalikan urusan kepada Allah).
Sumber: “Ilaj harril musibah wa huzniha,” Imam Ibnul Qayyim
Baca juga: Khutbah Jumat; Seorang Teman, Peranan Dan Dampaknya Bagi Seseorang