Adapun kaum ‘Ad maka mereka telah
dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa. Adapun kaun Aad maka mereka telah
dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Allah
menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus
menerus; maka kamu lihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan
seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon korma yang telah kosong(lapuk). Maka
kamu tidak melihat seorangpun yang tinggal diantara mereka. (QS. Al-Haaqqah:
6-8)
Kaum
lain yang dihancurkan dan disebutkan dalam berbagai surat dalam Al Qur’an
adalah kaum ‘Ad yang disebutkan setelah kaum Nuh. Nabi Hud yang diutus untuk
kaum ‘Ad memerintahkan kepada kaumnya , sebagaimana yang telah dikerjakan oleh
para nabi, untuk beriman kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya dan mematuhinya (
Hud) sebagai Nabi pada waktu itu. Orang-orang menanggapinya dengan rasa
permusuhan terhadap Hud. Mereka menuduhnya sebagai orang yang kurangajar, penuh
dengan kebohongan dan berusaha untuh mengubah sistem yang telah berlangsung
sejak para pendahulu mereka.
Dalam
Surat Hud semua hal yang terjadi antara Hud dengan kaumnya diceritakan secara
detail :
Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus)
saudara mereka Hud. Ia berkata;”Hai kaumku,sembahlah Allah, sekali-kali tidak
ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja. Hai kaumku, aku
tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari
Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?. Dan (dia
berkata);”Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu, lalu bertobatlah
kepada-Nya, niscaya Dia menurunakan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan
menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan
berbuat dosa.” Kaum ‘Ad berkata;”Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami
suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan
sembahan-sembahan kami karena perbuatanmu, dan kami tidak akan sekali-kali
mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami
telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” Hud menjawab ;’seungguhnya aku
bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku
berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan, dari selain-Nya, sebab itu
jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh
kepadaku. Sesungguhnya aku bertawwakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak
ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya.
Sesungguhnya Tuhanku diatas jalan yang lurus.” Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus
(untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhamku akan mengganti (kamu) dengan kaum
yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya
sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu. Dan
tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman
bersama dia dengan rahmat dari kami; dan Kami selamatkan (pula) mereka (di
akhirat) ari azab yang berat. Dan itulah (kisah) kaum ‘Ad yang mengingkari
tanda-tanda kekuasaan Tuhan mereka, dan mendurhakai rasul-rasul Allah dan
mereka menuruti perintah semua penguasa yang sewenang-wenang lagi
menantang(kebenaran). Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia ini dan
(begitu pula) di hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya kaum ‘Ad itu kafir kepada
Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum ‘Ad (yaitu) kaum Hud itu. (
QS Hud 50-60).
Surat lain yang
menyebutkan tentang kaum ‘Ad adalah surat Asy- Syu’araa’. Dalam surat ini ditekankan sifat-sifat dari kaum ‘Ad. Menurut surat ini
kaum ‘Ad adalah “orang-orang yang membangun tanda-tanda/monumen disetiap tempat
yang tinggi” pan para anggota sukunya “membangun gedung-gedung yang indah
dengan harapan mereka akan hidup didalamnya (selamanya)”. Disamping itu, mereka
mengerjakan kerusakan/kejahatan dan berkelakuan brutal. Ketika Hud
memperingatkan kaumnya, mereka mengomentari kata-katanya sebagai “kebiasaan
kuno”. Mereka sangat yakin bahwa tidak ada hal yang akan terjadi terhadap mereka;
Kaum Hud telah mendustakan para
rasul. Ketika saudara mereka Hud berkata kepada mereka ;Mengapa kamu tidak
bertaqwa. Sesungguhnya aku adalah seorang rasul; keperccayaan (yang diutus)
kepadamu, maka bertaqwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan sekali-kali
aku tidak meminta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah
dari Tuhan semesta alam. Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi
bangunan untuk bermain-main, dan kamu mmbuat benteng -benteng dengan maksud
supaya kamu kekal (didunia?). Dan apabila kamu menyiksa, maka kamu menyiksa
sebagai orang-orang yang kejam dan bengis. Maka bertaqwalah kepada Allah dan
taatlah kepadaku. Dan bertaqwalah kepada Allah yang telah menganugerahkan
kepadamu apa yang kamu ketahui. Dia telah menganugerahkan kepadamu
binatang-binatnag ternak dan anak-anak, dan kebun-kebun dan mata air,
ssungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar”. Mereka menjawab
;”Adalah sama saja bagi kami, aoakah kamu memberi nasehat atau tidak memberi
nasehat, (agama kami) ini tidak lain hanmyalah adat kebiasaan orang dahulu, dan
kami sekali-kali tidak akan di”azab”. Maka mereka mendustakan Hud, lalu Kami
binasakan mereka. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. Dan
sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (QS
Asy Syu’araa’ 123-140).
Kaumnya yang
menunjukan permusuhan kepada Hud dan memberontak/melawan Allah, nyata-nyata
dibinasakan. Badai pasir yang mengerikan membinasakan kaum ‘Ad sebagaimana
mereka “tidak pernah mengira”.
Temuan Arkeologis Kota Iram
Pada permulaan tahun 1990 muncul
keterangan pers dari beberapa Koran terkemuka di sunia yang mengemukakan;”Kota
di Arabia Yang banyak diceritakan dalam sejarah Ditemukan”, “Kota Legenda di
Arab Ditemukan”, “Ubar, Atlantis di padang pasir”. Apa yang membuat temuan
arkeologis ini membangkitkan minat adalah kenyataan bahwa kota ini yang juga
disebut dalam Al Qur’an, sejak dahulu hingga saat ini banyak orang yang
beranggapan bahwa kaum ‘Ad sebagaimana diceritakan dalam Al Qur’an hanyalah
sebuah legenda atau lokasi dimana ‘Ad berada tidak akan pernah ditemukan,
mereka tidak dapat menyembunyikan keheranannya atas penemuan ini. Penemuan kota
ini yang hanya disebutkan dalam dongeng lisan Suku Badui, membangkitkan minat
dan rasa keingintahuan yang besar.
Nicholas Clapp, seorang arkeolog
amatir yang menemukan kota legendaries yang disebutkan dalam Al Qur’an. Sebagai
seorang Arabophile dan pencipta sebuah film dokumenter yang terpilih,
Clapp telah menjumpai suku yang sangat menarik selama penelitiannya tentang
sejarah Arabia. Buku ini berjudul ”Arabia Felix” yang ditulis oleh seorang
penulis Ingris bernama Bertram Thomas pada tahun 1932. Arabia Felix adalah
sebuah roman yang menunjukkan tempat-tempat bagian selatan semenanjung Arabia
dimana saat ini termasuk daerah Yaman dan sebagai besar Oman. Bangsa Yunani
menyebut daerah ini “Eudaimon Arabia”. Sarjana Arab
abad pertengahan menyebutnya sebagai “Al-Yaman as-Saida”. Semua penamaan
tersebut berarti “Arabia yang Beruntung”, karena orang-orang yang hidup
didaerah tersebut dimasa lalu dikenal sebagai orang-orang yang paling beruntung
pada jamannya. Apakah yang menjadi alasan bagi sebuah penunjukan seperti itu?.
Keberuntungan mereka
adalah berkaitan dengan letak mereka yang strategis –bertindak selaku perantara
dalam perdagangan rempah-rempah antara India dengan tempat-tempat di sebelah
Utara semenanjung Arab. Di samping itu orang-orang yang berdiam di daerah ini
menghasilkan dan mendistribusikan “frankincense” sebuah aroma wangi-wangian
dari getah/damar sejenis pohon langka yang menjadi barang yang sangat penting
dalam masyarakat kuno, tanaman ini digunakan sebagai dupa (asap wangi) dalam
bebagai acara religi/keagamaan. Pada saat
itu, tanaman tesebut setidaknya sama berharganya seperti emas.
Seorang peneliti Inggris Thomas menyebutnya sebagai suku
yang “beruntung”, Ia dengan panjang lebar mengakui bahwa telah menemukan jejak
bekas-bekas dari sebuah kota kuno yang dibangun oleh salah satu suku ini. Kota
ini dikenal dengan sebutan “Ubar” oleh suku Badui. Di dalam sebuah perjalanan
yag dilakukan di daerah tersebut oleh suku Badui yang hidup di padang pasir
telah menunjukan sebuah jalur usang dan menyataka bahwa jejak-jejak ini menuju
ke arah kota kuno Ubar. Thomas yang menunjukkan keinginan besar dalam hal ini
meninggal sebelum mampu menuntaskan penelitiannya.
Clapp yang
mempelajari apa yang ditulis oleh Thomas sang peneliti Ingris, diyakinkan akan
keberadaan kota yang hilang tersebut sebagaimana disebutkan dalam buku
tersebut. Tanpa membuang waktu, Ia memulai penelitiannya.
Clapp
mencoba dengan dua jalan untuk membuktikan keberadaan Ubar. Peertama, Ia
menemukan bahwa jalan-jalan yang dikatakan oleh suku Badui benar-benar ada. Ia
meminta kepada NASA (Badan Luar Angkasa Nasional Amerika Serikat) untuk
menyediakan foto/citra satelit dari daerah tersebut. Setelah melalui perjuangan
yang panjang, Ia berhasil membujuk pihak yang berwenang untuk memotret daerah
tersebut.
Clap
melanjutkan mempelajari naskah dan peta-peta kuno di perpustakan Huntington di
California. Tujuannya adalah untuk menemukan peta dari daeah tesebut. Setelah
melalui penelitian singkat, ia menemukan peta tersebut. Apa yng ditemukannya
adalah sebuah peta yang digambar oleh Ptolomeus seorag ahli Geografi Yunani
Mesir dari tahun 200 M. Dalam peta ini ditunjukan letak dari kota tua yang
ditemukan di daeah tersebut dan jalan-jalan yang menuju kota tersebut.
Sementara itu. Ia menerima kabar
bahwa gambar-gambar satelit yang diinginkannya telah diambil oleh NASA. Dalam
gambar tersebut, bebeapa jejak kafilah menjadi nampak yang hal tersebut sulit
untuk dikenali dengan menggunakan mata telanjang, namun hanya bisa dilihat
sebagai satu kesatuan dari luar angkasa. Setelah membandingkan gambar-gambar
dari satelit dengan peta tua yang ada ditangannya, akhirnya Clapp mencapai
kesimpulan yang ia cari ; jejak-jejak dalam peta tua berhubungan dengan
jejak-jejak dalam gambar yag diambil dengan satelit. Tujuan akhir dari
jejak-jejak ini adalah tempat peninggalan sejarah yang luas yang ditengarai
dadulunya merupakan sebuah kota.
Akhirnya
lokasi kota legendaris yang menjadi subyek cerita-cerita lisan suku Badui
diketemukan. Tidak berapa lama kemudian penggalian dimulai dan peninggalan dari
sebuah kota mulai diangkat dari bawah gurun pasir. Demikianlah kota yang hilang
sebagaimana disebutkan sebagai “ Atlantis dari padang pasir, Ubar “.
Apakah
hal tersebut membuktikan bahwa kota ini sebagai kota kaum ‘Ad yang disebutkan
dalam Al Qur’an ?.
Saat
itu juga reruntuhan-reruntuhan mulai dilakukan penggalian, ditengarai bahwa
reruntuhan dari kota tersebut berupa pilar-pilar milik kaum ‘Ad dan Iram
seperti disebutkan dalam Al Qur’an, karena di berbagai susunan yang digali
adalah menara yang merujuk/dihubungkan dengan yang ada dalam Al Qur’an. Dr.
Zarins seorang anggota tim penelitian yang memimpin penggalian mengatakan bahwa
selama menara-menara itu dianggap sebagai unsur yang menunjukkan ke-khas-an
kota ‘Ubar, dan selama Iram disebutkan mempunyai menara-menara atau
tiang-tiang, maka, sejauh ini, itu merupakan bukti terkuat bahwa peningalan
sejarah yang mereka gali adalah Iram, kota kaum ‘Ad yang disebutkan dalam Al
Qur’an:
Apakah kamu tidak memperhatikan
bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad, (yaitu) penduduk Iram yang
mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi yang belum pernah dibangun (suatu kota)
seperti itu, di negeri-negeri lain. ( QS AL Fajr: 6-8).
Kaum ‘Ad
Sampai dengan sejauh ini kita telah
melihat bahwa kemungkinan, Ubar adalah kota Iram seperti disebutkan dalam Al
Qurán. Menurut Al Qurán warga dari kota tersebut tidak menngindahkan seruan
Nabi Hud yang membawakan risalah kepada mereka dan yang telah memperingatkan
mereka serta akhirnya merekapun dibinasakan.
Ciri-ciri
dari kaum Ád yang membangun kota Iram telah menimbulkan banyak perdebatan.
Dalam berbagai catatan sejarah tidak pernah ditemukan satu kaumpun yang telah
memiliki kebudayaan yang begitu berkembang atau atau peradaban yang pernah
terbentuk. Mungkin akan muncul sebuah pikiran bahwa aneh kiranya bahwa nama
dari sebuah kaum semacam itu tidak pernah diketemukan dalam catatan sejarah.
Namun
di sisi lain harus haruslah dipahami, bahwa tidaklah mengherankan bila tidak
bisa menemukan caatan keberadaan dari kaum ini dalam catatan dan arsip
peradaban lama. Alasannya adalah bahwa kaum ini berdiam di Arabia Selatan yang
merupakan sebuah daerah yang cukup berjarak dengan kaum lain yang hidup di
daerah Mesopotamia dan Timur Tengah yang hanya memiliki hubungan yang terbatas
dengan mereka. Ini merupakan sebuah keadaan umum untuk sebuah negara yang
sangat jarang diknal, bahwa negara tersebut kemudian tidak tercatat dalam
catatan sejarah. Namun, di samping itu juga, adalah mungkin untuk mendengatkan
cerita-cerita tentangnya diantara orang-orang yang hidup disekitr Timur Tengah.
Alasan
paling utama mengapa Ád tidak disebutkan dalam catatan tertulis adalah bahwa
pada saat itu komunikasi tertulis tidaklah lazim di daerah tersebut. Itulah
sebabnya mungkin kaum Ád telah membangun sebuah peradaban namun peradaban ini
belum pernah disebutkan dalam catatan sejarah sebagaimana peradaban lain
melakukan dokumentasi. Jika saja kebudayaan ini berlangsung lebih lama, niscaya
akan banyak hal yang dapat diketahui tentang kaum Ád disaat ini.
Tidak
ada catatan sejarah tentang kaum Ád, namun adalah mungkin untuk menemukan
informasi penting tentang ‘’ anak cucu’’ mereka dan untuk mendapatkan gambaran
yang jelas tentang kaum Ád.
Orang
Hadramaut (Hadramites) Anak cucu ‘Ad
Tempat yang pertamakali dicari untuk meneliti
kemungkinan jejak-jejak peradaban yang didirikan oleh kaum ‘Ad atau anak cucu
mereka adalah di Yaman Selatan dimana “Ubar, Atlantis di padang pasir”
ditemukan dan yang ditengarai sebagai “ Fortunate Arab/Arab yang Beruntung”. Di
Yaman selatan, empat kaum telah hidup sebelumzaman kita yang dsebut oleh orang
Yunani sebagai “ Arab yang beruntung”. Mereka adalah hadhramaut, Sabaean
(saba), Minaean dan Qatabaean. Keempat kaum ini dalam waktu yang singkat berada
dalam satu pemerintahan dalam suatu daerah yang saling berdekatan.
Banyak ilmuwan
kontemporer mengatakan bahwa kaum ‘Ad telah memasuki satu periode transformasi
dan kemudian muncul kembali ke dalam panggung sejrah. Dr. Mikhail H. Rahman
seorang peneliti dari University of Ohio merasa yakin bahwa kaum ‘Ad adalah
nenek moyang dari Hadhramaut, Saba dan empat kaum yang pernah hidup di Yaman
Selatan. Muncul sekitar 500 SM, Hadramites yang dikenal oleh orang-orang
sebagai “Fortunate Arab”. Kaum ini memerintah di daerah Yaman Selatan dalam
jangka waktu yang panjang dan secara keseluruhan menghilang pada abad 240 M
pada akhir masa kemunduran yang lama.
Nama Hadrami
memberikan petunjuk bahwa mungkin mereka adalah anak cucu kaum ‘Ad. Seorang
penulis Yunani bernama Pliny yang hidup 3000 SM, menghubungkan suku ini sebagai
“Adramitai” yang berarti Hadrami.
Akhiran dalam bahasa Yunani adalah suffix-kata benda, kata benda “Adram”
mungkin merupakan perubahan dari kata “Ad-I Ram” sebagaimana disebutkan dalam
Al Qur’an.
Ptolomeus seorang
ahli geografi YunanI (150-100 SM) menunjukkan bahwa di sebelah selatan
Semenanjung Arabia adalah tempat dimana kaum yang disebut “Adramitai” pernah
hidup. Daerah yang sampai dengan sekarang dikenal dengan nama
“hadhramaut”. Ibukoa negara Hadrami, Shabwah terletak di sebelah Barat Lembah
Hadhramaut. Berdasarkan berbagai legenda tua menyatakan bahwa makam Nabi Hud
yang diutus sebagai nabi kaum ‘Ad terletak di Hadramaut.
Faktor
lain yang cenderung membenarkan pemikiran bahwa Hadhramaut adalah penerus dari
kaum ‘Ad adalah kekayaan mereka. Bangsa Yunani menegaskan bahwa Hadramites
sebagai ‘ Ras Bangsa yang terkaya di dunia”. Catatan sejarah mengatakan bahwa
Hadramites sangat maju dalam pertanian wewangian, salah satu tanaman yang
paling berharga pada waktu itu. Mereka telah membangun daerah-daeah baru yang
digunakan untuk menanam dan memperluas penggunaanya. Hasil pertanian dari
Hadramites lebih banyak daripada produksi wewangian tersebut dimasa kini.
Apa
yang telah ditemukan dalam penggalian yang dilakukan di Shabwah yang dahulunya
dikenal sebagai ibukota Hadramite sangatlah menarik. Dalam penggalian yang
dimulai pada tahun 1975 sangatlah sulit bagi para ahli arkeologi untuk mencapai
sisa-sisa/reruntuhan dari kota tersebut karena terkubur dibawah gurun pasir yang
sangat dalam. Temuan yang dihasilkan diakhir penggalian sangatlah menakjubkan.
Kota tua yang digali adalah merupakan salah satu temuan terbesar dan menarik
yang ditemukan saat ini. Kota yang dikelilingi oleh tembok, dinyatakan sebagai
lebih luas daripada berbagai situs kuno lainnya di Yaman dan istananya dikenal
sebagai bangnunan yang sangat menakjubkan.
Tidak
diragukan bahwa sangatlah logis untuk menduga bahwa Hadramites telah mewariskan
arsitektur yang lebih unggul dibandingkan dengan pendahulunya kaum ‘Ad. Hud
berkata kepada kaum ‘Ad ketika memperingatkan mereka :
Apakah
kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main Dan
kamu membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kamu kekal (didalammnya) ?. (QS.
Asy-Syuara: 128-129)
Ciri-ciri menarik
lainnya dari bangunan-bangunan yang ditemukan di Shabwah adalah tiangn-tiang
yang sangat rumit. Tiang-tiang yang terdapat di Shabwah tampak sangatlah unik
dalam bentuk melingkar dan disusun dalam serambi-serambi bundar yang mempunyai
banyak tiang berbentuk bundar. Sementara diberbagai situs di Yaman sampai
sejauh itu baru ditemukan memiliki tiang-tiang monolithic berbentuk persegi.
Orang-orang Shabwah tentunya mewarisi gaya arsitektural dari para pendahulunya
yaitu kaum ‘Ad. Photius seorang Yunani Bizantium seorang penguasa
Konstantinopel pada awal abad 9 M, sangat banyak melakukan penelitian di
kawasan Arabia Selatan dan aktifitas perdagangan mereka, dikarenakan ia
mempunyai akses pada catatan kuno bangsa Yunani yang saat ini sudah musnah, dan
secar khusus buku berjudul Agatharachides (132 SM) yag berkait dengan laut
Erythrea (Laut Merah). Pontius mengatakan dalam salah satu artikelnya :
Dikatakan bahwa mereka (Arabia Selatan) telah membangun tiang-tiang yang
diselubungi dengan emas atau terbuat dari perak. Ruangan-ruangan diantara
tiang-tiang tersebut sangat mengagumkan untuk dilihat.
Walaupun
pernyataan Photius di atas tidak secara langsung merefer pada Hadrammites,
tetap saja ini memberikan gambaran tentang kemakmuran dan kegagahan bangunan
dari orang-orang yang tinggal di wilayah itu. Penulis kuno dari Yunani, Pliny
dan Strabo menggambarkan kota-kota ini sebagai “terhiasi oleh patung-patung
dang istana-istana yang indah”.
Ketika kita
berpikir bahwa para penghuni kota ini adalah para anak-cucu kaum ‘Ad, maka
dengan cukup jelas bisa dipahami mengapa al-Qur’an menyebutkan tempat tinggal
kaum ‘Ad sebagai “penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi”.
(QS. Al-Fajr: 7).
Sumber-sumber
Mata Air dan Kebun-kebun kaum ‘Ad
Saat ini, pemandangan alam yang paling sering muncul bila
seseorang bepergian ke Arabia Selatan adalah padang pasir seluas mata
memandang. Sebagian besar dari tempat tersebut diselimuti dengan pasir, kecuali
kota-kotanya dan daerah-daerah yang kemudian telah ditanami pepohonan. Gurun
pasir telah ada sejak ratusan bahkan mungkin ribuan tahun.
Namun dalam Al
Qur’an, terdapat informasi yang menarik dalam salah satu ayat yang berkenaan
dengan kaum ‘Ad. Ketika memperingatkan kaumnya, Nabi Hud menarik perhatian
mereka dengan mata-air-mata air Dan kebun yang telah dianugerahkan Allah kepada
kaum ‘Ad:
Maka bertaqwalah kepada Allah Dan taatlah kepadaku. Dan
bertaqwalah kepada Allah yang telah menganugerahkan kepaamu apa yang kamu
ketahui. Dia telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatang ternak dan
anak-anak, dan kebun-kebun dan mata air, sesungguhnya aku takut kamu akan
ditimpa azab hari yng besar”. ( QS Asy Syu’araa’ 131-135).
Namun sebagaimana telah kita catat sebelumnya,
Ubar yang dikenal dengan kota Iram dan tempat-tempat lainnya yang dahulunya
merupakan daeah hunian laum ‘Ad, saat ini ditutupi oleh pasir seluruhnya, jadi
mengapa Hud menggunakan perumpaman khusus ketika memperingantkan kaumnya?.
Jawabanya adalah
tersembunyi dalam catatan sejarah perubahan iklim. Catatan sejarah
mengungkapkan bahwa daeah-daerah yang sekarang berubah menjadi gurun pasir,
pada suatu ketika pernah sangat produktif /subur dan merupakan tanah yang
menghijau. Sekitar ribuan tahun yang lampau sebagian besar tempat tersebut
diliputi oleh kawasan yang menghijau dan mata air sebagaimana disebutkan dalam
al Qur’an. Orang-orang yang berada di kawasan tersebut memanfaatkan anugerah
tersebut. Hutan-hutan tersebut melunakkan kekerasan iklim daerah tersebut dan
membuatnya lebih bisa dihuni. Padang pasir memang ada, namun tidak seluas
seperti yang ada saat ini.
Di Arabia
Selatan, bukti–bukti penting telah diperoleh di daerah tempat kaum ‘Ad pernah
hidup, yang mampu memberikan titik terang atas persoalan ini. Disini nampak
bahwa penduduk dari daerah ini menmggunakan sistem pengairan yang sudah sangat
maju. Sistem pengairan ini kemungkinan besar hanya untuk satu tujuan yaitu
pertanian. Didaerah tersebut, sekarang tidak layak untuk dihuni, suatu saat
lalu, orang-orang pernah mengolah dan menanami tanah tersebut.
Citra satelit
juga mengungkapkan sebuah sistem saluran air kuno yang luas dan bendungan yang
digunakan dalam pengairan disekitar Ramlat as Sab’atayan yang diperkirakan
mampu menghidupi sekitar 200.000 orang di kota-kota yang berdekatan.
Salah satu dari para peneliti yang melakukan penelitian menggunakan ‘ daerah
sekitar Ma’rib sangat subur, sehingga seseorang bisa memikirkan bahwa seluruh
daerah doantara ma’rib – Hadhramaut dahulunya pernah berada di bawah satu pengusahaan.
Seorang penulis
klasik Yunani, Pliny menyebutkan bahwa daerah ini dahulunya sangat subur dengan
gunung berhutan lebat yang diselimuti kabut, sungai dan hutan yang tidak ada
putusnya. Dalam prasasti yang ditemukan di beberapa kuil kuno dekat Shabwah,
ibukota Hadramite, dikatakan bahwa binatang-binatang yang diburu di daerah
tersebut dan beberapa diantaranya dari binatang buruan tersebut untuk
dikorbankan. Semua hal ini mengungkapkan bahwa sebelum menjadi gurun dahulunya
daerah tersebut dahulunya merupakan daerah yang subur.
Kecepatan
bagaimana gurun pasir itu semakin melebar batasnya, bisa dilihat pada beberapa
penelitian terkini yang dikerjakan oleh Smithsonian Institute di Pakistan,
dimana sebuah kawasan yang dikenal sangat subur di abad pertengahan berubah
menjadi gurun pasir dengan gundukan-gundukan pasir setinggi 6 meter, gurun
tersebut diketahui berkembang rata-rata sepanjang 6 inci perharinya. Dengan
kecepaan seperti ini pasir dapat menelan bangunan tertinggi sekalipun dan
menguburnya seolah-olah bangunan itu tidak pernah ada. Dengan demikian
penggalian yang dilakukan di Timna di Yaman pada tahun 1950 yang hampir selesai
seluruhnya tertimbun lagi oleh pasir. Piramid-piramid di Mesir dulunya juga
pernah tertimbun pasir dan baru muncul ke permukaan setelah melalui penggalian
yang sangat lama. Secara singkat sangatlah jelas bahwa daerah yang dikenal
sekarang dengan gurun pasir dimasa lalu mungkin memiliki tampilan yang sangat
jauh berbeda.
Baca juga:Takwa dan akhlak yang baik
Bagaimana
Kaum ‘Ad Dihancurkan?
Di dalam Al Qur’an kaum ‘Ad dikatakan bahwa mereka
dibinasakan melalui angin badai yang dahsyat. Dalam sebuah ayat disebutkan
bahwa angin badai yang hebat berlangsung selama tujuh malam delapan hari dan
menghancurkan seluruh kaum ‘Ad:
Kaum ‘Ad pun telah mendustakan (pula). Maka alangkah
dahsyatnya azab-Ku Dan ancaman-ancaman-Ku. Sesungguhnya kami telah
menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari yang naas terus
menerus. ( QS Al Qamar 18-20).
Adapun kaum ‘Ad maka mereka telah
dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang allah
menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam Dan delapan hari terus
menerus ; maka kamu lihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan
mereka tunggul pohon lorma yang telah kosong (lapuk). ( QS Al Haaqqah 6-7).
Meskipun telah diperingatkan
sebelumnya, orang-orang ternyata tidak mengindahkan peringatan dan merekapun
terus menerus menolak nabi mereka. Mereka berada dalam sebuah khayalan bahwa
mereka tidak akan pernah memahami apa yang sedang terjadi pada mereka ketika
melihat penghancurn tersebut menghampiri mereka dan merekapun tetap dalam
keingkarannya :
Maka
tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju kelembah-lembah mereka.
Berkatalah mereka; “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami. (Bukan
!) bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin
yang mengandung azab yang pedih. ( QS al Ahqaf 24).
Dalam
ayat ini disebutkan bahwa orang-orang melihat awan yang akan membawa malapetaka
bagi mereka, namun tidak dapat memahami apakah sebenarnya hal tersebut dan
mereka berpikir bahwa itu merupakan awan yang membawa hujan. Ini merupakan
indikasi tentang bagaimana bencana tersebut mendatangi kaum tersebut. Sebab
sebuah badai siclone yang sedang terjadi menyapu sepanjang gurun pasir juga
akan nampak seperti sebuah awan bila terlihat dari kejauhan. Adalah mungkin
bahwa kaum ‘Ad dikelabuhi oleh pemunculan seperti ini dan tidak menyadari bencana
tersebut.
Doe
memberikan penggambaran terhadap sebuah badai pasir yang berdasarkan atas
pengalaman pribadinya; ‘ tanda pertama ( dari debu badai pasir) adalah
mendekatnya tembok udara memuat pasir yang tinggi puncaknya mungkin mencapai
ribuan kaki, diangkat oleh arus kuat yang berambah kuat dan diaduk oleh sebuah
badai angin yang sangat kuat.
Meskipun sisa-sisa peninggalan kaum ‘Ad
“Atlantis di padang pasir, Ubar “ telah ditemukan kembali dari bawah lapisan
pasir yang tebalnya mencapai beberapa meter, tampaknya angin yang mengerikan
yang terjadi selama tujuh malam dan delapan hari, sebagaimana disebutkan dalam
Al Qur’an mengakibatkan tertumpuknya berton-ton pasir diatas kota dan menimbun
hidup-hidup orang-orang tersebut didalam bumi. Sebuah penggalian yang dilakukan
di Ubar menunjukkan kepada sebuah kemungkinan yang sama. Majalah Prancis, Ca
M’Interesse menyatakan hal-hal yang sama; “ Ubar dikubur dibawah pasir
setebal 12 meter yang diakibatkan oleh badai.
Bukti
paling penting yang menunjukkan bahwa kaum ‘Ad dikubur oleh sebuah badai adalah
kata “ahqaf” yang digunakan dalam Al Qur’an untuk menandai lokasi dari kaum
‘Ad. Penggambaran yang digunakan dalam ayat 21 surat Al-Ahqaf adalah sebagai
berikut:
Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Ad
yaitu ketika ia memberi peringatan kepada kaumnya di al Ahqaf dan sesungguhnya
telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya
(dengan mengatakan) : ”Janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku
khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar”.
Ahqaf dalam bahasa Arab berarti ‘
bukit-bukti pasir “ adalah bentuk plural (jamak) dari kata “hiqf” yang berarti
sebuah bukit pasir. Ini menunjukkan bahwa kaum ‘Ad hidup di daerah yang penuh
dengan “bukit-bukit pasir” yang memberikan kemungkinan mendasar yang paling
masuk akal untuk sebuah fakta bahwa mereka dikubur oleh sebuah badai pasir.
Menuerut Sebuah interpretasi, ahqaf kehilangan artinya sebagai
“bukit-bukit pasir” dan menjadi nama dari sebauah tempat di sebelah Selatan
Yaman dimana kaum ‘Ad hidup. Hal ini tidak mengubah fakta bahwa akar dari kata
ini adalah bukit-bukit pasir, namun hanya menunjukan bahwa kata ini telah
menjadi hal yang khas terhap daeah ini yang berlimpah-limpah dengan bukit
pasir.
Penghancuran
yang menimpa kaum ‘Ad yang berasal dari badai pasir yang “ mencabut orang-orang
sebagaimana mereka adalah akar pohon palem yang tercerabut (dari dalam tanah)”,
tentunya telah memusnahkan seluruh orang-orang tersebut dalam waktu yang sangat
singkat, orang-orang yang hingga saat mereka dibinasakan itu hidup dengan
mengolah lahan pertanian yang subur dan membangun bendungan-bendungan serta
saluran-saluran air irigasi untuk mereka sendiri. Semua ladang-ladang pertanian
yang subur , saluran-saluran irigasi dan bendungan-bendungan dari masyarakat
yang pernah hidup disana tertutup oleh pasir, seluruh kota dan penduduknya
dikubur hidup-hiduo dalam pasir, setelah orang-orang tersebut dihancurkan maka
padang pasir seketika menjadi luas dan menutupinya tanpa meniggalkan jejak
sedikitpun.
Sebagai
akibatnya dapat dikatkan bahwa temuan sejarah dan arkeologi mengindikasikan
bahwa kaum ‘Ad dan kota Iram benar-benar pernah ada dan dihancurkan sepeti
disebutkan dalam Al Qur’an. Berdasarkan penelitian lebih lanjut
sisa-sis/reruntuhan dari kaum ini yang telah ditemukan kembali dari dalam gurun
pasir.
Apa
yang seharusnya seseorang lihat dari sisa-sisa reruntuhan yang kubur didalam
pasir adalah mengambilnya sebagai peringatan sebagimana disebutkan dalam Al
Qur’an yang menyatakan bahwa kaum ‘Ad telah meneuju pada kesesatan karena
kesombongan mereka dan mereka berkata;” Siapakah kekuatanya yang lebis besar
dari kami?”. Dan apakah mereka itu tidak memperhatikanbahwa Allah Yang
menciptakan mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya dari mereka?. Dan adalah
mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) Kami.
Apa
yang seharusnya dilakukan oleh seorang insan adalah memahami kenyataan yang
tidak berubah sepanjang waktu didalam pikiran mereka dan memahami bahwa Allah
Yang Terbesar dan paling Mulia, seorang insan hanya dapat menjadi makmur dengan
menyembah-Nya.