Setiap ibadah yang disyariatkan dalam Islam pasti
memiliki hikmah; ada yang sudah diketahui dan ada hikmah yang masih
tersembunyi. Ada yang sudah jelas bagi manusia dan ada yang masih
menjadi rahasia. Pengetahuan akan hikmah ini menjadi penting karena dengannya
seseorang akan lebih termotivasi dalam menjalankan amal tersebut serta semakin
kuat keyakinan karena telah mendapatkan legitimasi akal.
Tetapi yang perlu digarisbawahi adalah bahwa hikmah bukanlah penentu atau kunci
dalam menjalankan amal. Dan inilah yang membedakan antara orang-orang liberal
dengan orang-orang beriman yang sesungguhnya, mukminuuna haqqa. Bagi
orang liberal yang secara ekstrim menempatkan akal melebihi nash syar’i, ibadah
tidak dijalankan sampai diketahui hikmahnya. Sementara bagi orang beriman,
selama ada dalil yang memerintahkan, amal akan dikerjakan; sudah diketahui
hikmahnya maupun belum. Hikmah bisa dipikirkan/dicari tanpa meninggalkan amal:
kalau nantinya hikmah itu terungkap, alhamdulillah, ia bisa menguatkan
kontinuitas amal; kalau pun ternyata sampai akhir usia tidak juga diketahui
hikmah, itu tidak berarti memutuskan amal yang telah jelas dalilnya.
Sesungguhnya, Allah tidak membutuhkan apapun dari hamba-Nya. Bahkan sebaliknya,
manusialah yang sangat membutuhkan Allah SWT. Demikian pula dalam amal/ibadah,
Allah tidak memerlukan ibadah manusia. Andaikata seluruh manusia beribadah
kepada Allah atau tidak ada satupun yang beribadah, Allah tetaplah Rabbul
‘alamin, Tuhan semesta alam yang kekuasaan-Nya tidak akan berkurang. Maka,
hikmah ibadah yang dilakukan manusia juga akan kembali kepada manusia.
Puasa merupakan ibadah istimewa yang karenanya Allah berfiman dalam hadits
qudsi :
الصَّوْمُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ
Puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya
(HR. Bukhari dan Muslim)
Puasa –khususnya puasa Ramadhan- memiliki sejumlah hikmah dan maslahat bagi
manusia. Secara umum, hikmah puasa bisa bisa diklasifikasikan menjadi tiga;
hikmah ruhiyah, hikmah medis, dan hikmah sosial.
Hikmah Ruhiyah
Puasa merupakan ibadah yang langsung menyentuh dimensi
ruhani. Porsinya bahkan lebih besar dari pada ibadah-ibadah lainnya. Jika zakat
memiliki dimensi harta yang besar; dalam shalat masih terdapat dimensi gerak;
dan haji memiliki dimensi gerak serta harta yang juga besar, puasa lebih concern
pada dimensi ruhani. Karenanya ada banyak hikmah ruhiyah dalam ibadah puasa
ini, diantaranya adalah:
1. Puasa mensucikan jiwa manusia
Dengan menjalankan ibadah puasa, manusia telah memilih
untuk menahan diri dari hal-hal yang sebenarnya halal untuknya. Sejak terbit
fajar sampai dengan terbenamnya matahari manusia menahan diri dari makan,
minum, dan bersetubuh. Kalau ia mau ia bisa saja melakukannya. Toh tidak ada
yang mengetahuinya. Saat berada di rumah yang tertutup, di dalam kamar yang
terkunci, tidak ada orang lain yang mengetahui jika ia makan atau minum. Tetapi
ia tidak melakukannya karena Allah SWT.
يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ
مِنْ أَجْلِى ، الصِّيَامُ لِى ، وَأَنَا أَجْزِى بِهِ
…dia tidak makan, tidak minum, dan tidak berhubungan
dengan istrinya karena-Ku. Puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan memberinya
pahala (HR Bukhari dan Muslim)
Di sinilah hikmah puasa; melatih seseorang untuk menahan nafsu syahwatnya yang
merupakan bagian inheren dari kotoran jiwa. Puasa dapat membersihkannya karena
pada puasa ada paksaan untuk mengerem berbagai hasrat yang dicenderungi oleh
manusia. Padahal seringkali penyakit hati dan kotoran jiwa justru muncul ketika
seseorang tanpa kendali menuruti semua keinginannya.
2. Puasa mengangkat unsur ruhani di atas unsur materi pada diri manusia
Manusia diciptakan Allah SWT dari unsur materi dan unsur
non materi; tanah dan ruh. Saat manusia menuruti unsur tanah yang cenderung
pada dunia maka kedudukannya akan turun bahkan melebihi binatang.
ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya (QS. At-Tin : 5)
أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ
أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A’raf
: 179)
Sebaliknya, ketika manusia mengikuti unsur ruh yang cenderung pada akhirat dan
mencintai hal-hal bernuansa langit, maka kedudukannya akan melambung tinggi ke
derajat malaikat.
Pada saat berpuasa, di siang hari yang sangat panas unsur tanah dalam diri
manusia mengajak untuk minum. Tetapi ia lebih memilih untuk memenangkan unsur
ruhani untuk tetap berpuasa. Demikian juga saat perut lapar dan ada ajakan kuat
unsur tanah untuk makan. Ia memenangkan unsur ruhani untuk tetap menahan rasa
lapar sampai tiba saat berbuka. Lebih dari itu, ia juga memenangkan unsur
ruhani pada lisan, pendengaran, dan pikiran dengan mengajaknya berpuasa pula.
Kemenangan ruhani inilah yang akan membawa kebahagiaan sejati bagi manusia di
hadapan Rabb-nya kelak.
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا
أَفْطَرَ فَرِحَ ، وَإِذَا لَقِىَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan; ketika
berbuka dia berbahagia dengan bukanya dan ketika bertemu Tuhannya dia
berbahagia dengan puasanya. (Muttafaq 'Alaih)
3. Puasa melatih kesabaran
Inti dari kesabaran adalah menahan diri. Menahan diri
dari dorongan untuk segera memiliki atau melakukan sesuatu yang negatif. Puasa
membiasakan kesabaran, karena pada puasa kita menahan diri untuk tidak memenuhi
sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok manusia sehari-hari yaitu makan dan minum.
Menahan dari dari kebiasaan yang tidak boleh dilakukan saat puasa seperti minum
kopi atau teh di pagi hari, ngemil di siang hari, dan sebagainya.
Kesabaran ini pada akhirnya juga mengikis kedengkian. Sebuah refleksi
ketidaksabaran atas apa yang ada pada diri kita dibandingkan dengan apa yang
ada pada orang lain.
Nabi SAW bersabda,
صوم شهر الصبر ، وثلاثة أيام من كل شهر ،
يذهبن وغر الصدر
Puasa bulan kesabaran dan tiga hari di setiap bulan dapat
melenyapkan kedengkian dalam dada. (HR. Thabrani, Baghawi, dan Bazzar)
4. Puasa menekan gejolak seksual
Gejolak seksual merupakan salah satu senjata setan yang
paling ampuh dalam menjerumuskan manusia. Tidak hanya bagi pemuda yang belum
menikah tetapi juga pada orang yang sudah berkeluarga. Itulah mengapa berita
selingkuh terlalu sering diberitakan oleh media massa.
Puasa berpengaruh menekan gejolak seksual ini. Karena itu, Rasulullah SAW
memerintahkan para pemuda yang belum mampu menikah untuk berpuasa.
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ
مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian telah
mampu maka nikahlah. Sesungguhnya ia lebih dapat menundukkan pandangan dan
lebih menjaga kemaluan. Sedangkan barangsiapa yang tidak mampu maka berpuasalah,
karena sesungguhnya puasa itu benteng baginya. (HR. Bukhari
dan Muslim)
5. Puasa mempersiapkan manusia menjadi orang-orang yang bertaqwa
Ibnu Qudamah menjelaskan dua hal kelebihan puasa dalam kitab Mukhtashar
Minhajul Qashidin. Pertama, puasa termasuk amal yang tersembunyi dan
amal batin yang tidak bisa dilihat orang lain, sehingga tidak mudah disusupi
riya’. Kedua, cara untuk menundukkan musuh Allah. Karena sarana yang
dipergunakan musuh adalah syahwat. Syahwat bisa menjadi kuat karena makanan dan
minuman. Selagi lahan syahwat tetap subur, maka setan bisa bebas berkeliaran di
tempat gembalaan yang subur itu. Tapi jika syahwat ditinggalkan, maka jalan ke
sana juga sempit.
Ketika seseorang ikhlas dalam menjalankan perintah Allah dan mampu meninggalkan
larangan-Nya dengan kemampuan mengendalikan syahwatnya, maka pada saat itulah
ia bisa mencapai derajat taqwa.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertaqwa. (QS. Al-Baqarah : 183)
Hikmah Medis
Betapa banyaknya penyakit medis yang berawal dari pola
makan yang tidak sehat. Dan betapa banyak penyakit yang berawal dari masalah
pencernaan.
Selain memiliki hikmah ruhiyah yang tinggi, puasa juga memiliki hikmah medis
yang telah terbukti melalui berbagai penelitian. Diantara hikmah itu adalah apa
yang ditulis Said Hawa dalam Al-Islam, antara lain:
1. Puasa memberi kesempatan beristirahat bagi alat
pencernaan setiap hari. Dengan peristirahatan yang teratur ini maka alat
pencernaan menjadi lebih sehat. Dan sudah menjadi hal yang lazim bahwa puasa
dipakai untuk mengobati beberapa pasien dan ketika akan melakukan operasi
besar.
2. Telah terbukti kebenarannya secara ilmiah bahwa memperbanyak makan bisa
menimbulkan penyakit yang munculnya berkaitan erat dengan kebiasaan banyak
makan, seperti penyakit rematik, penyakit liver, tekanan darah tinggi, dan
kencing manis. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa puasa akan bisa
memberikan kesempatan istirahat bagi tubuh setiap tahunnya dalam waktu
tertentu, yaitu seperdua belas dari umur si pasien. Oleh karena itu, penyebaran
jenis-jenis penyakit seperti ini di daerah-daerah yang penduduknya terbiasa
menjalankan puasa sangat rendah.
Hikmah Sosial
Hikmah lainnya dari puasa adalah hikmah sosial. Dengan
puasa seorang muslim dilatih oleh Allah SWT untuk merasakan lapar. Rasa lapar
ini diperlukan oleh orang-orang yang kesehariannya berkecukupan palagi kaya
yang mungkin tidak pernah merasakan rasa lapar semacam ini. Dengan merasakan
lapar diharapkan orang yang kaya bisa membayangkan bahwa seperti inilah keadaan
kaum dhuafa’; lapar, bahkan berhari-hari dan tidak mendapatkan kepastian
berbuka dengan makanan bergizi. Maka, tahapan berikutnya adalah timbulnya
empati kepada kaum dhuafa’ ini sehingga tergeraklah orang-orang kaya untuk
menyantuni mereka.
Hikmah sosial lainnya adalah puasa yang telah melatih kejujuran pribadi
merupakan training bersama kepada seluruh komponen masyarakat untuk hidup
jujur. Dengan kejujuran ini maka kehidupan sosial akan berjalan lebih harmonis,
korupsi menurun, dan pemenuhan tanggungjawab semua elemen bangsa meningkat sehingga
umat Islam mengalami kemajuan yang signifikan.
Wallaahu a’lam bish shawab.