Salah satu yang kita dambakan dalam hidup ini adalah
terwujudnya kehidupan yang baik berdasarkan nilai-nilai Islam. Sebagai agama
yang syamil (menyeluruh) dan kamil (sempurna), Islam memberikan
perhatian yang begitu besar pada pembentukan pribadi, keluarga dan masyarakat
yang Islami. Oleh karena itu, menjadi penting bagi kita untuk memahani hakikat
pribadi, keluarga dan masyarakat yang Islami.
PRIBADI ISLAMI.
Kepribadian yang islami adalah pribadi yang
bertaqwa dan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT. Perasaan diawasi oleh Allah
menjadi begitu penting dalam kehidupan seorang muslim karena dengan demikian
dia tidak berani menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan Allah, hal ini
karena setiap perbuatan manusia ada pertanggung-jawabannya dihadapan Allah,
kebaikan dan keburukan yang dilakukannya untuk dirinya sendiri. Allah berfirman
yang artinya: Sesungguhnya Kami
menurunkan kepadamu Al kitab (Al-Qur’an) untuk manusia dengan membawa
kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk
maka petunjuk itu untuk dirinya
sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat
(kerugian dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung
jawab terhadap mereka (QS 39:41).
Disamping
itu pada ayat lain Allah juga berfirman yang artinya: Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungan jawabnya
(QS 17:36).
Puasa
dan seluruh peribadatan di dalam Islam melatih kita untuk selalu dalam
pengawasan Allah, menghargai waktu, disiplin dan sebagainya, sehingga dari
ibadah ini insya Allah akan kita capai perbaikan keislaman diri ke arah yang
lebih baik dan terus menunjukkan ketundukan kepada Allah SWT hingga akhir
hayat, Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu
kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan jangan sampai kamu mati
kecuali dalam keadaan muslim (QS 3:102).
KELUARGA ISLAMI.
Keluarga
Islami adalah keluarga yang anggota-anggota bukan hanya status keagamaannya
sebagai muslim, tapi juga dapat menunjukkan keislaman dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam hubungannya kepada Allah SWT maupun dengan sesama anggota
keluarga dan tetangganya. Dari sini akan terpancar sinar kemuliaan keluarga
dalam kehidupan masyarakat, karena dari keluarga yang islami itulah akan
terwujud nantinya masyarakat yang islami. Oleh karena itu menjadi penting bagi
setiap muslim untuk memperbaiki dan menata keluarga dengan sebaik-baiknya.
Dalam
konteks bulan Ramadhan, memperbaiki keislaman keluarga bisa kita lakukan dengan
lebih menkondisikan suasana pengamalan ajaran Islam dalam keluarga seperti tadarrus
dan tadabbur (mengkaji) Al-Qur’an, sahur bersama, buka puasa bersama,
tarawih bersama yang disertai ceramah dan memperkokoh hubungan dengan sesama
anggota keluarga karena suasana kumpul bersama keluarga di rumah pada bulan
Ramadhan relatif lebih banyak sehingga tercipta keakraban dan keharmonisan
hubungan antar keluarga yang berdampak sangat positif dalam upaya memperbaiki
keislaman anggota keluarga.
Ramadhan
boleh dikata sebagai momentum yang sangat baik untuk memperbaiki keislaman
anggota keluarga. Misalnya anggota keluarga yang belum bisa membaca AL
QURAN bisa kita kontrol dan kita
tumbuhkan atau kita tingkatkan kemampuannya membaca Al-Qur’an, begitu juga
dengan pemahaman dan pengamalannya. Memperbaiki keislaman keluarga merupakan
tanggung jawab kita bersama, khususnya bagi seorang suami atau bapak, maka
seorang bapak harus memperbaiki keislaman dirinya terlebih dahulu baru
memperbaiki keislaman keluarganua. Keluarga harus kita islamisasikan karena
azab Allah sangat pedih bagi siapa saja yang tidak bertaqwa kepada-Nya, Allah berfirman yang artinya: Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS
66:6)
MASYARAKAT YANG ISLAMI.
Terwujudnya
masyarakat yang berkepribadian Islami merupakan sesuatu yang sangat penting.
Dengan terwujudnya masyarakat Islami, ketertiban, kedamaian dan ketenangan
hidup akan sama-sama kita rasakan, bahkan hidup jadi terarah pada nilai-nilai
kebenaran dan dapat kita kikis habis tindakan-tindakan yang maksiat atau paling
tidak sangat kecil peluang manusia untuk melakukan kemaksiatan. Dari sini
masyarakat akan memiliki harapan yang lebih besar terhadap masa depan yang
cerah, tapi bila masyarakat tidak Islami, maka masa depan yang bahagia akan
terasa suram. Allah SWT berfirman,
“Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya” (QS 7:96).
Apabila
manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau masyarakat memperoleh
keberkahan dari Allah SWT, maka kehidupannya akan selalu berjalan dengan baik,
rizki yang diperolehnya cukup bahkan melimpah, sedang ilmu dan amalnya selalu
memberi manfaat yang besar dalam kehidupan. Disinilah letak pentingnya bagi
kita mewujudkan masyarakat yang islami. Pertanyaan kita kemudian adalah seperti
apa masyarakat Islami yang harus kita wujudkan itu.
Paling
kurang ada empat ciri masyarakat Islami yang harus kita tegakkan. Pertama,
masyarakat yang bersaudara antar satu dengan lainnya. Masyarakat yang tidak
mempersoalkan orang asing atau pribumi, dikenal atau belum, penduduk asli atau
pendatang, yang penting adalah ketaqwaannya kepada Allah SWT sebagaimana
firman-Nya,
“Hai manusia, sesunguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya
kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS 49:13).
Kedua,
Masyarakat yang tidak mengenal konflik dan pertentangan, hal ini karena konflik
dan pertentangan biasanya terjadi karena ada kesenjangan yang salah satunya
adalah kesenjangan ekonomi dan masyarakat Islam tentu menunaikan zakat, infak
dan shadaqah. Karena itu, dengan zakat yang ditunaikan secara baik, akan
terjembatani jarak yang memisahkan antara yang kaya dengan yang miskin.
Manakala konflik dan pertentangan antar sesama anggota masyarakat sudah bisa
diatasi atau diselesaikan, niscaya masyarakat itu akan menjelma menjadi
masyarakat yang kuat meskipun sebenarnya potensinya lemah, sedangkan masyarakat
yang sebenarnya memiliki potensi yang besar tetap saja akan menjadi lemah bila
masih saja mengembangkan konflik dan pertentangan, Allah SWT berfirman yang
artinya,
“Dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar” (QS 8:46).
Ketiga, masyarakat
yang bersungguh-sungguh dalam kebaikan termasuk dalam mencari kebutuhan ekonomi
yang halal bagi diri dan keluarganya merskipun dengan susah payah dalam
memperolehnya, Rasulullah Saw bersabda,
“Seseorang yang membawa tambang lalu pergi
mencari dan mengumpulkan kaya bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan
uangnya digunakan untuk mencukupi kerbutuhan dan nafkah dirinya, maka itu lebih
baik dari seseorang yang meminta-minta kepada orang yang terkadang diberi dan
kadang ditolak (HR. Bukhari dan
Muslim).
Keempat,
masyarakat yang terhormat, yakni masyarakat yang memiliki izzah, kemuliaan atau
harga diri, baik dalamn kaitan dengan mencari harta, melapiaskan keinginan
seksual maupun dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia. Citra diri
merupakan sesuatu yang selalu dijaga dan dipertahankan.
Dari
uraian di atas, menjadi jelas bagi kita bahwa terbentuknya pribadi, keluarga
dan masyarakat yang islami merupakan suatu kebutuhan bagi proses perwujudan
kehidupan dunia yang aman, adil dan sejahtera.
TARBIYYAH RAMADHAN
Ada
banyak faktor yang membuat kita harus bersyukur kepada Allah SWT. Salah Satunya
adalah disampaikan-Nya usia kita pada bulan Ramadhan yang mubarak, sehingga
kita bisa rasakan lagi ibadah Ramadhan yang nikmat itu. Kenikmatan ibadah
Ramadhan dapat kita rasakan salah satunya dari sisi nilai tarbiyyah
(pendidikan) nya terhadap diri, keluarga dan masyarakat.
Oleh
karena itu, manakala ibadah Ramadhan ini dapat kita tunaikan dengan
sebaik-baiknya, maka masyarakat dan negara kita yang mayoritas penduduknya
muslim ini akan sampai pada suatu keadaan yang bersih jiwanya sehingga
melahirkan masyarakat dan bangsa yang bersih dari sifat dan prilaku yang buruk.
Ada
banyak nilai tarbiyyah Ramadhan yang akan kita peroleh, khususnya dari ibadah
puasa. Pemahaman tentang masalah ini perlu kita ingat dan segarkan kembali agar
ibadah puasa Ramadhan pada tahun ini bisa kita optimalkan dalam peroleh
hasil-hasilnya.
1.
Membersihkan
Jiwa.
Keadaan jiwa
seseorang menjadi penentu utama bagi diri dalam bersikap dan berprilaku. Sikap
dan prilaku yang baik atau buruk sangat ditentukan oleh apakah jiwanya bersih
atau tidak. Puasa mentarbiyyah kita untuk menjadi manusia yang memiliki jiwa
yang bersih. Indikasi jiwa yang bersih adalah senang melaksanakan apa yang diperintah
Allah, menjauhi apa yang dilarang-Nya serta selalu berupaya untuk
menyempurnakan pengabdiannya kepada Allah SWT.
Jiwa
yang bersih akan membuat seseorang, pertama, senang pada kejujuran dan
puasa memang mendidik seorang muslim untuk bersikap dan berprilaku jujur,
meskipun tidak ada orang lain yang mengetahui kalau dia melakukan pelanggaran.
Kedua, takut kepada Allah dan selalu merasa diawasi olehnya yang membuat
tumbuh dalam jiwanya rasa dekat kepada Allah SWT sehingga dia tidak mau melanggar ketentuan-ketentuan
Allah SWT, meskipun pelanggaran yang dilakukannya termasuk pelanggaran yang
kecil dan tidak diketahui oleh orang lain. Ketiga, orang yang
mendambakan kebersihan jiwa, manakala telah diselimuti dengan dosa, maka dia
ingin membersihkan dosa-dosanya itu, dan puasa merupakan salah satu upaya untuk
membersihkan jiwa dari dosa-dosa. Keempat, jiwa yang bersih juga diindikasikan
dalam bentuk disiplin dalam menjalan ketentuan-ketentuan Allah SWT dan puasa
memang melatih kita untuk menjadi orang yang disiplin dalam menjalani kehidupan
sebagaimana yang telah digariskan Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasul-Nya.
Makan, minum, melakukan hubungan seksual dan sebagainya ada ketentuan waktu
yang harus ditaati oleh seorang muslim selama menunaikan ibadah puasa, ini
berarti puasa harus menghasilkan jiwa disiplin dalam ketaatan kepada Allah SWT.Dan
kedisiplinan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam dunia apapun, apalagi
dalam menjalani kehidupan sebagai seorang muslim.
2.
Memantapkan
Keinginan Baik.
Keinginan (iradah)
merupakan sesuatu yang mesti ada, tumbuh dan berkembang dalam diri seorang
muslim dalam rangka melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT.Puasa
mendidik kita untuk menumbuhkan dan mengembangkan iradah untuk melaksanakan
yang baik dan iradah untuk menjauhi segala bentuk keburukan.
Pahala atau
imbalan besar yang disediakan Allah SWT terhadap orang yang berpuasa dengan
baik membuat tumbuh pada dirinya keinginan untuk melaksanakan segala bentuk
kebaikan dan menjauhi segala bentuk keburukan. Misalnya saja di bulan Ramadhan
kita dibina untuk menolong orang lain dengan cara memberi makan atau minum
kepada orang yang berbuka dengan pahala yang besar, Rasulullah Saw bersabda,
“Barangsiapa
memberi jamuan buka puasa kepada orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala
seperti pahalanya (orang yang berpuasa) itu, yaitu tidak dikurang sedikitpun
pahala orang yang berpuasa itu” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu
Hibban).
Dengan imbalan
yang besar itu, seorang sahabat meskipun miskin masih tetap berkeinginan untuk
bisa memberi makan atau minum kepada orang yang berbuka puasa, tapi dia
bertanya kepada Rasul tentang apa yang bisa diberikannya karena miskinnya itu,
maka Rasulpun tidak menutup kemungkinan seseorang untuk menginginkan suatu amal
yang baik, maka beliaupun menyatakan: “meskipun engkau hanya bisa memberi
sebiji korma atau seteguk air”.
3.
Mengendalikan
Nafsu Seksual.
Secara khusus,
ibadah puasa juga mendidik kita untuk melakukan pengendalian terhadap nafsu
seksual, tapi bukan membunuh nafsu seksual sehingga kita tidak memilikinya
lagi. Nafsu seksual merupakan salah satu pintu yang digunakan oleh syaitan
dalam menggoda manusia menuju jalan yang sesat. Karena itu, tidaklah aneh kalau
kita menemukan begitu banyak manusia yang akhirnya jatuh ke lembah yang nista
karena tidak mampu mengendalikan nafsu seksualnya. Berapa banyak orang kaya
yang jatuh miskin karena masalah seksual, berapa banyak pejabat yang jatuh dari
kursi kekuasaannya karena nafsu seksual dan berapa banyak terjadi kasus-kasus
kerusakan akhlak lainnya karena berpangkal dari persoalan seksual.
Karena
itu, tidak aneh juga kalau ada psikolog menganggap seks sebagai faktor
utama penggerak aktivitas manusia,
karena memang begitulah yang banyak terjadi di berbagai belahan dunia,
khususnya di dunia barat. Wabah kerusakan moral dan berbagai penyakit telah
bermunculan karena bermula dari ketidakmampuan manusia mengendalikan nafsu
seksualnya.
Oleh
karena itu, bagi seorang muslim, masalah seksual merupakan karunia Allah SWT
yang pelampiasannya boleh dilakukan pada batas-batas yang telah ditentukan oleh
Allah dan Rasul-Nya. Maka ibadah puasa melatih kita untuk mengendalikan
keinginan seksual itu, jangankan kepada wanita lain atau kepada lelaki lain,
kepada isteri atau suami saja harus dikendalikan dengan sebaik-baiknyapada saat
sedang berpuasa, Allah berfirman yang artinya:
“Dihalalkan
bagi kamu pada malam hari puasa
bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak bisa
menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu.
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar” (QS Al-Baqarah: 187).
4.
Mengokohkan
Jiwa Kemasyarakatan
Sebagai
manusia, kita menyadari bahwa hidup ini tidak mungkin bisa kita jalani dengan
baik tanpa kebersamaan dengan manusia lainnya. Karena itu interaksi kita antara
yang satu dengan yang lain merupakan suatu kebutuhan dan secara ekonomi, yang
kaya harus membantu yang miskin, sementara yang miskinpun masih bisa bersyukur
kepada Allah SWT karena bisa jadi masih banyak orang yang lebih miskin darinya.
Ibadah
puasa mendidik kita untuk mengokohkan jiwa kemasyarakatan itu, sehingga sebagai
orang yang memiliki kemampuan secara materi kita siap memberikan bantuan kepada
yang tidak mampu karena kita sudah merasakan tidak enaknya lapar dan haus,
padahal itu hanya berlangsung beberapa jam, sementara masih begitu banyak
anggota masyarakat kita yang memerlukan bantuan, apalagi dalam krisis ekonomi
di negara kita sekarang ini yang telah melahirkan penduduk miskin baru dalam
jumlah yang amat banyak. Menumbuhkan jiwa kemasyarakatan itu nantinya disimbolkan
dalam bentuk menunaikan zakat fitrah yang memang harus diberikan kepada mereka
yang miskin.
TARGET
PENINGKATAN TAQWA
Bila
kita hendak simpulkan tentang apa sesungguhnya target ibadah puasa secara
khusus dan ibadah Ramadhan lainnya secara umum, maka target yang hendak kita
capai adalah terwujudnya peningkatan taqwa kepada Allah SWT dalam arti yang
sesungguhnya sebagaimana firman Allah dalam QS 2: 183 di atas.
Oleh
karena itu, dari Ramadhan ke Ramadhan, dari satu peribadatan ke peribadatan
berikutnya semestinya membuat taqwa kita kepada Allah SWT semakin berkualitas,
ibarat orang menaiki tangga, maka dia sudah berada pada pijakan tangga yang
lebih tinggi sesuai dengan frekuensi peribadatannya. Manakala dari tahun ke
tahun ibadah Ramadhan kita tunaikan, tapi ternyata tidak ada peningkatan taqwa
kepada Allah yang kita tunjukkan, maka kita khawatir kalau puasa kita itu
tergolong yang hanya merasakan lapar dan haus saja, Rasulullah Saw bersabda
yang artinya: Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan
pahalanya, melainkan hanya lapar dan haus saja (HR. Ahmad
dan Hakim dari Abu Hurairah).
Semoga
kita termasuk orang yang sukses dalam menjalankan ibadah Ramadhan.
Baca juga: Khutbah JUMAT; Urgensi Tauhid Dalam Mengangkat Derajat Muslimin