عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ،
قَالَ : قَال رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( لاَ
يُقِيْمَنَّ أَحَدُكُمْ رَجُلاً مِنْ مَجْلِسِهِ ثُمَّ يَجْلِسُ فِيهِ ، وَلكِنْ
تَوَسَّعُوْا وَتَفَسَّحُوْا )) وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا قَامَ لَهُ رَجُلٌ
مِنْ مَجْلِسِهِ لَمْ يَجْلِسْ فِيهِ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang di antara
kalian menyuruh berdiri lainnya dari tempat duduknya kemudian ia sendiri duduk
di situ. Tetapi berikanlah keluasan tempat serta kelapangan (pada orang lain
yang baru datang).” Ibnu Umar apabila ada seorang yang berdiri dari tempat
duduknya karena menghormatinya, ia tidak suka duduk di tempat orang tadi itu.
(Muttafaq ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6270 dan Muslim, no. 2177]
Faedah hadits:
1. Diharamkan
menyuruh yang lain berdiri dari tempat duduknya lalu yang menyuruh duduk di
situ.
2. Dianjurkan
untuk memberikan keluasan ketika duduk dalam majelis.
3. Jika syariat
ini diikuti, umat Islam akan nampak saling mencintai, bukan saling menjauh dan
membenci.
4. Hendaklah
bisa mengajarkan pada yang lainnya agar tidak perlu berdiri untuk mempersilakan
yang lain yang baru datang untuk duduk di tempatnya.
5. Di antara
bentuk sikap tawadhu’, jika ada yang mengagungkan kita, maka kita menyatakan
diri kita biasa (tidak merasa di atas dari yang lain atau merasa istimewa).
Baca juga: Khutbah Jumat Jangan Terlena Kenikmatan Dunia