Ramadhan tengah memasuki akhir minggu
kedua. Itu artinya, hampir separuh puasa Ramadhan telah kita lalui. Dengan
demikian, Ramadhan tinggal separuh lagi. Orang yang memahami indahnya bulan
Ramadhan tentu akan merasa sangat bersedih, betapa hari-hari puasa seakan cepat
sekali berlalu. Rasanya baru kemarin kita memulai, tak terasa, sekarang sudah
berjalan separuh. Tentu sebentar lagi pula, Ramadhan dengan segenap keindahan,
keberkahan, dan kemuliaannya akan meninggalkan kita. Bila umur kita panjang,
tahun depan atau 11 bulan lagi kita baru akan bertemu lagi dengan bulan
Ramadhan.
Ramadhan Bulan Ampunan
Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan
adalah Allah SWT membuka peluang lebar-lebar bagi kita untuk membersihkan dosa
dan kesalahan yang selama ini dilakukan asal kita melaksanakan puasa Ramadhan
dengan landasan iman dan ikhlas serta tidak melakukan dosa-dosa besar. Tentang hal ini, Nabi menyatakan:
Siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan landasan iman dan ikhlas
akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Ahmad).
Shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, dan Ramadhan ke Ramadhan menghapus dosa di
antaranya selama dosa-dosa besar dijauhi. (HR Muslim).
Saking bersihnya kita dari dosa, sekeluar kita dari Ramadhan, kuta digambarkan
bagaikan baru dilahirkan kembali oleh ibu kita.
Siapa saja yang berpuasa dan shalat malam (tarawih) karena iman dan ikhlas akan
keluar dari dosanya seperti hari dia dilahirkan oleh ibunya. (HR Ibn Majah dan
al-Baihaqi).
Begitu mudahkah Allah SWT mengampuni dosa-dosa kita? Jawabnya, ya. Yakinlah,
Allah SWT pasti akan menerima tobat kita.
Sesungguhnya Allah pasti menerima tobat hamba-Nya selama belum mengalami
sakratulmaut. (HR at-Tirmidzi).
Bahkan dalam hadis yang lain dijelaskan bahwa Allah SWT sesungguhnya sangat
bergembira menyaksikan hambanya yang-meski berlumuran dosa-datang untuk
bertobat lebih bergembira dibandingkan dengan orang yang dalam perjalanan di
padang pasir menemukan kembali ontanya yang penuh perbekalan, yang sebelumnya
hilang.
Muslim yang baik bukanlah orang yang tidak pernah melakukan kesalahan, karena
itu tidak mungkin. Sudah menjadi tabiat manusia melakukan kesalahan dan
kekhilafan. Di samping dorongan hawa nafsu dan tarikan lingkungan juga karena
memang setan telah berjanji akan terus menggoda manusia. Akan tetapi, kata
Nabi, sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah yang bersegera bertobat.
Setiap manusia berbuat kesalahan dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan
adalah mereka yang mau bertobat. (HR Ad-Darimi).
Jadi, sudahkan Anda bertobat? Alhamdulillah bila sudah. Salah satu syarat tobat
kita diterima Allah adalah, seperti dalam ayat di atas, kita berjanji untuk
tidak mengulangi kesalahan itu. Di sinilah peran penting puasa yang disebut
Nabi bagaikan benteng untuk kita tidak melakukan kesalahan.
Puasa bagaikan benteng (yang mencegah perbuatan keji dan mungkar). (HR
al-Bukhari).
Kemuliaan Ramadhan
Ramadhan memang bulan mulia. Di dalamnya
terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Dalam bulan Ramadhan pula
diturunkan al-Quran sebagai petunjuk hidup manusia, penjelas dan pembeda antara
yang haq dan yang batil.
Bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi
manusia, penjelas dari petunjuk itu, dan pembeda. (QS al-Baqarah [2]: 185).
Begitu banyak pujian Allah untuk bulan Ramadhan dan keistimewaan yang diberikan
Allah untuk orang-orang yang berpuasa. Berbeda dengan ibadah yang lain, puasa
dinyatakan untuk Allah sendiri:
Setiap amal manusia untuknya kecuali puasa. Puasa untuk-Ku dan Aku yang akan
membelasnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Bahkan dikatakan, bau mulut orang yang berpuasa (dan itu wajar karena seharian
tidak kemasukan makanan atau minuman) ternyata pada sisi Allah lebih harum
daripada bau minyak kesturi.
Sungguh, demi Dzat yang jiwa Muhammad berada dal;am genggaman-Nya, bau mulut
orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada Hari Kiamat darpada wangi
minyak kesturi. (HR Muslim).
Dalam bulan Ramadhan, Allah yang Maha Pemurah menjadi lebih pemurah lagi.
Dilipatkangandakan-Nya perhitungan pahala orang yang berbuat kebajikan. Siapa
saja yang melakukan ibadah sunnah dihitung melakukan kewajiban dan yang
melakukan kewajiban dilipatkangandakan pahalanya 70 kali dibandingkan dengan
melakukan kewajiban di luar bulan Ramadhan.
Siapa saja yang mendekatkan diri kepada Allah dengan kebajikan (sunnah),
dinilai sama melakukan fardhu di bulan lain. Siapa saja yang melakukan fardhu,
dinilai 70 kali melakukan fardhu di bulan lain. (HR Ibn Khuzaimah).
Bahkan Allah juga akan menambah rezeki orang-orang beriman di bulan puasa ini.
Sesungguhnya engkau akan dinaungi bulan yang senantiasa besar lagi penuh
berkah, bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik daripada seribu
bulan. Ramadhan adalah bulan sabar dan sabar pahalanya surga. Ramadhan adalah
bulan pemberian pertolongan dan bulan Allah menambah rezeki orang Mukmin. (HR
al-Bukhari dan Muslim).
Dikatakan juga bahwa puasa memberikan kebahagiaan kepada yang melakukan, yakni
ketika berbuka dan ketika bertemu Allah SWT kelak.
Untuk orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: ketika berbuka, ia senang dengan
bukanya; ketika berjumpa dengan Allah kelak, ia senang dengan puasanya. (HR
Muslim).
Benar sekali. Sepanjang hidup kita, tak terhitung sudah kita makan berbagai
makanan. Akan tetapi, mengapa setiap berbuka, kita merasakan sesuatu yang
berbeda. Ada perasaan lega, syukur, nikmat dan bahagia yang tak terkatakan.
Semua itu tentu hanya bisa dirasakan oleh orang yang menjalankan puasa. Tidak
aneh, saat berbuka adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh siapapun yang
berpuasa.
Tentang kebahagiaan kedua, yakni saat bertemu dengan Allah, Nabi menyatakan
bahwa puasa akan memberikan syafaat (pertolongan) kepada yang melakukannya dan
menghindarkannya dari jilatan api neraka.
Puasa dan al-Quran akan memberi syafaat pada Hari Kiamat. Berkata Puasa, “Ya
Tuhan, Engkau larang hamba-Mu makan dan memuaskan syahwat pada siang hari, dan
sekarang ia meminta syafaat padaku karena itu.” (HR Ahmad).
Tidak berpuasa seorang manusia satu hari dalam jihad fi sabilillah kecuali
dengan itu Allah menghindarkan dirinya dari neraka selama tujuh puluh tahun.
(HR al-Bukhari dan Muslim).
Tentang indahnya bulan Ramadhan, Nabi yang mulia mengatakan:
Seandainya manusia mengetahui
kebaikan-kebaikan bulan Ramadhan, niscaya mereka mengharapkan sepanjang tahun
adalah bulan Ramadhan. (HR Ibn Abi Dunya).
Bagaimana dengan kita, apakah juga mengharapkan sepanjang tahun menjadi bulan
Ramadhan?
Dapat Apa?
Pertanyaan penting setelah kita
melaksanakan puasa Ramadhan sekian hari lamanya adalah, apa yang sudah kita
dapatkan dari puasa kali ini? Jawabannya tentu berpulang pada bagaimana kita memaknai
puasa Ramadhan itu sendiri. Bila puasa dimaknai sekadar tidak makan dan minum
serta tidak melakukan yang membatalkan puasa, tentu hanya itu pula yang bakal
didapat. Puasa memang merupakan ibadah dalam bentuk tidak mengkonsumsi makanan
dan minuman serta tidak melakukan hal yang membatalkan puasa pada siang hari
Ramadhan. Itu betul. Akan tetapi, Nabi sendiri menyatakan:
Bukanlah puasa dari sekadar menahan makan dan minum tapi puasa yang
sesungguhnya adalah menahan dari laghwu dan rafats. (HR Ibn Khuzaimah).
Itu menunjukkan bahwa ada makna yang lebih dalam dari sekadar menahan lapar dan
dahaga.
Selama puasa, kita dilarang makan dan minum serta berhubungan seksual dengan
istri atau suami kita. Padahal, makanan dan minuman itu halal, serta suami atau
istri pun juga halal. Ternyata, dengan tekad dan kemauan yang besar, kita bisa.
Nah, bila untuk menjauhi yang halal saja bisa, mestinya dengan tekad yang sama,
semua perkara yang haram, lebih bisa lagi kita ditinggalkan.
Puasa Ramadhan memang adalah bulan riyâdhah (latihan) untuk meningkatkan
kemauan kita untuk taat kepada aturan Allah. Bila berhasil, kelak di penghujung
bulan Ramadhan kita benar-benar bisa disebut muttaqîn (orang yang bertakwa),
yakni orang yang mempunyai kemauan yang kuat untuk senantiasa melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Artinya, semestinya pada bulan lain
setelah Ramadhan, kita menjadi lebih taat kepada syariat-Nya.
Lalu, mengapa kenyataannya tidak demikian? Tetap saja, kemaksiatan terjadi di
mana-mana. Karena negeri ini rakyatnya mayoritas Muslim, pelaku kejahatan juga
tentu kebanyakan Muslim. Pelacuran dan perjudian marak di mana-mana; pornografi
dan pornoaksi tetap saja terjadi; korupsi makin menjadi-jadi; dan sebagainya.
Jika demikian, mana pengaruh puasa yang setiap tahun dilaksanakan?
Kita ternyata memang selama ini kurang peduli terhadap esensi ibadah. Shalat
rajin, maksiat juga rajin. Haji ditunaikan, korupsi digalakkan. Bacaan al-Quran
dilombakan, tetapi ajarannya dilecehkan. Benarlah kata Nabi:
Betapa banyak orang berpuasa tidak
mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan betapa banyak orang yang menghidupkan
malam tidak mendapatkan apa-apa kecuali begadangnya saja. (HR Ibn Majah).
Mau sampai kapan kita begini terus? Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.