Secara etimologi, kata sholat menurut para
pakar bahasa adalah bermakna doa. Shalat dengan makna
doa tersirat di dalam salah satu ayat al-Qur;an:
“Dan shalatlah (mendo’alah) untuk mereka. Sesungguhnya shalat (do’a) kamu itu
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(QS. At-Taubah: 103)
Dalam ayat ini, shalat yang dimaksud sama
sekalibukan dalam makna kewajiban mendirikan shalat yang lima waktu,
melainkan dalam makna bahasanya secara asli yaitu berdoa. Shalat diartikan
dengan doa, karena pada hakikatnya shalat adalah suatu hubungan vertikal antara
hamba dengan Tuhannya, sebagaimana sabda Nabi SAW:“Sesungguhnya
hamba, apabila ia berdiri untuk melaksanakan shalat, tidak lain ia berbisik
pada Tuhannya. Maka hendaklah masing-masing di antara kalian memperhatikan
kepada siapa dia berbisik”.
Adapun secara terminologi, shalat adalah
sebuah ibadah yang terdiri dari beberapa ucapan dan gerakan yang sudah
ditentukan aturannya yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan
salam. Lebih jauh, definisi ini merupakan hasil rumusan dari apa yang disabdakan
Nabi SAW: “Shalatlah kalian, sebagaimana kalian melihat aku shalat”. Dengan demikian, dasar pelaksanaan shalat adalah shalat
sebagaimana yang sudah dicontohkan Nabi SAW mulai bacaan hingga berbagai
gerakan di dalamnya, sehingga tidak ada modifikasi dan inovasi dalam praktik
shalat.
Ada banyak sekali perintah untuk menegakkan
shalat di dalam Al-Quran. Paling tidak tercatat ada 12 perintah dalam Al-Quran
dengan lafaz “Aqiimush-shalata” (Dirikanlah Shalat)
dengan khithab kepada orang banyak, yaitu pada surat: Al-Baqarah ayat 43, 83
dan110, An-Nisa ayat 177 dan 103, Al-An`am ayat 72, Yunus ayat 87, Al-Hajj: 78,
An-Nuur ayat 56, Luqman ayat 31, Al-Mujadalah ayat 13, dan Al-Muzzammil ayat
20. Juga,ada 5 perintah shalat dengan lafaz “Aqimish-shalata” (Dirikanlah
shalat) dengan khithab hanya kepada satu orang, yaitu pada Surat: Huud ayat
114, Al-Isra` ayat 78, Thaha ayat 14, Al-Ankabut ayat 45, dan Luqman ayat 17.
Dalam Islam, shalat menempati posisi vital
dan strategis. Ia merupakan salah satu rukun Islam yang menjadi pembatas apakah
seseorang itu mukmin atau kafir. Nabi SAW bersabda: “Perjanjian yang mengikat antara kami dan mereka adalah mendirikan
shalat. Siapa yang meninggalkannya, maka sungguh dia telah kafir”(H.R Muslim)
Sedemikian vitalnya shalat, maka ibadah
shalat dalam Islam tidak bisa diganti atau diwakilkan. Dia wajib bagi setiap
muslim laki-laki dan wanita dalam kondisi apapun: baik dalam kondisi aman,
takut, dalam keadaan sehat dan sakit, dalam keadaan bermukim dan musafir. Oleh
karena itu, pelaksanaan shalat bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung
pada keadaan pelakunya; kalau tidak bisa berdiri boleh duduk, kalau tidak bisa
duduk boleh berbaring, dan seterusnya.
Maka dari itu, shalat merupakan faktor
terpenting yang menyangga tegaknya agama Islam. Sehingga, sudah sepatutnya,
umat Islam memahami maknanya dan mengetahui manfaat dimensi shalat dalam
kehidupan manusia, khususnya dimensi rohani, soasial, dan medis shalat.
Namun, sikap yang pertama kali harus
ditunjukkan adalah bahwa kita wajib menjadikan shalat sebagai suatu ibadah
dulu. Kemudian setelah itu, baru mengetahui manfaatnya dalam sendi
kehidupan kita.
A. Dimensi rohani shalat
Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an: "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan
(yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan tegakkanlah shalat untuk
mengingat-Ku."(Qs. Thaha: 14). "(Yaitu)
Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat
Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah, hati menjadi tenang." (Qs. Ar-Ra'du: 28)
Dua ayat di atas mengisyaratkan kepada
kita, bahwa soal ketenangan jiwa adalah janji Allah yang sudah pasti akan
diberikan kepada orang yang shalat. Hati bisa tenang bila mengingat dan dzikir
kepada Allah, sedang sarana berdzikir yang paling efektif adalah shalat. Tentu
bukan sembarang shalat. Sebagaimana dalam ayat di atas, perintah Allah adalah
tegakkan, bukan laksanakan.
Mendirikan shalat beda dengan sekadar
melaksanakan. Mendirikan shalat punya kesan adanya suatu perjuangan,
keseriuasan, kedisiplinan, dan konsentrasi tingkat tinggi. Jika sekadar
melaksanakan, tak perlu susah payah, cukup santai asal terlaksana. Itulah
sebabnya Allah memilih kata perintah “aqim” yang berarti dirikan, tegakkan,
luruskan.
Maka, kualitas shalat seseorang diukur dari
tingkat kekhusyu’annya, yaitu hadirnya hati dalam setiap aktifitas shalat.
Dalam hal ini Imam al-Ghazali menyebutkan enam makna batin yang dapat
menyempurnakan makna shalat, yaitu: kehadiran hati, kefahahaman akan bacaan
shalat, mengagungkan Allah, “haibah” (segan), berharap, dan merasa malu.
Shalat dapat di sebut sebagai dzikir,
manakala orang yang shalatnya itu menyadari sepenuhnya apa yang dilakukan dan
apa yang diucapkan dalam shalatnya. Dengan kata lain dia
tidak dilalakani oleh hal-hal yang membuat shalatnya tidak efektif dan
komunikatif. Dalam hadist riwayat Abu Hurairah di sebutkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda:"Berapa banyak orang yang melaksanakan
shalat, keuntungan yang diperoleh dari shalatnya, hanyalah capai dan payah
saja."(HR. Ibnu Majah).
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa yang
lebih penting dan utama dalam shalat itu bukan gerakan fisik, akan tetapi
gerakan batin. Gerakan fisik bisa diganti atau ditiadakan jika memang tidak
mampu. Tapi dzikir kepada Allah tetap harus berjalan, kapanpun dan bagaimanapun
juga. Seorang yang tidak mampu berdiri karena sakit, bisa mengganti gerakan
berdirinya dengan hanya duduk, mengganti gerakan ruku'nya dengan isyarat
sedikit membungkuk. Demikian juga sujudnya. Tidak bisa berdiri diperbolehkan
duduk. Tidak bisa duduk dengan berbaring dan sebagainya.Sedangkan gerakan batin
tidak bisa di ganti. Ini yang mutlak harus ada. Tanpa kehadiran hati, shalat
hanya merupakan gerakan tanpa arti.
Itulah sebabnya Allah SWT memberi ancaman
yang cukup keras kepada kita, dengan kata yang amat pedas, "Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu
mereka yang lalai dalam shalatnya." (Qs. al-Maa'uun: 4-5)
Jadi, janji-janji Allah SWT kepada orang
yang shalat, seperti: ketenangan batin, ketentraman hati dan apalagi pahala
tidak serta merta diberikan Allah begitu saja. Ada syarat-syarat tertentu yang
harus dipenuhi terlebih dahulu. Bagi yang lalai dalam shalatnya bukan saja
tidak bakal mendapatkan janji-janji tadi, malah ada ancaman keras dari Allah
SWT.
B. Dimensi sosial shalat
Allah SWT berfirman: “Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar, dan sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah lain), dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Qs.
Al-Ankabuut:45)
Dengan jelas ayat di atas mengisyaratkan
bahwa salah satu pencapaian yang dituju oleh adanya kewajiban shalat adalah
bahwa pelakunya menjadi tercegah dari kemungkinan berbuat jahat dan keji. Ini mengindikasikan bahwa shalat merupakan salah satu rukun
Islam yang mendasaar dan pijakan utama dalam mewujudkan sistem sosial Islam.
Kemalasan dan keengganan melaksanakan salat disamping sebagai tanda-tanda kemunafikan,
dan semakin lunturnya imannya seseorang, dalam skala besar merupakan tahapan
awal kehancuran komunitas muslim. Karena secara empirik shalat merupakan faktor
utama dalam proses penyatuan dan pembangunan kembali kekuatan-kekuatan
komunitas muslim yang sebelumnya rusak dan terpencar-pencar sebagai akibat
melalaikan mendirikan salat.
Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda:
"Sholat adalah tiang agama, barang siapa menegakkannya, maka ia telah
menegakkan agama, dan barang siapa merobohkannya, maka ia telah merobohkan
agama." (HR. Imam Baihaqi). Hal ini mengindikasikan
bahwa kekokohan sendi-sendi soasial masyarakat muslim akan sangat tergantung
kepada sejauh mana mereka menegakkan shalat yang sebenar-benarnya. Apabila hal
ini tidak menjadi prioritas utamanya, maka kekeroposan sendi-sendi sosial
kemasyarakatan akan menghinggapinya, yang berlanjut kepada kehancuran umat
Islam itu sendiri. Karena suatu bangunan itu kuat, ketika tiangnya kokoh.
Shalat diakhiri dengan salam, hal ini
mengindikasikan bahwa setelah seorang hamba melakukan hubungan (komunikasi)
yang baik dengan Allah, maka diharapkan hubungan yang baik tersebut juga
berdampak pada hubungan yang baik kepada sesama manusia. Dengan kata lain, jika
seorang hamba dengan penuh kekhusyu’an dan kesungguhan menghayati kehadiran
Tuhan pada waktu shalat, maka diharapkan bahwa penghayatan akan kehadiran Tuhan
itu akan mempunyai dampak positif pada tingkah laku dan pekertinyadalam
kehidupan bermasyarakat.
Hal ini diwujudkan dengan jaminan melakukan
apa saja yang dibenarkan syariah guna membantu saudara-saudaranya yang memang
butuh bantuan. Yang kaya membantu yang miskin, yang kuasa membantu yang
teraniaya, yang berilmu membantu yang masih belajar, supaya terjadi saling
hubungan yang serasi dan harmonis, Orang yang salatnya baik, tidak akan pernah
mengeluarkan ucapan dan atau perbuatan kepada sesamanya, yang maksudnya memang
jelek.
Orang yang salatnya baik, akan bertindak
santun dengan sahabatnya, tetangganya dan siapapun juga, akan menghormati
tamunya dengan penuh perhatian, dan akan bertindak dan bertaaruf secara santun
dengan saudaranya sesama manusia apalagi terhadap saudaranya seiman, dengan
tanpa membedakan baju dan golongannya. Orang yang salatnya bagus bukan sekedar
membekas hitam di keningnya, lebih dari itu adalah bagaimana
mengimplementasikan kasih sayangnya kepada lingkungannya (rohmatun lilalamin).
Orang yang salatnya baik justru dituntut
lebih banyak kiprahnya dalam kehidupan sosial. Keliru besar jika mereka yang
shalat, hanya mengelompok, menyendiri dan mengexklusifkan diri seolah hidup
dalam ruang hampa sosial, dan menafikan dan terkesan merendahkan pihak lain.
Sungguh Allah membenci dan tidak menyukai orang-orang yang membanggakan
dirinya, angkuh, sombong dan merasa paling baik, paling suci dibanding dengan
yang lain. Intinya orang yang sholatnya baik adalah tercermin dalam amal salehnya
di luar sholat.
C. Dimensi medis
shalat
Rasulullah SAW bersabda: “Bagaimana pendapatmu apabila seandainya di depan pintu
salah seorang di antara kalian terdapat sungai, dimana ia mandi pada sungai
tersebut setiap hari sebanyak lima kali, adakah daki yang akan tersisa pada
badannya? Mereka menjawab: “Daki mereka tidak akan tersisa sedikitpun”.
Rasulullah bersabda: “Demikianlah perumpamaan shalat lima waktu, Allah
menghapuskan dosa-dosa dengannya”(H.R
Bukhari Muslim)
Sebuah riset di Amerika yang diadakan
Medical Center di salah satu universitas di sana ‘Pyok’ - seperti dilansir
situs ‘Laha’- menegaskan,bahwa shalat dapat memberikan kekuatan terhadap
tingkat kekebalan tubuh orang-orang yang rajin melaksanakannya melawan berbagai
penyakit, salah satunya penyakit kanker. Riset itu juga menegaskan, adanya
manfaat rohani, jasmani dan akhlak yang besar bagi orang yang rajin shalat.
Riset itu mengungkapkan, tubuh orang-orang
yang shalat jarang mengandung persentase tidak normal dari protein imun
Antarlokin dibanding orang-orang yang tidak shalat. Itu adalah protein yang
terkait dengan beragam jenis penyakit menua, di samping sebab lain yang
mempengaruhi alat kekebalan tubuh seperti stres dan penyakit-penyakit akut.
Para peneliti ini meyakini bahwa secara umum
ibadah dapat memperkuat tingkat kekebalan tubuh karena menyugesti seseorang
untuk sabar, tahan terhadap berbagai cobaan dengan jiwa yang toleran dan ridha.
Sekali pun cara kerja pengaruh hal ini masih belum begitu jelas bagi para
ilmuan, akan tetapi cukup banyak bukti atas hal itu, yang sering disebut
sebagai dominasi akal terhadap tubuh. Bisa jadi melalui hormon-hormon alami
yang dikirim otak ke dalam tubuh di mana orang-orang yang rajin shalat memiliki
alat kekebalan tubuh yang lebih aktif daripada mereka yang tidak melakukannya.
Di samping itu, ada beberapa hasil riset
medis yang memfokuskan pada gerakan-gerakan shalat, misalnya: gerakan
takbiratul ihram berhasiat melancarkan aliran darah, getah bening (limfe) dan
kekuatan otot lengan. Gerakan rukuk bermanfaat untuk menjaga kesempurnaan
posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh
dan pusat syaraf. I’tidal yang merupakan variasi postur setelah rukuk dan
sebelum sujud merupakan latihan pencernaan yang baik.
Pada waktu sujud aliran getah bening
dipompa ke bagian leher dan ketiak dan posisi jantung di atas otak menyebabkan
darah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak, maka aliran ini berpengaruh
pada daya pikir seseorang. Duduk yang terdiri dari dua macam, yaitu iftirosy
(tahiyyat awal) dan tawarruk (tahiyyat akhir) yang perbedaannya terletak pada
posisi telapak kaki juga memiliki manfaat medis, saat iftirosy, kita bertumpu
pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus Ischiadius, posisi ini
menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak
mampu berjalan, sedangklan duduk tawarruk sangat baik bagi pria sebab tumit
menekan aliran kandung kemih (urethra), kelenjar kelamin pria (prostata) dan
saluran vas deferens, jika dilakukan. dengan benar, postur irfi mencegah
impotensi. Gerakan salam, berupa memutarkan kepala ke kanan dan ke kiri secara
maksimal, bermanfaat sebagai relaksasi otot sekitar leher dan kepala untuk
menyempurnakan aliran darah di kepala yang bisa mencegah sakit kepala dan
menjaga kekencangan kulit wajah.
Dari sini bisa di ambil konklusi, bahwa
tidak terlalu sulit dipahami jika orang yang intens komunikasinya dengan Allah,
melalui shalat yang khusyu’ sebagai sarananya, akan berhasil mencapai
kemenangan dan keberhasilan di berbagai sendi kehidupan.
Sebab, pada saat shalat seorang hamba
sedang ada dalam komunikasi langsung dengan sumber energi dan kekuatan, yaitu
Allah SWT. Jika kita sudah dekat dengan sumber energi dan sumber kekuatan itu,
maka dengan izin-Nya energi dan kekuatan itu akan mengalir ke dalam diri kita.
Sehingga dari sana kemenangan dunia dan akhirat yang kita cita-citakan
insyaallah bisa dicapai.
Wallahu a’lam bi as-Shawab.
Baca juga: Khutbah Jumat: Tiga Amalan Persiapan Jelang Ramadan