KAUM-KAUM YANG TELAH DIBINASAKAN #5; Kaum ‘Ad dan Ubar, ”Atlantis di Padang Pasir”.

 

Adapun kaum ‘Ad maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa. Adapun kaun Aad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon korma yang telah kosong(lapuk). Maka kamu tidak melihat seorangpun yang tinggal diantara mereka. (QS. Al-Haaqqah: 6-8)

 

   Kaum lain yang dihancurkan dan disebutkan dalam berbagai surat dalam Al Qur’an adalah kaum ‘Ad yang disebutkan setelah kaum Nuh. Nabi Hud yang diutus untuk kaum ‘Ad memerintahkan kepada kaumnya , sebagaimana yang telah dikerjakan oleh para nabi, untuk beriman kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya dan mematuhinya ( Hud) sebagai Nabi pada waktu itu. Orang-orang menanggapinya dengan rasa permusuhan terhadap Hud. Mereka menuduhnya sebagai orang yang kurangajar, penuh dengan kebohongan dan berusaha untuh mengubah sistem yang telah berlangsung sejak para pendahulu mereka.

   Dalam Surat Hud semua hal yang terjadi antara Hud dengan kaumnya diceritakan secara detail :

 

Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka Hud. Ia berkata;”Hai kaumku,sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja. Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?. Dan (dia berkata);”Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu, lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunakan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” Kaum ‘Ad berkata;”Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perbuatanmu, dan kami tidak akan sekali-kali mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” Hud menjawab ;’seungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan, dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawwakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku diatas jalan yang lurus.” Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhamku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu. Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari kami; dan Kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) ari azab yang berat. Dan itulah (kisah) kaum ‘Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, dan mendurhakai rasul-rasul Allah dan mereka menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi menantang(kebenaran). Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia ini dan (begitu pula) di hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya kaum ‘Ad itu kafir kepada Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum ‘Ad (yaitu) kaum Hud itu. ( QS Hud 50-60).

 



   Surat lain yang menyebutkan tentang kaum ‘Ad adalah surat Asy- Syu’araa’. Dalam surat ini ditekankan sifat-sifat dari kaum ‘Ad. Menurut surat ini kaum ‘Ad adalah “orang-orang yang membangun tanda-tanda/monumen disetiap tempat yang tinggi” pan para anggota sukunya “membangun gedung-gedung yang indah dengan harapan mereka akan hidup didalamnya (selamanya)”. Disamping itu, mereka mengerjakan kerusakan/kejahatan dan berkelakuan brutal. Ketika Hud memperingatkan kaumnya, mereka mengomentari kata-katanya sebagai “kebiasaan kuno”. Mereka sangat yakin bahwa tidak ada hal yang akan terjadi terhadap mereka;

 

Kaum Hud telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka Hud berkata kepada mereka ;Mengapa kamu tidak bertaqwa. Sesungguhnya aku adalah seorang rasul; keperccayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertaqwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan sekali-kali aku tidak meminta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main, dan kamu mmbuat benteng -benteng dengan maksud supaya kamu kekal (didunia?). Dan apabila kamu menyiksa, maka kamu menyiksa sebagai orang-orang yang kejam dan bengis. Maka bertaqwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan bertaqwalah kepada Allah yang telah menganugerahkan kepadamu apa yang kamu ketahui. Dia telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatnag ternak dan anak-anak, dan kebun-kebun dan mata air, ssungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar”. Mereka menjawab ;”Adalah sama saja bagi kami, aoakah kamu memberi nasehat atau tidak memberi nasehat, (agama kami) ini tidak lain hanmyalah adat kebiasaan orang dahulu, dan kami sekali-kali tidak akan di”azab”. Maka mereka mendustakan Hud, lalu Kami binasakan mereka. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (QS Asy Syu’araa’ 123-140).

 

   Kaumnya yang menunjukan permusuhan kepada Hud dan memberontak/melawan Allah, nyata-nyata dibinasakan. Badai pasir yang mengerikan membinasakan kaum ‘Ad sebagaimana mereka “tidak pernah mengira”.

 

Temuan Arkeologis Kota Iram

Pada permulaan tahun 1990 muncul keterangan pers dari beberapa Koran terkemuka di sunia yang mengemukakan;”Kota di Arabia Yang banyak diceritakan dalam sejarah Ditemukan”, “Kota Legenda di Arab Ditemukan”, “Ubar, Atlantis di padang pasir”. Apa yang membuat temuan arkeologis ini membangkitkan minat adalah kenyataan bahwa kota ini yang juga disebut dalam Al Qur’an, sejak dahulu hingga saat ini banyak orang yang beranggapan bahwa kaum ‘Ad sebagaimana diceritakan dalam Al Qur’an hanyalah sebuah legenda atau lokasi dimana ‘Ad berada tidak akan pernah ditemukan, mereka tidak dapat menyembunyikan keheranannya atas penemuan ini. Penemuan kota ini yang hanya disebutkan dalam dongeng lisan Suku Badui, membangkitkan minat dan rasa keingintahuan yang besar.

Nicholas Clapp, seorang arkeolog amatir yang menemukan kota legendaries yang disebutkan dalam Al Qur’an. Sebagai seorang Arabophile dan pencipta sebuah film dokumenter yang terpilih, Clapp telah menjumpai suku yang sangat menarik selama penelitiannya tentang sejarah Arabia. Buku ini berjudul ”Arabia Felix” yang ditulis oleh seorang penulis Ingris bernama Bertram Thomas pada tahun 1932. Arabia Felix adalah sebuah roman yang menunjukkan tempat-tempat bagian selatan semenanjung Arabia dimana saat ini termasuk daerah Yaman dan sebagai besar Oman. Bangsa Yunani menyebut daerah ini “Eudaimon Arabia”. Sarjana Arab abad pertengahan menyebutnya sebagai “Al-Yaman as-Saida”. Semua penamaan tersebut berarti “Arabia yang Beruntung”, karena orang-orang yang hidup didaerah tersebut dimasa lalu dikenal sebagai orang-orang yang paling beruntung pada jamannya. Apakah yang menjadi alasan bagi sebuah penunjukan seperti itu?.      

   Keberuntungan mereka adalah berkaitan dengan letak mereka yang strategis –bertindak selaku perantara dalam perdagangan rempah-rempah antara India dengan tempat-tempat di sebelah Utara semenanjung Arab. Di samping itu orang-orang yang berdiam di daerah ini menghasilkan dan mendistribusikan “frankincense” sebuah aroma wangi-wangian dari getah/damar sejenis pohon langka yang menjadi barang yang sangat penting dalam masyarakat kuno, tanaman ini digunakan sebagai dupa (asap wangi) dalam bebagai acara religi/keagamaan. Pada saat itu, tanaman tesebut setidaknya sama berharganya seperti emas.

 

Seorang peneliti Inggris Thomas menyebutnya sebagai suku yang “beruntung”, Ia dengan panjang lebar mengakui bahwa telah menemukan jejak bekas-bekas dari sebuah kota kuno yang dibangun oleh salah satu suku ini. Kota ini dikenal dengan sebutan “Ubar” oleh suku Badui. Di dalam sebuah perjalanan yag dilakukan di daerah tersebut oleh suku Badui yang hidup di padang pasir telah menunjukan sebuah jalur usang dan menyataka bahwa jejak-jejak ini menuju ke arah kota kuno Ubar. Thomas yang menunjukkan keinginan besar dalam hal ini meninggal sebelum mampu menuntaskan penelitiannya.

   Clapp yang mempelajari apa yang ditulis oleh Thomas sang peneliti Ingris, diyakinkan akan keberadaan kota yang hilang tersebut sebagaimana disebutkan dalam buku tersebut. Tanpa membuang waktu, Ia memulai penelitiannya.

   Clapp mencoba dengan dua jalan untuk membuktikan keberadaan Ubar. Peertama, Ia menemukan bahwa jalan-jalan yang dikatakan oleh suku Badui benar-benar ada. Ia meminta kepada NASA (Badan Luar Angkasa Nasional Amerika Serikat) untuk menyediakan foto/citra satelit dari daerah tersebut. Setelah melalui perjuangan yang panjang, Ia berhasil membujuk pihak yang berwenang untuk memotret daerah tersebut.

   Clap melanjutkan mempelajari naskah dan peta-peta kuno di perpustakan Huntington di California. Tujuannya adalah untuk menemukan peta dari daeah tesebut. Setelah melalui penelitian singkat, ia menemukan peta tersebut. Apa yng ditemukannya adalah sebuah peta yang digambar oleh Ptolomeus seorag ahli Geografi Yunani Mesir dari tahun 200 M. Dalam peta ini ditunjukan letak dari kota tua yang ditemukan di daeah tersebut dan jalan-jalan yang menuju kota tersebut.

 

Sementara itu. Ia menerima kabar bahwa gambar-gambar satelit yang diinginkannya telah diambil oleh NASA. Dalam gambar tersebut, bebeapa jejak kafilah menjadi nampak yang hal tersebut sulit untuk dikenali dengan menggunakan mata telanjang, namun hanya bisa dilihat sebagai satu kesatuan dari luar angkasa. Setelah membandingkan gambar-gambar dari satelit dengan peta tua yang ada ditangannya, akhirnya Clapp mencapai kesimpulan yang ia cari ; jejak-jejak dalam peta tua berhubungan dengan jejak-jejak dalam gambar yag diambil dengan satelit. Tujuan akhir dari jejak-jejak ini adalah tempat peninggalan sejarah yang luas yang ditengarai dadulunya merupakan sebuah kota.

   Akhirnya lokasi kota legendaris yang menjadi subyek cerita-cerita lisan suku Badui diketemukan. Tidak berapa lama kemudian penggalian dimulai dan peninggalan dari sebuah kota mulai diangkat dari bawah gurun pasir. Demikianlah kota yang hilang sebagaimana disebutkan sebagai “ Atlantis dari padang pasir, Ubar “.

   Apakah hal tersebut membuktikan bahwa kota ini sebagai kota kaum ‘Ad yang disebutkan dalam Al Qur’an ?.

   Saat itu juga reruntuhan-reruntuhan mulai dilakukan penggalian, ditengarai bahwa reruntuhan dari kota tersebut berupa pilar-pilar milik kaum ‘Ad dan Iram seperti disebutkan dalam Al Qur’an, karena di berbagai susunan yang digali adalah menara yang merujuk/dihubungkan dengan yang ada dalam Al Qur’an. Dr. Zarins seorang anggota tim penelitian yang memimpin penggalian mengatakan bahwa selama menara-menara itu dianggap sebagai unsur yang menunjukkan ke-khas-an kota ‘Ubar, dan selama Iram disebutkan mempunyai menara-menara atau tiang-tiang, maka, sejauh ini, itu merupakan bukti terkuat bahwa peningalan sejarah yang mereka gali adalah Iram, kota kaum ‘Ad yang disebutkan dalam Al Qur’an:

 

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad, (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain. ( QS AL Fajr: 6-8).


 

 Baca juga:TAFSIR SURAH AL-‘ADIYAT; “YANG MENYERBU”



Kaum ‘Ad

Sampai dengan sejauh ini kita telah melihat bahwa kemungkinan, Ubar adalah kota Iram seperti disebutkan dalam Al Qurán. Menurut Al Qurán warga dari kota tersebut tidak menngindahkan seruan Nabi Hud yang membawakan risalah kepada mereka dan yang telah memperingatkan mereka serta akhirnya merekapun dibinasakan.

   Ciri-ciri dari kaum Ád yang membangun kota Iram telah menimbulkan banyak perdebatan. Dalam berbagai catatan sejarah tidak pernah ditemukan satu kaumpun yang telah memiliki kebudayaan yang begitu berkembang atau atau peradaban yang pernah terbentuk. Mungkin akan muncul sebuah pikiran bahwa aneh kiranya bahwa nama dari sebuah kaum semacam itu tidak pernah diketemukan dalam catatan sejarah.

   Namun di sisi lain harus haruslah dipahami, bahwa tidaklah mengherankan bila tidak bisa menemukan caatan keberadaan dari kaum ini dalam catatan dan arsip peradaban lama. Alasannya adalah bahwa kaum ini berdiam di Arabia Selatan yang merupakan sebuah daerah yang cukup berjarak dengan kaum lain yang hidup di daerah Mesopotamia dan Timur Tengah yang hanya memiliki hubungan yang terbatas dengan mereka. Ini merupakan sebuah keadaan umum untuk sebuah negara yang sangat jarang diknal, bahwa negara tersebut kemudian tidak tercatat dalam catatan sejarah. Namun, di samping itu juga, adalah mungkin untuk mendengatkan cerita-cerita tentangnya diantara orang-orang yang hidup disekitr Timur Tengah.

   Alasan paling utama mengapa Ád tidak disebutkan dalam catatan tertulis adalah bahwa pada saat itu komunikasi tertulis tidaklah lazim di daerah tersebut. Itulah sebabnya mungkin kaum Ád telah membangun sebuah peradaban namun peradaban ini belum pernah disebutkan dalam catatan sejarah sebagaimana peradaban lain melakukan dokumentasi. Jika saja kebudayaan ini berlangsung lebih lama, niscaya akan banyak hal yang dapat diketahui tentang kaum Ád disaat ini.

   Tidak ada catatan sejarah tentang kaum Ád, namun adalah mungkin untuk menemukan informasi penting tentang ‘’ anak cucu’’ mereka dan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang kaum Ád.

 

Orang Hadramaut (Hadramites) Anak cucu ‘Ad

Tempat yang pertamakali dicari untuk meneliti kemungkinan jejak-jejak peradaban yang didirikan oleh kaum ‘Ad atau anak cucu mereka adalah di Yaman Selatan dimana “Ubar, Atlantis di padang pasir” ditemukan dan yang ditengarai sebagai “ Fortunate Arab/Arab yang Beruntung”. Di Yaman selatan, empat kaum telah hidup sebelumzaman kita yang dsebut oleh orang Yunani sebagai “ Arab yang beruntung”. Mereka adalah hadhramaut, Sabaean (saba), Minaean dan Qatabaean. Keempat kaum ini dalam waktu yang singkat berada dalam satu pemerintahan dalam suatu daerah yang saling berdekatan.

   Banyak ilmuwan kontemporer mengatakan bahwa kaum ‘Ad telah memasuki satu periode transformasi dan kemudian muncul kembali ke dalam panggung sejrah. Dr. Mikhail H. Rahman seorang peneliti dari University of Ohio merasa yakin bahwa kaum ‘Ad adalah nenek moyang dari Hadhramaut, Saba dan empat kaum yang pernah hidup di Yaman Selatan. Muncul sekitar 500 SM, Hadramites yang dikenal oleh orang-orang sebagai “Fortunate Arab”. Kaum ini memerintah di daerah Yaman Selatan dalam jangka waktu yang panjang dan secara keseluruhan menghilang pada abad 240 M pada akhir masa kemunduran yang lama.

   Nama Hadrami memberikan petunjuk bahwa mungkin mereka adalah anak cucu kaum ‘Ad. Seorang penulis Yunani bernama Pliny yang hidup 3000 SM, menghubungkan suku ini sebagai “Adramitai” yang berarti Hadrami. Akhiran dalam bahasa Yunani adalah suffix-kata benda, kata benda “Adram” mungkin merupakan perubahan dari kata “Ad-I Ram” sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an.

   Ptolomeus seorang ahli geografi YunanI (150-100 SM) menunjukkan bahwa di sebelah selatan Semenanjung Arabia adalah tempat dimana kaum yang disebut “Adramitai” pernah hidup. Daerah yang sampai dengan sekarang dikenal dengan nama “hadhramaut”. Ibukoa negara Hadrami, Shabwah terletak di sebelah Barat Lembah Hadhramaut. Berdasarkan berbagai legenda tua menyatakan bahwa makam Nabi Hud yang diutus sebagai nabi kaum ‘Ad terletak di Hadramaut.

   Faktor lain yang cenderung membenarkan pemikiran bahwa Hadhramaut adalah penerus dari kaum ‘Ad adalah kekayaan mereka. Bangsa Yunani menegaskan bahwa Hadramites sebagai ‘ Ras Bangsa yang terkaya di dunia”. Catatan sejarah mengatakan bahwa Hadramites sangat maju dalam pertanian wewangian, salah satu tanaman yang paling berharga pada waktu itu. Mereka telah membangun daerah-daeah baru yang digunakan untuk menanam dan memperluas penggunaanya. Hasil pertanian dari Hadramites lebih banyak daripada produksi wewangian tersebut dimasa kini.

   Apa yang telah ditemukan dalam penggalian yang dilakukan di Shabwah yang dahulunya dikenal sebagai ibukota Hadramite sangatlah menarik. Dalam penggalian yang dimulai pada tahun 1975 sangatlah sulit bagi para ahli arkeologi untuk mencapai sisa-sisa/reruntuhan dari kota tersebut karena terkubur dibawah gurun pasir yang sangat dalam. Temuan yang dihasilkan diakhir penggalian sangatlah menakjubkan. Kota tua yang digali adalah merupakan salah satu temuan terbesar dan menarik yang ditemukan saat ini. Kota yang dikelilingi oleh tembok, dinyatakan sebagai lebih luas daripada berbagai situs kuno lainnya di Yaman dan istananya dikenal sebagai bangnunan yang sangat menakjubkan.

   Tidak diragukan bahwa sangatlah logis untuk menduga bahwa Hadramites telah mewariskan arsitektur yang lebih unggul dibandingkan dengan pendahulunya kaum ‘Ad. Hud berkata kepada kaum ‘Ad ketika memperingatkan mereka :

            Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main Dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kamu kekal (didalammnya) ?. (QS. Asy-Syuara: 128-129)

 

   Ciri-ciri menarik lainnya dari bangunan-bangunan yang ditemukan di Shabwah adalah tiangn-tiang yang sangat rumit. Tiang-tiang yang terdapat di Shabwah tampak sangatlah unik dalam bentuk melingkar dan disusun dalam serambi-serambi bundar yang mempunyai banyak tiang berbentuk bundar. Sementara diberbagai situs di Yaman sampai sejauh itu baru ditemukan memiliki tiang-tiang monolithic berbentuk persegi. Orang-orang Shabwah tentunya mewarisi gaya arsitektural dari para pendahulunya yaitu kaum ‘Ad. Photius seorang Yunani Bizantium seorang penguasa Konstantinopel pada awal abad 9 M, sangat banyak melakukan penelitian di kawasan Arabia Selatan dan aktifitas perdagangan mereka, dikarenakan ia mempunyai akses pada catatan kuno bangsa Yunani yang saat ini sudah musnah, dan secar khusus buku berjudul Agatharachides (132 SM) yag berkait dengan laut Erythrea (Laut Merah). Pontius mengatakan dalam salah satu artikelnya : Dikatakan bahwa mereka (Arabia Selatan) telah membangun tiang-tiang yang diselubungi dengan emas atau terbuat dari perak. Ruangan-ruangan diantara tiang-tiang tersebut sangat mengagumkan untuk dilihat.

 Walaupun pernyataan Photius di atas tidak secara langsung merefer pada Hadrammites, tetap saja ini memberikan gambaran tentang kemakmuran dan kegagahan bangunan dari orang-orang yang tinggal di wilayah itu. Penulis kuno dari Yunani, Pliny dan Strabo menggambarkan kota-kota ini sebagai “terhiasi oleh patung-patung dang istana-istana yang indah”.

 

 Ketika kita berpikir bahwa para penghuni kota ini adalah para anak-cucu kaum ‘Ad, maka dengan cukup jelas bisa dipahami mengapa al-Qur’an menyebutkan tempat tinggal kaum ‘Ad sebagai “penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi”. (QS. Al-Fajr: 7).

 

 

Sumber-sumber Mata Air dan Kebun-kebun kaum ‘Ad

Saat ini, pemandangan alam yang paling sering muncul bila seseorang bepergian ke Arabia Selatan adalah padang pasir seluas mata memandang. Sebagian besar dari tempat tersebut diselimuti dengan pasir, kecuali kota-kotanya dan daerah-daerah yang kemudian telah ditanami pepohonan. Gurun pasir telah ada sejak ratusan bahkan mungkin ribuan tahun.

   Namun dalam Al Qur’an, terdapat informasi yang menarik dalam salah satu ayat yang berkenaan dengan kaum ‘Ad. Ketika memperingatkan kaumnya, Nabi Hud menarik perhatian mereka dengan mata-air-mata air Dan kebun yang telah dianugerahkan Allah kepada kaum ‘Ad:

 

Maka bertaqwalah kepada Allah Dan taatlah kepadaku. Dan bertaqwalah kepada Allah yang telah menganugerahkan kepaamu apa yang kamu ketahui. Dia telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatang ternak dan anak-anak, dan kebun-kebun dan mata air, sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab hari yng besar”. ( QS Asy Syu’araa’ 131-135).

 

   Namun sebagaimana telah kita catat sebelumnya, Ubar yang dikenal dengan kota Iram dan tempat-tempat lainnya yang dahulunya merupakan daeah hunian laum ‘Ad, saat ini ditutupi oleh pasir seluruhnya, jadi mengapa Hud menggunakan perumpaman khusus ketika memperingantkan kaumnya?.

   Jawabanya adalah tersembunyi dalam catatan sejarah perubahan iklim. Catatan sejarah mengungkapkan bahwa daeah-daerah yang sekarang berubah menjadi gurun pasir, pada suatu ketika pernah sangat produktif /subur dan merupakan tanah yang menghijau. Sekitar ribuan tahun yang lampau sebagian besar tempat tersebut diliputi oleh kawasan yang menghijau dan mata air sebagaimana disebutkan dalam al Qur’an. Orang-orang yang berada di kawasan tersebut memanfaatkan anugerah tersebut. Hutan-hutan tersebut melunakkan kekerasan iklim daerah tersebut dan membuatnya lebih bisa dihuni. Padang pasir memang ada, namun tidak seluas seperti yang ada saat ini.

   Di Arabia Selatan, bukti–bukti penting telah diperoleh di daerah tempat kaum ‘Ad pernah hidup, yang mampu memberikan titik terang atas persoalan ini. Disini nampak bahwa penduduk dari daerah ini menmggunakan sistem pengairan yang sudah sangat maju. Sistem pengairan ini kemungkinan besar hanya untuk satu tujuan yaitu pertanian. Didaerah tersebut, sekarang tidak layak untuk dihuni, suatu saat lalu, orang-orang pernah mengolah dan menanami tanah tersebut.

   Citra satelit juga mengungkapkan sebuah sistem saluran air kuno yang luas dan bendungan yang digunakan dalam pengairan disekitar Ramlat as Sab’atayan yang diperkirakan mampu menghidupi sekitar 200.000 orang di kota-kota yang berdekatan. Salah satu dari para peneliti yang melakukan penelitian menggunakan ‘ daerah sekitar Ma’rib sangat subur, sehingga seseorang bisa memikirkan bahwa seluruh daerah doantara ma’rib – Hadhramaut dahulunya pernah berada di bawah satu pengusahaan.

   Seorang penulis klasik Yunani, Pliny menyebutkan bahwa daerah ini dahulunya sangat subur dengan gunung berhutan lebat yang diselimuti kabut, sungai dan hutan yang tidak ada putusnya. Dalam prasasti yang ditemukan di beberapa kuil kuno dekat Shabwah, ibukota Hadramite, dikatakan bahwa binatang-binatang yang diburu di daerah tersebut dan beberapa diantaranya dari binatang buruan tersebut untuk dikorbankan. Semua hal ini mengungkapkan bahwa sebelum menjadi gurun dahulunya daerah tersebut dahulunya merupakan daerah yang subur.

   Kecepatan bagaimana gurun pasir itu semakin melebar batasnya, bisa dilihat pada beberapa penelitian terkini yang dikerjakan oleh Smithsonian Institute di Pakistan, dimana sebuah kawasan yang dikenal sangat subur di abad pertengahan berubah menjadi gurun pasir dengan gundukan-gundukan pasir setinggi 6 meter, gurun tersebut diketahui berkembang rata-rata sepanjang 6 inci perharinya. Dengan kecepaan seperti ini pasir dapat menelan bangunan tertinggi sekalipun dan menguburnya seolah-olah bangunan itu tidak pernah ada. Dengan demikian penggalian yang dilakukan di Timna di Yaman pada tahun 1950 yang hampir selesai seluruhnya tertimbun lagi oleh pasir. Piramid-piramid di Mesir dulunya juga pernah tertimbun pasir dan baru muncul ke permukaan setelah melalui penggalian yang sangat lama. Secara singkat sangatlah jelas bahwa daerah yang dikenal sekarang dengan gurun pasir dimasa lalu mungkin memiliki tampilan yang sangat jauh berbeda.


Baca juga:Takwa dan akhlak yang baik


 

Bagaimana Kaum ‘Ad Dihancurkan?

Di dalam Al Qur’an kaum ‘Ad dikatakan bahwa mereka dibinasakan melalui angin badai yang dahsyat. Dalam sebuah ayat disebutkan bahwa angin badai yang hebat berlangsung selama tujuh malam delapan hari dan menghancurkan seluruh kaum ‘Ad:

 

Kaum ‘Ad pun telah mendustakan (pula). Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku Dan ancaman-ancaman-Ku. Sesungguhnya kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari yang naas terus menerus. ( QS Al Qamar 18-20).

 

Adapun kaum ‘Ad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam Dan delapan hari terus menerus ; maka kamu lihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon lorma yang telah kosong (lapuk). ( QS Al Haaqqah 6-7).

 

Meskipun telah diperingatkan sebelumnya, orang-orang ternyata tidak mengindahkan peringatan dan merekapun terus menerus menolak nabi mereka. Mereka berada dalam sebuah khayalan bahwa mereka tidak akan pernah memahami apa yang sedang terjadi pada mereka ketika melihat penghancurn tersebut menghampiri mereka dan merekapun tetap dalam keingkarannya :

 

   Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju kelembah-lembah mereka. Berkatalah mereka; “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami. (Bukan !) bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih. ( QS al Ahqaf 24).

 

   Dalam ayat ini disebutkan bahwa orang-orang melihat awan yang akan membawa malapetaka bagi mereka, namun tidak dapat memahami apakah sebenarnya hal tersebut dan mereka berpikir bahwa itu merupakan awan yang membawa hujan. Ini merupakan indikasi tentang bagaimana bencana tersebut mendatangi kaum tersebut. Sebab sebuah badai siclone yang sedang terjadi menyapu sepanjang gurun pasir juga akan nampak seperti sebuah awan bila terlihat dari kejauhan. Adalah mungkin bahwa kaum ‘Ad dikelabuhi oleh pemunculan seperti ini dan tidak menyadari bencana tersebut.

   Doe memberikan penggambaran terhadap sebuah badai pasir yang berdasarkan atas pengalaman pribadinya; ‘ tanda pertama ( dari debu badai pasir) adalah mendekatnya tembok udara memuat pasir yang tinggi puncaknya mungkin mencapai ribuan kaki, diangkat oleh arus kuat yang berambah kuat dan diaduk oleh sebuah badai angin yang sangat kuat.

 Meskipun sisa-sisa peninggalan kaum ‘Ad “Atlantis di padang pasir, Ubar “ telah ditemukan kembali dari bawah lapisan pasir yang tebalnya mencapai beberapa meter, tampaknya angin yang mengerikan yang terjadi selama tujuh malam dan delapan hari, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an mengakibatkan tertumpuknya berton-ton pasir diatas kota dan menimbun hidup-hidup orang-orang tersebut didalam bumi. Sebuah penggalian yang dilakukan di Ubar menunjukkan kepada sebuah kemungkinan yang sama. Majalah Prancis, Ca M’Interesse menyatakan hal-hal yang sama; “ Ubar dikubur dibawah pasir setebal 12 meter yang diakibatkan oleh badai.

   Bukti paling penting yang menunjukkan bahwa kaum ‘Ad dikubur oleh sebuah badai adalah kata “ahqaf” yang digunakan dalam Al Qur’an untuk menandai lokasi dari kaum ‘Ad. Penggambaran yang digunakan dalam ayat 21 surat Al-Ahqaf adalah sebagai berikut:

 

Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Ad yaitu ketika ia memberi peringatan kepada kaumnya di al Ahqaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya (dengan mengatakan) : ”Janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar”.

 

Ahqaf dalam bahasa Arab berarti ‘ bukit-bukti pasir “ adalah bentuk plural (jamak) dari kata “hiqf” yang berarti sebuah bukit pasir. Ini menunjukkan bahwa kaum ‘Ad hidup di daerah yang penuh dengan “bukit-bukit pasir” yang memberikan kemungkinan mendasar yang paling masuk akal untuk sebuah fakta bahwa mereka dikubur oleh sebuah badai pasir. Menuerut Sebuah interpretasi, ahqaf kehilangan artinya sebagai “bukit-bukit pasir” dan menjadi nama dari sebauah tempat di sebelah Selatan Yaman dimana kaum ‘Ad hidup. Hal ini tidak mengubah fakta bahwa akar dari kata ini adalah bukit-bukit pasir, namun hanya menunjukan bahwa kata ini telah menjadi hal yang khas terhap daeah ini yang berlimpah-limpah dengan bukit pasir.

   Penghancuran yang menimpa kaum ‘Ad yang berasal dari badai pasir yang “ mencabut orang-orang sebagaimana mereka adalah akar pohon palem yang tercerabut (dari dalam tanah)”, tentunya telah memusnahkan seluruh orang-orang tersebut dalam waktu yang sangat singkat, orang-orang yang hingga saat mereka dibinasakan itu hidup dengan mengolah lahan pertanian yang subur dan membangun bendungan-bendungan serta saluran-saluran air irigasi untuk mereka sendiri. Semua ladang-ladang pertanian yang subur , saluran-saluran irigasi dan bendungan-bendungan dari masyarakat yang pernah hidup disana tertutup oleh pasir, seluruh kota dan penduduknya dikubur hidup-hiduo dalam pasir, setelah orang-orang tersebut dihancurkan maka padang pasir seketika menjadi luas dan menutupinya tanpa meniggalkan jejak sedikitpun.

   Sebagai akibatnya dapat dikatkan bahwa temuan sejarah dan arkeologi mengindikasikan bahwa kaum ‘Ad dan kota Iram benar-benar pernah ada dan dihancurkan sepeti disebutkan dalam Al Qur’an. Berdasarkan penelitian lebih lanjut sisa-sis/reruntuhan dari kaum ini yang telah ditemukan kembali dari dalam gurun pasir.

   Apa yang seharusnya seseorang lihat dari sisa-sisa reruntuhan yang kubur didalam pasir adalah mengambilnya sebagai peringatan sebagimana disebutkan dalam Al Qur’an yang menyatakan bahwa kaum ‘Ad telah meneuju pada kesesatan karena kesombongan mereka dan mereka berkata;” Siapakah kekuatanya yang lebis besar dari kami?”. Dan apakah mereka itu tidak memperhatikanbahwa Allah Yang menciptakan mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya dari mereka?. Dan adalah mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) Kami.

   Apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang insan adalah memahami kenyataan yang tidak berubah sepanjang waktu didalam pikiran mereka dan memahami bahwa Allah Yang Terbesar dan paling Mulia, seorang insan hanya dapat menjadi makmur dengan menyembah-Nya.

 

 

 

 

 

Komentar atau pertanyaan, silakan tulis di sini

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama