Dengki atau hasad adalah senang jika melihat orang lain
dalam keadaan susah dan susah melihat orang lain dalam keadaan senang.
Menurut jumhur ulama, hasad adalah ketika seseorang
menginginkan nikmat orang lain hilang. Nikmat ini berupa kedudukan, ilmu,
harta, dan masih banyak lagi. Sementara Ibnu Taimiyah mengatakan, hasad adalah
membenci dan tidak suka keadaan baik orang lain.
Penyakit ini digambarkan oleh Rasulullah SAW sebagai
penyakit batin yang berbahaya, karena bisa menghapus seluruh pahala kebaikan
pelaku hasad tersebut.
Untuk itu, Rasulullah SAW bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ
الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ ». أَوْ قَالَ « الْعُشْبَ
»
"Jauhilah
sifat dengki karena ia memakan segala kebaikan, sebagaimana api membakar kayu
kering" (HR Abu Dawud dari Abi Hurairah).
Menurut beberapa pendapat, ada hasad yang diperbolehkan.
Hasad ini berkaitan dengan urusan agama dan akhirat. Dengki yang seperti ini
akan membuat seseorang berupaya terus mendekatkan diri pada Allah Ta’ala SWT.
Tentu hal ini baik dan bukan bagian dari kompetisi
kemenangan dan kekalahan. Dengki dalam urusan agama dan akhirat akan membuat
manusia mencari keridaan Allah Ta’ala SWT, bukan pujian semata. Keridhaan
inilah yang nantinya akan mengantarkan seseorang lebih bersyukur atas segala
yang dipunya.
Ibnu ‘Umar radhiyAllah Ta’alau ‘anhuma mengatakan bahwa
Rasulullah shallAllah Ta’alau ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak boleh ada hasad kecuali pada dua perkara: kepada
seseorang yang dianugerahi harta lalu ia gunakan untuk berinfak pada malam dan
siang, juga keada orang yang dianugerahi Al-Qur’an, lantas ia berdiri dengan
membacanya malam dan siang.” (HR. Bukhari, no. 5025, 7529 dan
Muslim, no. 815)
Dampak buruk dari hasad antara lain:
1. Orang yang hasad berarti menentang takdir
Allah Ta’ala, karena dia tidak percaya bahwa nikmat yang diterima dirinya tidak
harus sama dengan yang diterima orang lain, demikian juga sebaliknya.
2. Orang yang hasad adalah penyakit masyarakat,
karena bisa jadi dia akan menghasut dan memengaruhi orang lain untuk dengki
kepada seseoarng.
3. Orang yang hasad itu mirip dengan orang
musyrik. Orang musyrik itu bersedih kala ada yang memperoleh kebaikan. Akan
tetapi jika memperoleh bencana, malah bergembira.
4. Kebaikan orang yang hasad akan hilang.
5. Orang yang hasad akan berada dalam keadaan
sedih, sedih karena harus melihat orang lain bahagia, dan jika ditimbun tidak
menutup kemungkinan menjalar dan berubah menjadi penyakit fisik.
6. Orang yang hasad sama atinya dengan dia sedang
berbuat dosa, dari dosa tersebut memunculkan musibah.
Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyAllah Ta’alau ‘anhuma,
Nabi shallAllah Ta’alau ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia
tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4: 278. Syaikh
Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam Silsilah
Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 667)
Yang perlu menjadi renungan adalah bagaimana agar
seseorang bisa terjauh dari sifat membahayakan yang satu ini?
Pertama: mantapkan diri dengan ilmu dan iman, mantapkan
diri bahwa hasad benar-benar bisa menghapus kebaikan pelakunya dan yakin bahwa
hasad tidak ada manfaatnya sama sekali untuk diri sendiri maupun orang lain.
Kedua: Selalu beranggapan bahwa roda kehidupan ini terus
berputar.
Dalam sebuah hadits disebutkan,
انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ
تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ
اللَّهِ عَلَيْكُمْ
“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah
harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu.
Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah Ta’ala
padamu.” (HR. Muslim, no. 2963)
Ketiga: Selalu mendoakan orang lain, karena medoakan
orang lain tidak ubahnya mendoakan diri kita sendiri.
Dari Ummu Darda’ radhiyAllah Ta’alau ‘anha, Rasulullah bersabda,
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ
الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ
بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang muslim kepada saudaranya ketika saudaranya
tidak mengetahuinya adalah doa yang mustajab (terkabulkan). Di sisinya ada
malaikat (yang bertugas mengaminkan doanya kepada saudarany). Ketika dia berdoa
kebaikan kepada saudaranya, malaikat tersebut berkata: Aamiin, engkau akan
mendapatkan yang semisal dengannya.” (HR. Muslim, no. 2733)