(Keadaan mereka) serupa dengan
keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya.
Mereka mendustakan ayat-ayat Tuhannya maka Kami membinasakan mereka disebabkan
dosa-dosanya dan Kami Tenggelamkan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya; dan
kesemuanya adalah orang-orang yang zalim. (QS Al Anfal 54).
Peradaban
Mesir kuno berada dalam waktu yang sama dengan negara kota yang berada di
Mesopotamia, dikenal sebagai satu diantara peradaban tertua di dunia dan
dikenal dengan pengorganisasian negara dan paling maju dalam tatanan sosial
dijamannya. Fakta bahwa mereka telah menemukan tulisan/huruf pada milinium 3 SM
dan menggunakannnya, bahwa mereka juga memanfaatkan sungai Nil dan mereka
terselamatkan dari berbagai bahaya luar dalam kaitannya dengan setting alamiah
negara tersebut, nyata-nyata telah memberikan sumbangan yang besar terhadap
bangsa Mesir dalam peningkatan peradaban mereka.
Namun,
masyarakat yang “beradab” ini, pada masa berlakunya “pemerintahan Fir’aun
(Pharaoh)” menggunakan system kafir yang disebutkan secara jelas dalam Aal
qur’an dalam bahasa yang amat jelas dan lugas. Mereka bersifat congkak, angkuh
dengan kebanggaan diri, mengesampingkan dan mengutuk. Dan akhirnya baik
peradaban mereka yang maju, tatanan sosial politik bahkan dengan tentara yang
kuat sekalipun tidak bisa menyelamatkan ketika mereka dihancurkan.
Wewenang Sang Fir’aun (Pharaoh)
Peradaban
bangsa Mesir sangat mendasarkan pada kesuburan sungai Nil. Bangsa Mesir telah
menetap di lembah Nil dikarenakan melimpahnya air di sungai ini dan karena
mereka bisa mengolah tanah dengan persediaan air yang telah diberikan oleh
sungai yang tidak tergantung kepada musim hujan. Ahli sejarah Ernest H Gombrich
mengaakan dalam tulisannya bahwa Afrika sangatlah panas dan terkadang tidak
pernah sama sekali turun hujan selama berbulan-bulan. Inilah sebabnya mengapa
banyak daerah di benua yang besar ini sangat luar biasa keringnya.
Bagian-bagian dari benua ini tertutup oleh lautan pasir yang sangat luas. Di
kedua sisi sungai Nil juga tertutup oleh pasir dan di Mesir sendiripun jarang
terjadi hujan. Namun di negeri ini hujan tidaklah terlalu dibutuhkan karena
sungai Nil yang mengalir melintas ditengah-tengah seluruh negara.
Jadi
siapapun yang nenguasai sungai Nil yang sangtlah penting tersebut maka dialah
yang bisa menguasai asset terbesar perdagangan dan pertanian Mesir. Pharaoh
bisa melangengkan dominasinya atas Mesir dengan jalan ini.
Bentuk
sungai Nil yang sempit dan memanjang di Lembah Nil tidak memungkinkan
unit-tunit kependudukan yang berada disekitar sungai untuk terlalu
mengembangkan wilayahnya. Itulah sebabnya bangsa Mesir lebih memilih untuk
membentuk sebuah peradaban yang terdiri dari kota-kota kecil dan perkampungan
daripada kota-kota besar. Faktor inilah yang memperkuat dominasi Pharaoh atas
masyarakatnya.
Raja
Menes dikenal sebagai pharaoh Mesir pertama yang menyatukan seluruh Mesir kuno
untuk pertama kalinya dalam sejarah dalam sebuah negara persatuan kurang lebih
3000 SM. Kenyaaan bahwa istilah “Pharaoh ” asal usulnya merujuk pada istana
dimana raja Mesir berada, namun pada saat itu menjadi gelar dari raja-raja
Mesir. Inilah sebabnya mengapa raja yang memerintah Mesir kuno mulai disebut ”
Pharaoh”.
Sebagai pemilik, pengatur dan
penguasa dari seluruh negara dan wilayah-wilayahnya, maka Pharaoh diterima
sebagai pengejawantahan dari dewa yang terbesar dalam kepercayaan Mesir kuno
yang Politheistik dan menyimpang. Administrasi dari wilayah Mesir, pembagian
mereka, pendapatan mereka, singkatnya, seluruh pertanian, jasa dan produksi
dalam batas-batas wilayah negara dikelola dalam kekuasan Pharaoh.
Absolutisme dalam masa
kepemimpinannya telah melengkapi penguasaannya terhadap negara dengan kekuasaan
yang dapat melakukan semua hal sesuai dengan keinginannnya. Tepat pada dinasti
pertama kekuasaannya Menes yang menjadi raja Mesir yang berhasil menyatukan
Hulu dan Hilir Mesir, Sungai Nil diserahkan kepada publik dengan menggunakan
saluan-saluran air. Disamping itu seluruh produksi berada dibawah penguasaan
dan seluruh produksi barang dan jasa diberikan untuk kepentingan sang raja.
Rajalah yang mendistribusikan dan membagi barang dan jasa dalam proporsi yang
diinginkan oleh rakyat. Hal ini tidaklah sulit bagi raja yang telah memiliki
suatu kekuasaan di daeah tersebut untuk menempatkan rakyat dalam kepatuhan Raja
Mesir atau yang nantinya bernama Pharaoh dan dia mengaku dirinya sebagai
Makhluk suci yang memegang kekuasan yang besar dan mencakupi semua kebutuhan
rakyatnya dan ia mengubah dirinya menjadi tuhan. Para Pharaoh benar-benar
percaya bahwa diri mereka adalah tuhan.
Kata-kata Pharaoh (Fir’aun)
disebutkan dalam al Qur’an yang digunakan dalam percakapannya dengan Musa, hal
ini membuktikan bahwa mereka percaya atas ketuhanan Pharaoh. Ia mencoba
mengancam Musa dengan mengatakan ;” Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain
aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan”. (
QS Asy-Syu’ara 29), dan berkata Fir-aun kepada orang-orang di sekelilingnya ;”
Hai Pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku”. (QS
Al Qashas 38).
Ia mengatakan ini semua karena menganggap dirinya adalah
tuhan.
Kepercayaan Agama
Menurut Herodotus
seorang ahli sejarah, Mesir kuno adalah umat yang paling beriman di dunia.
Namun agama mereka bukanlah agama yang sejati, namun merupakan sebuah bentuk
politheisme yang sesat. Dan mereka tidak bisa meningalkan agama sesat mereka
karena mereka orang-orang yang sangat kolot (konservatif).
Bangsa Mesir kuno sangatlah dipengaruhi oleh lingkungan
alam dimana mereka hidup. Keadaan alam Mesir menjaga negara tersebut terhadap
serangan dari luar secara sempurna. Mesir dikelilingi oleh gurun pasir,
pegunungan dan lautan disemua sisi. Serangan mungkin dilakukan terhadap negara
tersebut hanya dengan kemungkinan dua jalan, namun mereka dapat dengan mudah
mempertahankan diri. Bangsa Mesir menjadi terisolasi dari
dunia luar berkat faktor-faktor alam ini. Namun dengan sifat fanatik yang
berlebihan sehingga bangsa Mesir memperoeh cara berpikir yang membelenggu
mereka terhdap perkembangan dan hal-hal yang baru dan mereka sangatlah kolot
terhadap agama mereka. Agama nenek moyang mereka yang disebutkan berkali-kali
dalam Al Qur’an menjadi nilai yang paling penting bagi mereka.
Inilah sebabnya Fir’aun dan
lingkungan dekatnya mengingkari Musa dan Harun ketika mengumumkan Agama Sejati
dengan mengatakan ;
Mereka berkata;
“Apakah kamu datang kepada kami untuk memalingkan kami dari apa yang kami
dapati nenek moyang kami mengerjakannya, dan supaya kamu berdua mempunyai
kekuasaan di muka bumi?, kami tidak akan mempercayai kamu berdua”.(QS. Yunus:
78)
Agama/kepecayaan
dari bangsa Mesir kuno dibagi ke dalam cabang-cabang, yang paling utama menjadi
agama resmi negara adalah kepercayaan terhadap orang-orang dan adanya kehidupan
setelah kematian.
Menurut
agama resmi negara, Fir’aun (Pharaoh) adalah mahkluk suci, dia adalah
pengejawantahan dari tuhan-tuhan mereka di muka bumi dan tujuannya adalah untuk
menyelenggarakan keadilan dan melindungi mereka di dunia.
Kepercayaan
yang berkembang luas dikalangan masyarakat sangatlah rumit dan unsur-unsur yang
berbenturan dengan kepercayaan resmi negara ditekan oleh pemerintahan Fir’aun.
Pada dasarnya mereka percaya kepada banyak tuhan dan tuhan ini biasanya
digambarkan memiliki kepala binatang dengan tubuh manusia.
Kehidupan
setelah mati merupakan bagian terpenting dalam kepercayaan bangsa Mesir. Mereka
percaya bahwa roh akan terus hidup setelah jasad mati. Sesuai dengan hal ini
roh-roh dari orang mati dibawa oleh malaikat-malaikat tersebut kepada tuhan
sebagai hakim dan 4 saksi hakim lainnya, sebuah skala derajat tersusun
dipertengahan dan jantung dari ruh/jiwa ditimbang dalam skala ini. Bagi mereka
yang mati dengan timbangan kebaikan lebih banyak hidup dalam keadaan penuh
dengan keindahan dan hidup dalam kebahagiaan, bagi mereka yang timbangannya
lebih berat dengan kejahaan dikirim ke satu tempat dimana mereka mendapatkan
siksaan yang berat. Disana mereka disiksa dalam keabadian oleh sebuah makhluk
aneh yang disebut dengan “Pemakan Kematian”.
Kepercayaan
bangsa Mesir terhadap kehidupan di hari kemudian jelas-jelas menunjuukan
paralelisme (kesamaan padangan) dengan kepercayaan monotheistik dan agama
sejati (yang benar). Dan perintah-perintah suci telah mencapai peradaban Mesir
kuno, namun agama ini kemudian diselewengkan dari monotheisme berubah menjadi
Pholytheisme. Seperti telah diketahui bahwa para pemberi peringatan menyerukan
orang-orang untuk meng-Esakan Allah dan memerintahkan mereka untuk menjadi
hamba-Nya, diutus di Mesir dari masa ke masa sebagaimana mererka diutus untuk
seluruh penduduk dunia pada satu waktu atau waktu yang lain. Salah satunya
adalah Nabi Yusuf yang kehidupannya secara terperinci diceritakan dalam Al
Qur’an. Sejarah Nabi Yusuf adalah sangat penting karena terdapat kehadiran
anak-anak Israel di Mesir dan bagaimana mereka menatap disana.
Sebaliknya
dalam sejarah terdapat keterangan yang menyatakan bahwa banyak orang Mesir yang
menyerukan orang-orang terhadap kepercayaan –kepercayaan Monotheistik bahkan
sebelum nabi Musa sekalipun, salah satu dari mereka adalah Pharaoh(Fir’aun)
yang paling penting dalam sejarah Mesir, dia adalah Amenhotep IV.
Baca juga:TAFSIR SURAH AL-‘ADIYAT; “YANG MENYERBU”
Fir’aun Amenhotep IV Yang Monotheistik
Fir’aun-fir’aun
Mesir pada umumnya bersifat brutal, menindas, suka berperang dan orang-orang
yang bengis. Secara umum menereka mengadopsi agama politheisme Mesir dan
mendewa-dewakan diri mereka sendiri melalui agama ini.
Namun
terdapat seorang Fir’aun dalam sejarah Mesir yang sangat-sangat berbeda dengan
yang lainnya. Fir’aun ini mempertahankan kepercayan terhadap sang pencipta Yang
Tunggal dan karenanya ia mendapakan perlawanan yang sangat kuat dari para
pendeta Amon, yang mereka itu mendapatkan keuntungan dari agama politheisme dan
dengan beberapa prajurit yang membantu mereka, sehingga akhirnya Fir’aun itu
terbunuh. Fir’aun ini adalah Amenhotep IV yang mulai berkuasa di abad XIV SM.
Ketika
Fir’aun Amenhotep IV dinobatkan sebagai raja pada 1375 SM, ia menjumpai
kekolotan (konservatisme) dan tradisionalisme yang telah berlangsung selama
berabad-abad, sehingga susunan masyarakat dalam hubungannya dengan istana
kerajaan terus berlanjut tanpa adanya perubahan. Masyarakat menutup pintu
rapat-rapat terhadap peristiwa dari luar dan kemajuan agama. Konservatisme yang
sangat keras ini juga dikatakan oleh para pengembara Yunani kuno sebagai
diakibatkan oleh kondisi geografis alam Mesir seperti disebutkan diatas.
Sesuai
dengan ketentuan Fir’aun, agama resmi menuntut kepercayaan yang tidak terbatas
dalam segala hal yang lama dan tradisional. Namun Amenhotep
IV tidak menyetujui agama resmi tersebut. Ahli sejarah Ernst Gombrich menulis :
Amenhotep IV melakukan banyak
perubahan terhadap banyak kebiasaan yang disucikan oleh tradisi tua dan tidak
ingin untuk melakukan penyembahan terhadap tuhan yang berbentuk dalam berbagai
simbol yang aneh dari kaumnya. Baginya hanya satu Tuhan yang perkasa yaitu
Aton, yang disembahnya dan yang diejawantahkannya dalam bentuk matahari Ia
menyebut dirinya setelah tuhannya, sebagai Akhenaton, dan ia memindahkan
istananya menjauh dari jangkauan para pendeta dari tuhan-tuhan yang lain ke
suatu tempat yang sekarang disebut dengan El-Amarna.
Setelah kematian ayahnya, Amenhotep IV muda
mendapatkan tekanan yang hebat. Tekanan ini disebabkan oleh kenyataan bahwa ia
membangun sebuah agama yang berdasarkan paham monotheisme dengan mengubah agama
tradisional politheisme Mesir dan memcoba untuk melakukan perubahan-perubabahan
yang radikal dalam berbagai bidang. Namun para pemimpin Thebes tidak
memperbolehkannya untuk menyampaikan pesan dari agama ini. Amenhotep IV dan orang-orangnya
kemudian berpindah dari kota Thebes dan bermukim di Tell-El-Amarna. Disini
mereka membangun sebuah kota baru yang modern yang dinamakan ”Akh-et-aton”.
Amenhotep IV mengubah namanya yang berarti “kesenangan/kesayangan dari sang
Amon” menjadi Akh-en-aton yang berarti “Tunduk kepada sang Aton”. Amon adalah
nama yang diberikan untuk patung (totem) yang terbesar dalam kepercayaan
politheisme bangsa Mesir. Menururt Amenhotep IV, Aton adalah “pencipta dari
surga dan dunia”, penyamaan nama sebutannya untuk Allah.
Merasa terganggu dengan perkembangan ini,
maka para pendeta Amon ingin merenggut kekuatan Akhenaton dengan menciptakan
krisis ekonomu di negaranya. Akhenaton akhirnya terbunuh dengan cara diracun
oleh para komplotan yang ingnin menghancurkannya. Para Fir’aun berikutnya
merasa khawatir dan merekapun tenggelam dalam pelukan pengaruh para pendea
tersebut.
Setelah
Akhenaton, muncullah Fir’aun yang berkuasa dengan kekuatan militer. Hal ini
sekali lagi mengakibatkan tradisi lama politheisme menjadi berkembang luas dan
adanya usaha untuk kembali ke masa lalu. Beberapa abad kemudian, Ramses II yang
berkuasa paling lama dalam sejarah Mesir diangkat menjadi raja. Menurut banyak
ahli sejarah, Ramses II adalah Fir’aun yang menyiksa Bani Israel dan berperang
terhadap Nabi Musa.
Datangnya
Musa Sang Nabi
Karena kefanatikan mereka yang
sangat hebat maka bangsa Mesir kuno tidak mau meninggalkan kepercayaan lama
mereka. Beberapa orang datang kepada mereka dengan mengumumkan risalah untuk
menyembah hanya Allah, namun kaum dari Fir’aun selalu kembali ke kepercayaan
mereka yang sesat. Akhirnya, Nabi Musa diutus oleh Allah sebagai pembawa pesan
(rasul) bagi mereka, dengan dua alasan, karena mereka telah mengambil sebuah
sistem penuh kepalsuan yang bertentangan dengan agama sejati dan juga karena
mereka telah memperbudak Bani Israel. Musa diperintahkan selain untuk
mengundang bangsa Mesir terhadap agama yang haq dan juga untuk menyelamatkan
anak-anak Israel dari perbudakan dan menunjukkan kepada mereka jalan yang benar.
Dalam Al qur’an hal ini diebutkan :
Kami membacakan kepadamu sebagian
dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman.
Sesugguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan
penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih
anak laki-laki mereka dan membiarkan khidup anak-anak peempuan mereka.
Sesungguhnya Fir’aun termasuk kedalam orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan
Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir)
itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang
yang mewarisi (bumi), dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan
akan Kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu
mereka khawatirkan dari mereka itu. ( QS.
Al-Qashash 3-6).
Fir’aun ingin
mencegah bani Israel untuk bertambah jumlahnya dengan cara membunuh semua bayi
laki-laki yang baru lahir. Inilah sebabnya mengapa ibunda Musa dengan
mendapatkan ilham dari Allah SWT menempatkan Musa ke dalam keranjang dan
menghanyutkannya ke sungai yang mengarah ke arah istana Fir’aun. Di dalam Al
Qur’an ayat yang menyebutkan hal ini adalah :
Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa;”Susukanlah dia dan
apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke dalam sungai (Nil).
Dan jangnalah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena
sesungguhnya Kami akan mengembalikanya kepadamu, dan menjadikannya (salah
seorang) dari para rasul. Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang
akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir’aun dan
Haman beserta tentara-tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. Dan
berkatalah istri Fir’aun;” (ia) biji mata bagiku dan bagimu. Janganlah kamu
membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat bagi kita atau kita ambil ia menjadi
anak”, sedangkan mereka tiada menyadari. ( QS Al Qhashas 7-9).
Istri Fir’aun
mencegah pembunuhan terhadap (bayi) Musa dan mengangkatnya menjadi anak. Inilah
sebabnya Musa menghabiskan wktu kecilnya di istana Fir’aun. Dan dengan
pertolongan dari Allah ibu kandungnya dibawa ke istana sebagai ibu asuh Musa.
Ketika ia
beranjak dewasa, suau hari Musa melihat penganiayaan terhadap seorang anak
Israel oleh seorang Mesir dan Musa pun melerainya dan iapun memukul orang Mesir
tersebut yang mengakibatkan kematian. Disamping kenyataan bahwa Musa hidup di
istana Fir’aun dan ia telah diangkat anak oleh sang Ratu, maka pimpinan kota
memutuskan bahwa hukuman untuk Musa adalah hukuman mati. Mendengar ini, maka
Musa pun melarikan diri dari Mesir dan datang ke Madyan. Pada akhir masa ia
berada di sana, Allah berfirman langsung kepadanya dan Allah mengkaruniakan
Kenabian kepadanya. Ia diperintahkan untuk kembali ke Fir’aun dan menyampaikan
pesan-pesan dari agama Allah untuk Fir’aun.
Istana
Fir’aun
Musa dan Harun pergi ke Fir’aun
dalam kepatuhannya terhadap perintah Allah dan menyampaikan kepadanya
pesan-pesan dari agama yang sejati. Mereka memina Fir’aun untuk menghentikan
penyisaannya terhadap anak-anak Israel dan membiarkan mereka pergi bersama Musa
dan Harun. Hal ini tidak bisa diterima oleh Fir’aun, apalagi Musa yang telah
dipeliharanya bertahun-tahun semenjak kecil dan yang nantinya kemungkinan besar
adalah menjadi pewaris tahta, menentang Fir’aun dan berbicara kepadanya dengan
cara seperti itu. Dengan alasan itu Fir’aun menuduh Musa tidak berterima kasih
kepadanya:
Fir’aun menjawab;” Bukankah kami
telah mengasuhmu di dalam (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan
kamu tinggal bersama kami beberpa tahun dari umurmu, dan kamu telah berbua
suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan
orang-orang yang tidak membalas guna”. ( QS Asy Syu’araa; 18-19).
Fir’aun
mencoba bermain-main dengan perasaan Musa dan mempengaruhi kata hatinya. Fir’aun
berkata bahwa ia dan istrinyalah yang telah membesarkan Musa, maka Musa lah
seharusnya yang harus patuh kepada Fir’aun. Terlebih lagi Musa telah membunuh seorang Mesir. Semua tindakan ini
mengharuskan hukuman yang sangat berat menurut bangsa Mesir. Keadaan yang
emosional yang dicoba diciptakan oleh Fir’aun juga ditujukan untuk mempengaruhi
para pemimpin dari rakyatnya, sehingga merekapun menyetujui apa yang
disampaikan oleh Fir’aun.
Dilain pihak, risalah yang disampaikan oleh
agama yang haq yang disampaikan oleh Musa mengurangi kekuasan Fir’aun dan
menurunkan derajatnya sama seperti halnya orang-orang kebanyakan. Dari
kenyataan ini akan terungkap bahwa ia bukanlah tuhan dan terlebih lagi ia akan
dipaksa untuk tunduk kepada Musa. Disamping itu jika ia membebaskan anak-anak
Israel, ia akan kehilangan banyak tenaga kerja yang penting dan hal tersebut
dapat menimbulkan hal yang sangat berbahaya.
Berdasarkan alasan ini, maka Fir’aun bahkan
tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan Musa. Ia mencoba untuk meledeknya dan
mencoba untuk mengubah pokok pembicaraan dengan menanyakan pertanyaan yang
tidak berarti. Pada saat yang sama ia mencoba untuk menempatkan Musa dan Harun
sebagai orang-orang yang membuat keonaran dan menuduh mereka mempunyai
motif-motif politik tertentu. Akhirnya baik Fir’aun maupun para pemimpin kaum
serta orang-orang dalam lingkaran dekat mereka kecuali para tukang sihir tidak
mematuhi Musa dan Harun. Mereka tidak mengikuti agama yang haq yang telah
ditunjukkan kepada mereka. Itulah sebabnya Allah segera mengirimkan bencana
kepada mereka.
Baca juga:Takwa dan akhlak yang baik
Bencana Yang Menimpa Fir’aun dan
Lingkaran Dekatnya.
Fir’aun dan lingkaran dekatnya sangatlah
terlibat secara mendalam terhadap politheisme mereka dan ini adalah “ agama
nenek moyang mereka” yang mereka tidak terpikirkan untuk meninggalkannya.
Meskipun ada dua mukjizat dari Musa, yaitu tangannya yang mengeluarkan sinar
putih serta tongkatnya yang berubah menjadi ular, tidaklah cukup bagi mereka
untuk berpindah dari rasa tahayul mereka. Mereka justru mengungkapkan rasa
tersebut secara terbuka. Mereka berkata :”Bagaimanapun kamu mendatangkan
keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami
sekali-kali tidak akan pernah beriman kepadamu”. (QS Al A’raf 132).
Karena perilaku mereka, Allah mengirimkan
sejumlah bencana kepada mereka sebagai “mukjizat tersendiri” untuk membuat
mereka merasakan azab di dunia, sebelum mereka mendapatkan siksaan yang abadi
di alam keabadian. Pertama-tama mereka diberikan masa kekeringan yang panjang
dan kelangkaan panen. Berkaitan dengan hal ini dikatakan dalam Al Qur’an :
”Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir’aun dan) kaumnya dengan
(mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan supaya
mereka mengambil pelajaran.(QS Al A’raf 130).
Mesir
mendasarkan system pertanian mereka pada sungai Nil dan itulah sebabnya mereka
tidak terpengaruh oleh perubahan keadaan alam. Namun sebuah bencana yang tak
terduga menimpa mereka karena Fir’aun dan lingkaran dekatnya yang terlalu
banggga dan sombong terhadap Allah dan mengingkari Rasul Nya. Kemungkinan besar
dengan berbagai sebab, permukaan sungai Nil menyusut secara mencolok dan
saluran irigasi yang berasal dari sungai tidak mampu mengalirkan air yang cukup
untuk lahan pertanian mereka. Panas yang menyengat menyebabkan tanaman
pertanian mongering. Dengan demikian bencana yang datang menimpa Fir’aun dan
lingkaran dekatnya berasal dari berbagai arah yang tidak pernah diduga sama
sekali, termsuk juga dari sungai Nil yang mereka andalkan. Musim kemarau yang
berkepanjangan mencemaskan hati Fir’aun yang sebelumnya biasa berkata kepada
kaumnya sebagai berikut:”Hai kaumku, bukankah kerajan Mesir ini kepunyaanku
dan (bukankah ) singai-sungai ini mengalir dibawahku; maka apakah kamu tidak
melihat(nya)?”. (QS AZ Zukhruf 51).
Bahkan mereka malahan menuduh bahwa semua
kejadian tersebut disebabkan oleh kesialan yang dibawa oleh Musa dan bani
Israel. Mereka dikuasai oleh semacam keyakinan karena kepercayan takhayul
mereka dan agama nenek moyang mereka. Karenanya memilih untuk menderita bencana
yang hebat, namun apa yang menimpa mereka tidaklah terbatas sampai disini. Ini
hanyalah sebuah permulaan. Selanjutnya Allah mengirimkan kepada mereka
serangkaian bencana lain. Bencana-bencana ini disebutkan sebagai berikut dalam
Al Qur’an : “ Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang,
kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap
menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa”. ( QS Al A’raaf 133).
Bencana-bencana yang Allah kirimkan
terhadap Fir’aun dan kaumnya disekitarnya yang juga melakukan pengingkaran juga
disebutkan dalam Perjanjian Lama yang sebagaimana juga disebutkan dalam Al
Qur’an :
Dan terdapat darah diseluruh penjuru
tanah Mesir (Eksodus 7.21).
Dan bila kamu tidak megijinkan
mereka pergi, tunggulah, Aku akan menghantam seluruh kawasan mereka (Mesir-pen)
dengan katak, dan sungai akan mengalirkan katak-katak yang berlimpah-ruah, yang
kemudian katak itu akan naik, masuk ke rumah, ke bilik/kamar tidur, dan di atas
tempat tidur mereka, dan masuk ke rumah para pembantu, dan ke orang-orang
banyak, masuk ke tungku-tungku masak serta bak adonan (makanan-pen) mereka.
(Eksodus, 8: 2-3)
Dan Tuhan berkata kepada Musa,
“Sampaikan kepada Harun (Aaron), renggangkanlah tangkai/batang pohon, dan
pukullah debu di tanah, niscaya seluruh tanah mesir akan penuh dengan kutu.”
(Eksodus, 8: 16)
Dan belalang muncul di seluruh
daratan Mesir, dan berhenti di seluruh batas pantai Mesir, sehingga mereka
sangat sedih, sebelum mereka, tidak pernah ada wabah belalang seperti itu, dan
tidak pula terjadi sesudah mereka. (Eksodus: 10:14)
Kemudian, para ahli ilmu hitam
berkata kepada Pharaoh, Ini adalah jari Tuhan: dan hati Pharaoh pun mengeras,
dan tidak mendengarkan mereka, sebagaimana apa yang telah dikatakan Tuhan.
(Eksodus, 8:19)
Bencana yang mengerikan terus
terjadi menimpa Fir’aun dan lingkaran dekatnya . Beberapa bencana ini
disebabkan olehpen yembahan objek tertentu sebagai tuhan orang-orang yang
musyrik ini. Sebagai contoh, sungai Nil dan katak dikeramatan oleh mereka dan mereka
dewa-dewkan. Mereka mengharapkan petunjuk dari “tuhan-tuhan” mereka dan
memintakan pertolongan mereka, maka Allah menghukum mereka melalui
“tuhan-tuhan” mereka sendiri, merekapun tidak bisa melihat kesalahan yang
mereka lakukan dan merekapun harus membayar atas kekeliruan yang mereka
lakukan.
Berdasarkan penafsiran dari
perjanjian Lama, “darah” maksudnya adalah berubahnya sungai Nil menjadi darah.
Hal ini dapat diterangkan sebagai metaphora (perumpamaan) bahwa sungai Nil
berubah menjadi merah. Berdasarkan kepada sebuah penafsiran, dikatakan bahwa
yang mengakibatkan sungai menjadi berwarna merah adalah disebabkan oleh sejenis
bakteri.
Sungai Nil adalah sumber utama dari
kehidupan bangsa Mesir. Kerusakan yang terjadi terhadap sumber ini dapat
berarti kematian bagi seluruh bangsa Mesir. Jika bakteri telah menutupi seluruh
permukaam sungai Nil secara penuh sehingga mengubahnya menjadi merah, hal ini
dapat mengakibatkan setiap mahkluk hidup yang menggunakan air tersebut akan
terinfeksi oleh bakteri ini.
Keterangan berdasarkan penelitian
saat ini yang menyebabkan warna air menjadi merah dikarenakan oleh protozoa,
zooplankton, ganggang (phytoplankton) yang berkembang baik yang
hidup di air asin maupun air tawar dan dinoflagellata. Aneka perkembangan
tanamanm jamur ataupun protozoa menghisap oksigen dari dalam air dan
menghasilkan racun yang berbahaya baik bagi ikan maupun katak.
Penyebutan dari peristiwa
pengungsian anak-anak Israel disebutkan dalam Kiab Injil, Patricia A Tester
dari National Marine Fisheries Service menulis dalam Annals of te New
York Academy of Science mencatat bahwa dipekirankan 50 – 5000 spesies
phytoplankton beracun, dan bagi yang beracun tersebut dapat membahyakan
kehidupan laut. Dalam penerbitan yang sama, Ewen C.D. Todd dari badan Kesehatan
Kanada, berdasarkan data prasejarah dan data sejarah idsebutkan bahwa hampir 24
contoh dari spesies phytoplankton menyebabkan berbagai macam wabah penyakit
diseluruh penjuru dunia. W.W. Carmichael dan I.R. Falconer mencatat
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan ganggangbiru-hijau yang hidup di air
tawar. Seorang ahli Ekologi perairan Joann M. Burkholder dari North Carolina
State University menyebutkan bahwa sejenis dinoflagellata Pfiesteria piscimorte
( yang ditemukan di perairan muara ) spesies ini seperti namanya menunjukkan,
dapat membunuh ikan.
Di dalam masa
Fir’aun serangkaian bencana ini muncul dan terjadi. Menurut skenario ini,
ketika sungai Nil terkontaminasi (tercemari) maka ikan-ikan pun juga mati dan
bangsa Mesir pun dicabut salah satu sumber nutrisinya yang sangat penting.
Tanpa adanya ikan pemangsa, maka katak-katakpun dapat berkembang biak dengan
sangat cepat baik dikolam-kolam maupun di sungai Nil sehingga terjadilah
kelebihan populasi katak di sungai, akhirnya berpindah hewan yang berracun dan
lingkungan yang telah membusuk berpindah ke daratan, disini merekapun mati dan
membusuk bersama dengan ikan-ikan, Sungai Nil dan tanah yang berdekatan
dengannya menjadi membusuk dan airnya berbahaya untuk diminum maupun digunakan
untuk mandi. Terlebih lagi punahnya spesies katak menyebabkan berbagai jenis
serangga seperti belalang, caplak dan kutu berkembangbiak secaa besar-besran.
Akhirnya, meski
bagaimanapun bencana tersebut terjadi dan dampak yang diakibatkannya, baik
Fir’aun maupun kaumnya tetap tidak berpaling kepada Allah untuk
memperhatikannya, namun mereka tetap meneruskan kesombongannya.
Fir’aun dan
lingkaran dekatnya yang sangat munafik, berpikir bahwa mereka dapat
memperdayakan Musa dan juga Allah. Ketika hukuman yang mengerikan menimpa mereka,
merekapun seketika itu juga memanggil Musa dan memintanya untuk menyelamatkan
mereka dari bencana tersebut:
Dan ketika
ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) merekapun berkata; ” Hai Musa
mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan) kenabian yang
diketahui Allah ada pada sisimu. Sesunguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab
itu daripada kami pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani
Israil pergi bersamamu”. Maka setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka
hingga batas waktu yang mereka sampai kepadanya, tiba-tiba merekapun
mengingkarinya.( QS Al A’raf
134-135).
Mengungsi dari Mesir
Allah
menerangkan kepda Fir’aun dan lingkaran dekatnya melalui Musa bahwa mereka
seharusnya memperhatikan dan sekaligus peringatan bagi mereka. Namum jawabannya
justru mereka memberontak dan menuduh Musa sebagai seorang yang kesurupan/gila
dan pendusta. Allah mempersiapkan akhir yang sangat memalukan bagi mereka,
Allah mengungkapkan kepada Musa apa yang akan terjadi :
Dan Kami
wahyukan (perintahkan) kepada Musa; “ Pergilah di malam hari dengan membawa
hamba-hamba-Ku (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu sekalian akan disusuli.
Kemudian Fir’aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tentaranya) kekota-kota.
(Fir’aun berkata): “ Sesungguhnya mereka (Bani Isril) benar-bemar golongan
kecil, dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita, dan
sesungguhnya kita benar-benar golongan yang selalu terjaga-jaga”. Maka Kami
keluarkan Fir’aun dan kaumnya dari taman-taman dan mata air, dan (dari)
perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya dan Kami
anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir’aun dan bala tentaranya
menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu
saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita
benar-benar akan tersusul”. ( QS Asy- Syu’araa 52-61).
Dalam keadaan
dimana Bani Israil merasa bahwa mereka terjebak dan oang-orang Fir’aun berpikir
bahwa mereka akan segera menangkap mereka, Musa berkata untuk tidak pernah
kehilangan kepercayaan bahwa Allah akan menolong mereka: Musa menjawab; “
sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan
memberi petunjuk kepadaku”. (QS Asy Syu’araa 62).
Pada saat itu
Allah menyelamatkan Musa dan Bani Israel dengan membelah lautan. Fir’aun dan
orang-orangnya tenggelam didalam air yang menutup mereka setelah bani Israil
telah menyeberang dengan selamat.
Lalu Kami
wahyukan kepada Musa:” Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah
lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. Dan di
sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan
orang-orangyang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain
itu Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang
besar (mukjizat) dan tetapi kebanyakan dari mereka tidak beriman. Dan
sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.
(QS Asy- Syu’araa 63-68).
Tongkat Musa
bernilai mukjizat. Allah telah mengubahnya menjadi ular dalam penyampaian wahyu
yang perma kepadanya, dan kemudian tongkat yang sama pula berubah menjadi ular
yang menelan ular-ular jadi-jadian hasil ahli sihir Fir’aun. Dan
sekarang Musa membelah lautan dengan tongkat yang sama pula, ini adalah
mukjizat terbesar yang diberikan kepada Nabi Musa.
Apakah kejadian tersebut terjadi di Pantai Mediterania di
Mesir ataukah di Laut Merah.
Tidak terdapat pendapat yang sama
dimana Musa membelah lautan. Didalam Al Qur’anpun tidak terdapat keterangan
terperinci tentang hal itu, kita tidak bisa yakin akan ketepatan berbagai
pandangan terhdap hal ini. Beberapa sumber menunjukkan pantai Mediterania di
Mesir sebagai tempat dimana lautan terbelah. Di dalam Ensiklopedia Judaica
dikatakan;
Pendapat kebanyakan hari ini
mengidentifikasikan Laut Merah dalam pengungsian adalah sebuah laguna di tepi
pantai Mediternia.
David ben Gurion menyatakan bahwa
kejadian tersebut kemungkinan dapat terjadi dalam masa pemerintahan Ramses II,
kemungkinan setelah penaklukan Khadesh. Dalam Buku Exodus dalam Perjanjian Lama
dikatakan bahwa kejadian ini terjadi di Migdol dan Baal-Zephon yang terletak di
sebelah utara delta.
Pandangan ini didasarkan pada
perjanjian Lama. Dalam terjemahan buku Exodus dalam Kitab perjanjian Lama
dikatakan bahwa Fir’aun dan orang-orangnya ditenggelamkan dilaut Merah. Namun
bagi yang berpegang pada pandangan ini, kata yang diterjemahkan sebagai “ Laut
Merah (Red Sea)” sebenarnya adalah “ Lautan alang-alang (Reeds)”. Kata ini
dikenal sebagai “Laut Merah” dalam berbagai sumber dan digunakan untuk
menyebutkan lokasi tersebut. Bagaimanapun juga, “ Laut Reeds” sebenarnya
digunakan untuk merujuk kepada Pantai mediterania Mesir. Dalam perjanjian Lama,
ketika menyebutkan jalur yang diikuti oleh Musa dan para pengikutnya, kata
Migdol dan Baal-Zephon disebutkan, dan tempat ini terletak di sebelah utara
Delta sungai Nil ditepian pantai Mesir. Laut Reed (alang-alang) berdsarkan
implikasinya mendukung kemungkinan bahwa kejadian tersebut kemungkinan pernah
terjadi di tepian pantai Mesir, karena di daerah ini, berdsarkan dari dari
namanya reeds (alang-alang) yang tumbuh berkat tanah lumpur delta Nil.
Tenggelamnya Fir’aun dan orang-orangnya Di Lautan.
Al Qur’an memberitaukan kepada kita
tentang aspek yang paling penting dari kejadian terbelahnya Laut merah. Menurut
cerita Al Qur’an, Musa pergi dari Mesir bersama dengan Bani Israel yang patuh
kepadanya. Namun Fir’aun tidak bisa menerima kepergian mereka tanpa seijinnya.
Ia dan tentaranya mengikuti mereka “dalam keangkaramukaan dan dendam” (Qs Yunus
90).
Begitu Musa dan bani Israel telah
mencapai tepian pantai, Fir’aun dan tentaranya telah menyusul mereka. Beberapa orang Bani Israel melihat keadan ini mulai
mengeluh kepada Musa. Menurut Perjanjian Lama mereka berkata kepada Musa :”
mengapa kamu membawa kami pergi dari negeri kami, disana kami diperbudak namun setidak-tidaknya
dapat hidup, sekarang kita akan mati”. Kelemahan dari masyarakat ini juga
disebutkan dalam Al Qur’an dalam ayat sebagai berikut: “ Maka setelah kedua
golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa;”Sesungguhnya
kita benar-benar akan tersusul”.(QS Asy Syu’araa’ 62).
Kenyataan ini
bukanlah yang pertama ataupun yang terakhir bahwa bani Israel menunjukkan
ketidak patuhan mereka. Kaum Musa berkata; “ kami telah ditindas (oleh Fir’aun)
sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab: “Mudah-mudahan
Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di muka bumi(Nya), maka
Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu”. (QS Al A’raaf 129). Berlawanan
dengan tingkah laku umatnya yang lemah, Musa sangatlah percaya diri semenjak ia
percaya kepada Allah secara mendalam. Semenjak awal perjuangannya Allah telah
memberitahukannya bahwa pertolongan dan dukungan-Nya akan selalu bersama Musa: “Janganlah
kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan
melihat”. Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dan katakanlah: “
Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israel
bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang
kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan
keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. (QS Thahaa
45-46).
Ketika Musa
pertama kali bertemu dengan tukang sihir Fir’aun, ia merasa takut dalam hatinya
( QS Thaahaa 67). Allahpun memerintahkan Musa untuk tidak takut;” Janganlah
kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). ( QS Thaahaa 68).
Dengan demikian Musa dididik oleh Allah dan memperoleh kematangan penuh dalam
menghormati petunjuk-Nya. Konsekuensinya ketika beberapa orang dari kaumnya
mersa takut akan tertangkap, ia berkata:” sekali-kali tidak akan tersusul;
sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku (QS
Asy Syu’araa’ 62).
Allah
menyatakan kepada Musa bahwa ia harus memukul lautan dengan tongkatnya.:”
Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan
tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. (QS Asy Syu’araa’ 63). Sesungguhnya pada saat Fir’aun melihat mukjizat
tersebut, seharusnya ia menyadari bahwa hal yang sangat luar biasa terjadi. Dan
ia sedang melihat campur tangan Sang maha Suci. Lautan terbuka bagi orang-orang
yang ingin dihancurkan Fir’aun. Meskipun tidak ada jaminan bahwa lautan tidak
akan menutup kembali setelah mereka menyebrang, namun ia dan bala tantaranya
tetap menyusul bani Israil ke dalam lautan. Kemungkinan besar Fir’aun dan
tentaranya telah kehilangan kemampuannya untuk berpikir sehat dikarenakan
keangkaramurkaan dan kedengkian mereka, dan tidak bisa memahami mukjizat alam
dari keadaan tersebut.
Al Qur’an menyebutkan saat-saat
terakhir Fir’aun sebagai berikut:
Dan Kami memungkinkan Bani Israel
melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena
hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir
tenggelam berkatalah ia ;” Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan
yang dipercayai oleh Bani Israel, dan saya termasuk orang-orang yang berserah
diri (kepada Allah)”. ( QS Yunus 90).
Kita dapat melihat mikjizat lain
nabi Musa, dalam ayat berikut ;
Musa berkata;” Ya Tuhan kami,
sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya
perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, - ya Tuhan kami- akibatnya
mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah
harta mereka dan kunci matilah ahti mereka, maka mereka tidak beriman hingga
mereka melihat siksaan yang pedih”. Allah berfirman;” Sesungguhnya telah
diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan
yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang
tidak mengetahui”. . ( QS Yunus 88-89).
Sangatlah jelas untuk dipahami dari
ayat ini bahwa Musa diberitahu atas pertanyaan, bahwa Fir’aun akan percaya
kepada Allah pada saat ia menghadapi hukuman yang menyakitkan. Fir’aun
benar-benar berkata bahwa ia percaya kepada Allah ketika air mulai
menenggelamkannya. Sangatlah jelas bahwa tindakan Fir’aun merupakan tindakan
yang tidak jujur dan bohong. Fir’aun mungkin mengatakan ini untuk menyelamatkan
dirinya sendiri dari kematian akibat tenggelam.
Apakah sekarang (kamu baru percaya),
padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk
orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu
supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan
sesunguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuatan Kami. ( QS
Yunus 91-92).
Kita juga diberitahu bahwa
orang-orang Fir’aun sebagaimana Fir’aun sendiri juga menerima bagian hukuman
mereka. Dikatakan bahwa bala tentara Fir’aun adalah orang-orang yang angkara
murka dan penuh kebencian ( QS Yunus 91), “orang-orang yang berdosa” (QS Qashas
8), “berlaku salah” (QS Qasas 40) dan “mengira bahwa mereka tidak akan pernah
kembali kepada Allah” (QS Qasas 39) dan sepeti halnya Fir’aun merekapun patut
menerima hukuman dari Allah. Maka Allahpun melemparkan Fir’aun dan bala
tentaranya ke dalam laut (QS Qashas 40).
Kemudian Kami menghukum mereka, maka
Kami tenggelamkan mereka dilaut disebabakan mereka mendustakan ayat-ayat Kami
dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami itu. (QS Al A’raaf
136).
Allah menyebutkan dalam Al Qur’an
semua yang terjadi setelah kematian Fir’aun :
Dan Kami pusakakan kepada kaum yang
ditindas itu, negeri-negeri bahagian Timur bumi dan bahagian baratnya yang
telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang
baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka, dan Kami
hancurkan apa yang telah diperbuat Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah
dibangun oleh mereka (QS Al A’raaf 137).